VIDEO Ada Kader Keluar Usai Deklarasi Anies Sebagai Capres, NasDem: Pada Saatnya Bersanding Kembali
Tentu Partai NasDem menyampaikan rasa terima kasih atas kebersamaan dengan para kader seperti satu di antaranya Niluh Djelantik yang memilih keluar
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis DPP NasDem Hermawi Taslim menilai keputusan sejumlah kader partai keluar usai deklarasi dukungan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai Calon Presiden (capres) 2024 tidak perlu disikapi secara berlebihan.
Partai sebagai rumah demokrasi memang kerap berbeda pandangan di dalamnya. Sehingga, Hermawi tak risau soal keputusan pada kader keluar dari partai besutan Ketua Umum Surya Paloh itu.
"Ada yang keluar, ada yang masuk, itu hal biasa saja itu silih-berganti, ini rumah demokrasi kan bergantung pada pandangan dan referensi yang kita alami," kata Hermawi Taslim saat dialog Tribun Series bertajuk 'Mengapa Mundur Setelah Anies Diusung Bakal Capres?' yang dipandu oleh Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra secara virtual, Jumat (7/10).
Diketahui, usai deklarasi dukungan Anies Baswedan sebagai calon presiden (Capres) sejumlah kader memilih keluar. Mereka antara lain Niluh Djelantik yang sebelumnya Ketua Departemen Bidang UMKM DPP Partai NasDem dan Andreas Acui Simanjaya yang sebelumnya kader DPD Partai NasDem Kalimantan Barat (Kalbar).
Taslim menuturkan tentu Partai NasDem juga menyampaikan rasa terima kasih atas kebersamaan dengan para kader seperti satu di antaranya Niluh Djelantik yang memilih keluar.
Berikut peryataan Hermawi Taslim terkait keputusan dua kader Partai NasDem yang memilih keluar usai deklarasi Anies Baswedan:
Pak Hermawi, terkait keputusan Bu Niluh dan Pak Andreas (keluar dari NasDem), bisa dielaborasi kembali?
Apa yang terjadi hari ini bagian dari proses, bagian dari artikulasi aspirasi masyarakat, dan kalau pada saatnya karena pertimbangan-pertimbangan tertentu, harus berpisah sesaat itulah kenyataannya dan itulah kita harus hadapi.
Bukan hanya terhadap Niluh, kalau orang seperti saya bagaimana saya di gereja, bagaimana saya dengan istri saya, itu problem kita. Disitulah kita diuji kedewasaan kita.
Jadi menurut saya, apa yang terjadi, Pak Andreas juga, dulu Pak Andreas ini caleg kita di DPR RI. Ini sesuatu yang tidak luar biasa, tapi point saya yang pertama bahwa sejarah akan menguji kita ini betul-betul menempatkam nasionalisme di atas segalanya.
Kedua, kita tidak boleh tersandra oleh masa lalu, masa lalu itu sebuah fakta, kita harus terima sebagai suatu perjalanan hidup.
Oleh karena itu kita hargai, sikap dan langkah Niluh kita hargai sikap langkah Pak Andreas. Biar saja ini berjalan, persaudaraan kebersama, pertemanan pasti lebih di atas pilihan ini.
Biar saja sambil berjalan pada saatnya nanti, kalau istilahnya sekarang ini ibaratnya kita bertanding, nanti pada saatnya kita bersanding kembali.
Bagi kita ini nggak ada apa-apa, biasa saja. Karena partai seperti rumah. Waktu 2-3 tahun lalu di Auditorium Partai Nasdem di gedung lama, Niluh duduk sebelah saya, sudah keluar, mau keluar pintu 'saya berhenti dari NasDem'.
Begitu marahnya dia kerumitan internal, saya tarik tangannya, mari kita sama-sama.
Tapi pada saatnya karena hal yang prinsip yang kita yakini benar adanya, ini kan soal subjektifitas. Lalu kita harus berpisah, enggak papa juga. Ini bagian dari proses kehidupan.
Jadi menurut saya apa yang terjadi saat ini, ya biasa saja. Jadi sekali lagi kami ucapkan terima kasih kepada Mbak Niluh dan Pak Andreas atas kebersamaan kita.
Tentu ada kurang, ada lebih, kita saling memahami, kita saling memaafkan, kita terus dengan kehidupan kita masing-masing, kita terus dengan pilihan kita masing-masing pada saatnya nanti sebagai sesama nasionalis kita bisa bertemu lagi. (Tribun Network/yuda)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.