Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kemungkinan Hukuman Bharada E Diperingan, Begini Penjelasan Komisi Yudisial

Mengingat kasus ini mendapat perhatian dari seluruh lapisan masyarakat, perlu adanya peran partisipasi publik dalam konteks kemandirian hakim

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Kemungkinan Hukuman Bharada E Diperingan, Begini Penjelasan Komisi Yudisial
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Kendaraan melintas di depan karangan bunga berisi dukungan kepada Bharada Richard Eliezer atau Bharada E di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (10/10/2022). Jelang sidang kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat dengan tersangka Ferdy Sambo dkk, terdapat karangan bunga di depan PN Jaksel yang memuat ucapan dukungan untuk Bharada Richard Eliezer atau dikenal dengan Bharada E. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemungkinan keringanan hukuman untuk Bharada E alias Richard Eliezer, tersangka dugaan pembunuhan terhadap Brigadir J,  Juru Bicara Komisi Yudisial Republik Indonesia (KY) Miko Ginting mengatakan, ada 4 hal yang menjadi pertimbangan hakim.

“Kalau soal keringanan hukuman dan sebagainya, vonis hakim itu kan bergantung pada, satu, perbuatan, kedua, ancaman pidananya, ketiga, pembuktian, keempat, keadaan-keadaan yang bisa meringankan atau memperberat,” kata Miko saat dialog Sapa Indonesia Malam, Kompas TV, Selasa (11/10/2022), 

Empat hal itulah menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan vonis atau hukuman pada terdakwa yang berkasus.

Miko juga menjelaskan bahwa pihaknya memiliki track record atau rekam jejak seluruh hakim Indonesia termasuk para hakim yang menangani kasus dugaan pembunuhan Yosua dan kasus dugaan perintangan penyelidikan.

Baca juga: Putri Candrawathi Mengaku Tak Tahu Rencana Pembunuhan Brigadir J, Ada di Kamar saat Proses Eksekusi

“Kami punya database tapi bukan untuk kami publikasikan secara luas.

Tujuannya bukan untuk sesuatu yang tidak transpaan tapi menjaga kemandirian hakim.”

Dalam kasus ini, yang disebutnya mendapat perhatian dari seluruh lapisan masyarakat, perlu adanya peran partisipasi publik dalam konteks kemandirian hakim.

Berita Rekomendasi

Jika misalnya hakim bertolak belakang dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas, lanjut dia, publik juga akan protes dan marah.

“Tapi perlu juga diketahui bahwa dalam konteks pembuktian, saya kira ada beberapa yang perlu disikapi secara khusus. Contoh, soal pembuktian terkait dengan kesusilaan, memang secara hukum harus ditutup, pemeriksaannya tertutup,” tuturnya.

Ketika hakim memeriksa seorang saksi dia bisa menilai, apakah saksi ini akan terjamin keselamatannya jika  memberikan keterangan.

Jika dinilai kesaksiannya justru akan mengancam keselamatan saksi itu sendiri, hakim bisa bersidang tidak terbuka untuk umum.

“Ketiga, ketika hakim melihat ada integritas pembuktian, misalnya saksi A ketika bersaksi akan memengaruhi B, C, atau D, maka hakim juga punya diskresi untuk menyatakan persidangan tidak terbuka untuk umum, atau persidangan ini hanya ditujukan bagi masyarakat yang hadir di persidangan.”

Baca juga: PROFIL 3 Hakim yang Adili Ferdy Sambo cs: Wahyu Iman Santosa, Morgan Simanjutak, Alimin Ribut Sujono

“Jadi memang perlu disiapkan beberapa skenario-skenario khusus dalam menjaga kemandirian hakim,” jelas dia.

Mengenai keselamatan dan keamanan hakim, Miko mengakui bahwa memang ada usulan untuk membuat safe house atau rumah aman untuk hakim saat perkara ini berlangsung.

Ada juga usulan pemindahan lokasi sidang.  

Usulan-usulan ini kemudian sudah Komisi Yudisial bawa, terutama ke PN Jakarta Selatan sebagai penyelenggara persidangan.

“Tempo hari KY sudah bertemu dengan pihak pengadilan, dan pihak pengadilan menyatakan siap menyidangkan perkara ini tanpa ada pengawalan yang bersifat khusus, termasuk rumah aman,” katanya. (Kompas TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Sumber: Kompas TV
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas