Polri Gunakan Gas Air Mata Kedaluwarsa Meski Tiap Tahun Dianggarkan, Pengamat: Indikasi Sistem Korup
Pengamat menilai adanya indikasi sistem yang korup terkait penggunaan gas air mata kedaluwarsa oleh Polri meski tiap tahun dianggarkan lewat APBN.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat kepolisian, Bambang Rukminto menduga adanya indikasi sistem yang korup di dalam tubuh kepolisian pasca diakuinya penggunaan gas air mata kedulawarsa ketika Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022).
Sebagai informasi, tiap tahunnya Polri selalu menganggarkan untuk penggunaan gas air mata dan pelontarnya yang diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Terbaru, pada tahun 2022, Polri menganggarkan Rp 160,1 miliar untuk pengadaan gas air mata dan pelontarnya.
"Anggaran tiap tahun ada terkait penyediaan sarana pengendalian huru-hara selama ini digunakan untuk apa? Artinya ada indikasi sistem yang korup di internal kepolisian," ujar Bambang saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (11/10/2022).
Disisi lain, Bambang juga menganggap pemerintah tidak bisa menunggu pengusutan kasus Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 131 orang ini diselesaikan oleh kepolisian karena adanya konflik kepentingan di dalamnya.
Baca juga: DAFTAR Polisi yang Dimutasi Imbas Tragedi Kanjuruhan: Kapolres Malang hingga Komandan Brimob
Sehingga, katanya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan hal tepat dengan membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) dan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk menaunginya.
"Ada conflict of interest dari kepolisian untuk benar-benar menuntaskan kasus ini. Makannya sudah benar presiden mengeluarkan Keppres pembentukan TGIPF," katanya.
Namun, Bambang menilai TGIPF juga dapat menjadi pisau bermata dua bagi pemerintah.
Hal itu lantaran jika TGIPF membuat rekomendasi yang tidak dapat diterima publik maka akan menurunkan kepercayaan kepada pemerintah.
"Hanya saja bila TGIPF ini nanti tidak membuat rekomendasi yang akuntabel dan diterima publik, resikonya adalah menurunnya kewibawaan pemerintah," tuturnya.
Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengakui penggunaan gas air mata kedaluwarsa saat Tragedi Kanjuruhan.
Dedi pun mengklaim penggunaan gas air mata kedaluwarsa tidak membahayakan bagi kesehatan.
Pernyataan tersebut didukung oleh pakar dari Universitas UI, Mas Ayu Elita Hafizah.
Ia menekankan agar masyarakat tidak menyamakan gas air mata kedaluwarsa dengan kedaluwarsa bahan makanan.