Keterangan Berbeda Ferdy Sambo Vs Bharada E akan Diuji saat Sidang Perdana Besok di PN Jaksel
Persidangan besok akan mengungkap kebenaran argumen antara tersangka utama Ferdy Sambo (FS) dengan tersangka Bharada Richard Eliezer.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang perdana kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J akan dilaksanakan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022) besok.
Persidangan akan mengungkap kebenaran argumen antara tersangka utama Ferdy Sambo (FS) dengan tersangka Bharada Richard Eliezer (RE) atau Bharada E sebagai eksekutor perihal perintah tembak.
Baca juga: KY Pastikan 2 Tim Pemantau Selalu Hadir Selama Persidangan Ferdy Sambo Cs di PN Jakarta Selatan
Kuasa Hukum Ferdy Sambo, Febri Diansyah mengatakan bahwa Ferdy Sambo tidak pernah memerintahkan Bharada Richard Eliezer untuk membunuh Brigadir J.
Menurut Febri, dari berkas dakwaan yang didapatkan pihaknya dari kejaksaan, Ferdy Sambo meminta Bharada Richard Eliezer untuk menghajar Brigadir J, bukan menembaknya.
"FS memerintahkan 'Hajar Chard', tapi yang terjadi justru penembakan terhadap Brigadir J," ujar Febri dikutip, Sabtu (15/10/2022).
Mantan Juru Bicara KPK tersebut menyebut kliennya seketika menjadi panik saat RE membuat Brigadir J tewas.
"FS panik saat Richard justru menembak Brigadir J dan sempat juga memerintahkan ajudannya untuk memanggil ambulans setelah penembakan terjadi," ungkap Febri.
Baca juga: PN Jakarta Selatan Imbau Masyarakat Tak Hadir Langsung Saat Sidang Ferdy Sambo Cs, Ini Alasannya
Setelah kejadian tersebut, Ferdy Sambo lalu menjemput istrinya Putri Candrawati yang berada di kamar lantai dua rumah di Duren Tiga.
Kemudian Ferdy Sambo mendekap wajah istrinya, agar tidak melihat peristiwa yang terjadi di lantai bawah.
Febri mengungkapkan FS sangat emosional seusai mendengar pengakuan istrinya Putri Candrawati yang mendapat perlakuan kekerasan seksual oleh Brigadir J di rumah singgah di Magelang, Jawa Tengah.
"Kemudian memerintahkan Bripka RR mengantar Putri Candrawathi ke rumah Saguling. Ini adalah fase pertama rangkaian peristiwa," ucap Febri.
Febri juga menjelaskan, bahwa Bharada Richard dan Bripka Ricky Rizal melihat kondisi Ferdy Sambo yang emosional dan menangis kala itu.
Dia menyebut tujuan awal FS dari rumah Saguling adalah pergi main badminton, namun secara tiba-tiba FS menyuruh sopir untuk mundur sesaat setelah melewati rumah Duren Tiga.
Febri menegaskan perintah FS kepada Bharada Richard Eliezer saat kejadian itu menurut berkas dakwaan Jaksa adalah 'Hajar Chard'.
"Namun yang terjadi adalah penembakan pada saat itu," imbuhnya.
Baca juga: Brigjen Andi Rian Djajadi, Kepala Tim Penyidik Kasus Ferdy Sambo Cs Dipromosikan Jadi Kapolda Kalsel
Kuasa hukum Bharada Richard Eliezer, Ronny Talapessy membantah keras pernyataan pengacara Ferdy Sambo yang menyatakan kliennya diperintah hajar bukan tembak.
Menurut dia, perintah yang diungkap Ferdy Sambo lewat kuasa hukumnya itu sebenarnya bukan soal baru.
Bahkan dalam rekonstruksi pun terdapat perbedaan antara Ferdy Sambo dan Bharada E.
"Perbedaan keterangan Ferdy Sambo itu wajar, sebab itu adalah pembelaan agar pelaku lepas dari hukuman yang didakwakan kepadanya," ucap Ronny.
Ronny mengungkapkan, keterangan dari kliennya masih konsisten hingga saat ini.
Bharada E, tegas dia, diperintah oleh Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J bukan menghajar.
"Keterangan tersebut akan diuji saat persidangan termasuk keterangan Ferdy Sambo yang kerap berubah-ubah sejak awal kasus," tutur Ronny.
Ronny menegaskan, pihaknya sudah menyiapkan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Ferdy Sambo adalah dalang dari pembunuhan berencana Brigadir J.
Baca juga: Ferdi Sambo Langsung Marah Dengar Pengakuan Putri Candrawathi Pahanya Diraba Brigadir J
Mengacu Pernyataan Kapolri
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah memberikan keterangan resmi bahwa FS memerintahkan BE untuk menembak Brigadir J di rumah Duren Tiga.
Menurut Kapolri, Ferdy Sambo dikenai pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
Bila ditelusuri pasal tersebut berbunyi "Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun."
Jenderal Listyo juga mengatakan Ferdy Sambo menggunakan senjata yang dipakai Brigadir J untuk ditembak ke dinding, motifnya ialah merekayasa kejadian tembak-menembak antara polisi.
"Untuk membuat seolah telah terjadi tembak menembak FS lakukan penembakan dengan senjata saudara J ke dinding untuk membuat kesan sudah terjadi tembak menembak," kata Kapolri.
"Tim Khusus menemukan bahwa peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J yang menyebabakan J meninggal dunia. Bharada RE menembak atas perintah FS," ujarnya. (Tribun Network/Reynas Abdila)