Revisi UU Perkoperasian Dinilai Penting Jadikan Bisnis Koperasi Makin Maju dan Aman Bagi Masyarakat
Revisi UU Perkoperasian penting dilakukan sebagai upaya menghadirkan ekosistem bisnis koperasi yang dinamis.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revisi Undang-undang (UU) Perkoperasian penting dilakukan sebagai upaya menghadirkan ekosistem bisnis koperasi yang dinamis, adaptif, dan akomodatif bagi kebutuhan anggota dan masyarakat.
Tanpa adanya regulasi yang memadai koperasi khususnya simpan pinjam maka dikhawatirkan akan menjelma menjadi shadow banking yang berbahaya bagi masyararakat ditambah dengan tekanan suku bunga yang cukup tinggi dan iklim usaha yang tidak kondusif.
Bagaimana seharusnya meregulasi koperasi di indonesia dalam hal pengawasan?
Deputi Bidang Perkoperasian KemenKop UKM, Ahmad Zabadi, mengatakan putusan MK yang membatalkan UU Perkoperasian Nomor 17 tahun 2012.
Baca juga: Waspada, Ratusan Perusahaan Pinjol Gunakan Koperasi untuk Kedok Gaet Nasabah
Dimana dalam salah satu amar putusannya memerintahkan pada seluruh pihak terutama pemerintah dan DPR untuk segera menerbitkan UU Perkoperasian baru.
"Baik pemerintah maupun DPR dengan posisi yang sama harus berkewajiban menghormati dan mentaati putusan MK. Karena kami berharap dukungan dari DPR (tidak tahun ini) tapi kami berharap tahun 2023, RUU Perkoperasian diprioritaskan untuk mendapat kesempatan pembahasan," kata Zabadi.
Hal ini disampaikan dalam sebuah dialog dengan tema "Koperasi Menjelma Shadow Banking" di salah satu stasiun TV Swasta, Selasa (11/9/2022).
Apa yang menjadi urgensi?
"Kita ingin membangun ekosistem lembaga koperasi yang kokoh dan solid. Sebagai kita ketahui perbankan hari ini juga memiliki instrumen ekosistem yang kokoh sehingga dihantam badai apapun saat ini masih tetap bisa stabil dan memberikan rasa keamanan dan kenyamanan serta kepastian bagi para nasabah," ujar Zabadi.
Ia memberikan contoh, yang menjadi isu topik hangat ada 8 Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang bermasalah secara keuangan.
Memang perlu mendapatkan perlindungan yang equal dimana misalnya di bank ada LPS tentu juga dikoperasi ada LPS karena menyangkut dari jumlah anggota koperasi 24 juta dan tidak sedikit ratusan trillun dana dikelola disana.
Soal koperasi seperti apa yang layak menjadi peserta LPS? Dan memang menjadi kekhawatiran dan beban sebagian koperasi.
"Memang kita tidak ingin arahkan terutama untuk LPS bagi koperasi -koperasi yang kualifikasi 1 dan 2," ungkapnya.
Seperti diketahui untuk pembagian kelompok koperasi terdiri dari 4 kualifasi yang nilai dari jumlah anggota, modal dan aset.