Komnas Perempuan Minta Presiden Berikan Grasi kepada Dua Terpidana Mati MU dan MJV
Keduanya merupakan korban dari sindikat perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi perdagangan narkoba.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada peringatan Hari Internasional Menentang Hukuman Mati 2022, Komnas Perempuan minta Presiden Joko Widodo memberikan Grasi kepada dua terpidana mati perempuan yaitu Mary Jane Velosi (MJV) dan Merri Utami.
Mereka merupakan korban dari sindikat perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi perdagangan narkoba.
Menurut Komnas Perempuan, dalam Kasus Merri Utami MU divonis pidana mati karena kedapatan membawa heroin 1,1 kilogram di tasnya saat tiba di Bandara Soekarno Hatta, sepulang dari liburan bersama Jerry pacarnya di Nepal.
Tas yang dibawanya merupakan titipan untuk disampaikan kepada Jerry yang memilih pulang terlebih dahulu.
Baca juga: Komnas HAM Harap Jokowi Kabulkan Grasi Untuk Terpidana Mati Merry Utami
"Pengalaman Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang MU alami dalam perkawinan, menyebabkannya Jerry mudah memanipulasi harapan sebelumnya dan perasaan MU," ungkap Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam keterangan resmi, Selasa (11/10/2022).
Sedangkan MJV, warga negara Filipina, dipidana mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman pada 22 Oktober 2010. MJV ditangkap di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta pada 25 April 2010 setelah ditemukan 2,6 kg heroin di koper yang dibawanya dari Malaysia.
Pada 2019, Mahkamah Agung Filipina memberikan kesempatan kepada MJV untuk membuktikan tertulis di pengadilan atas dugaan tindak pidana perdagangan orang yang dilakukan oleh Christina P. Sergio dan Julius L. Lacanilao.
Kesaksian MJV diharapkan dapat dipastikan bahwa ia adalah korban perdagangan orang dan oleh karena itu tidak dapat dipidana.
Namun, sampai saat ini untuk menyerahkan membuktikan MJV belum terlaksana. Keduanya tengah menanti putusan grasi dari Presiden RI, Joko Widodo, dimana MU menjalani hukuman lebih dari 20 tahun dan MJV lebih dari 10 tahun.
Baca juga: Apa itu Amnesti, Abolisi, Grasi, dan Rehabilitasi? Ini Penjelasan Lengkapnya
Juga ada kelompok advokasi yang mengusulkan untuk mencari kembali melalui Pengadilan Tangerang pada kasus MU.
Lebih lanjut, masih dalam peringatan Hari Internasional Menentang Hukuman Mati 2022, Komnas Perempuan menyampaikan beberapa hal berikut.
Pertama, pemerintah dan DPR RI untuk menghapus pidana mati dalam pembahasan RKUHP, RUU Narkotika dan produk hukum nasional lainnya.
Sekaligus mengadopsi dalam revisi KUHP kebijakan komutasi untuk kasus pidana mati yang kini berada dalam deret tunggu eksekusi.
Kedua, pemerintah RI dan DPR RI melakukan moratorium pelaksanaan hukuman mati di Indonesia. Sembari meninjau ulang kasus-kasus terpidana mati terkait dengan pemenuhan hak atas peradilan yang jujur dan adil.
Ketiga, Kementerian Luar Negeri meningkatkan layanan bantuan hukum dan psikososial terhadap perempuan pekerja migran Indonesia yang menghadapi hukuman mati di luar negeri.
Keempat, Jaksa Agung RI dan aparat terkait mendukung dan memfasilitasi membuktikan membuktikan MJV oleh pengadilan Filipina sebagai korban tindak pidana perdagangan orang.
Hal ini juga menjadi wujud komitmen Indonesia pada perjanjian internasional Protokol Palermo yaitu Protokol untuk Mencegah, Menindak, dan Menghukum Perdagangan Orang.
Terutama perempuan dan anak-anak, selain Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2009.
Pengadilan Tangerang untuk menerima pengambilan kembali kasus MU dengan mempertimbangkan Perma 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.
Organisasi masyarakat sipil dan media massa untuk membangun kepedulian masyarakat untuk turut mendukung penghapusan hukuman mati. Termasuk dengan dukungan upaya PK kasus MU, serta dukungan grasi bagi MU dan MJV.