Campur Aduk Urusan Politik dan Industri Pertahanan Dinilai Masih Jadi Kendala Pembelian Alutsista
Menurutnya proses jual beli beberapa alutsista yang dijual oleh industri alutsista mereka harus mendapatkan izin dari parlemennya.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Kepala Pusat Penerangan TNI Brigjen TNI Rano Tilaar menilai campur aduk antara urusan politik dan industri pertahanan masih menjadi kendala dalam pembelian alutsista dengan skema G to G (government to government) atau antarpemerintah.
Ia mencontohkan salah satunya adalah Amerika Serikat.
Menurutnya proses jual beli beberapa alutsista yang dijual oleh industri alutsista mereka harus mendapatkan izin dari parlemennya.
Namun demikian, kata dia, seringkali parlemen akan mengangkat masalah-masalah yang telah dilakukan oleh Angkatan Bersenjata dari pemerintah yang akan membeli alutsista tersebut.
Baca juga: Penampakan Berbagai Alutsista Canggih Milik TNI Dipamerkan di Depan Istana Negara
Ia mencontohkan beberapa waktu lalu pemerintah mengerahkan Satuan Tempur Kavaleri TNI yakni tank Scorpion di Aceh.
Tetapi pada saat itu, kata dia, Inggris kemudian memprotes bahkan berjanji tidak akan menjual sparepart dan amunisi tank Scorpion tersebut.
Persoalan tersebut kemudian membuat pemerintah akhirnya menarik penggunaan tank Scorpion di Aceh.
Hal tersebut disampaikannya dalam Webinar Indonesia Strategic & Defence Studies bertajuk "Tantangan Kavaleri Dalam Perang Modern" di kanal Youtube ISDS Indonesia pada Rabu (12/10/2022).
"Memang pembelian alutsista apabila dilakukan G to G ini ada masalahnya. Artinya masalah bagi negara-negara yang mencampuradukan antara urusan industri pertahanan dengan yang namanya politik," kata Rano.
Baca juga: Peringati HUT ke-77, TNI Gelar Upacara di Istana dengan Dimeriahkan Defile dan Display Alutsista
Selain itu, kata dia, hal serupa terjadi ketika pemerintah mau membeli pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat.
Ia mengatakan dalam prosesnya keterlibatan Indonesia pasca diserahkannya kembali Timor Timur atau Timor Leste ke PBB diungkit-ungkit.
Sehingga akhirnya, kata dia, pemerintah mengalami kesulitan dalam proses jual beli tersebut.
"Salah satu gebrakan dari pada Menteri Pertahanan pada saat itu, yaitu Bapak Prabowo Subianto adalah membeli alutsista ini dari Prancis," kata dia.
Seperti yang diketahui, lanjut dia, beberapa waktu lalu datang pesawat-pesawat Rafale ataupun juga pesawat tempur yang kecil dan ringan namun tidak kalah kedigdayaannya di udara dibandingkan dengan pesawat-pesawat Amerika yang bentuknya besar-besar.
Bahkan, kata dia, mereka membawa pesawat Air Bus yang bisa mengangkut penumpang sekaligus bisa digunakan untuk mengisi bahan bakar Rafale di udara.
"Kenapa saat ini pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan sebagai stakeholder yang diberikan kewenangan untuk membeli alutsista ini beralih ke Prancis dikarenakan oleh negara ini tidak mencampuri urusan politik dengan urusan dagang atau urusan industri pertahanan mereka. Jadi kita bisa membeli asalkan memang ada anggarannya," kata dia.