6 Parpol Tak Lolos Pendaftaran Calon Peserta Pemilu 2024 Buat Gerakan Lawan Politik Genosida
6 partai politik yang tidak lolos pendaftaran calon peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 membuat gerakan bertajuk 'Melawan Political Genocide'.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Enam partai politik (parpol) yang tidak lolos pendaftaran calon peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 membuat gerakan bertajuk 'Melawan Political Genocide'.
Perlawanan ini dideklarasikan lantaran pihaknya menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republikk Indonesia (RI) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI bersikap tidak adil.
Adapun, keenam parpol itu di ialah, Partai Perkasa, Partai Masyumi, Partai PANDAI, Partai Pemersatu Bangsa, Partai Kedaulatan, dan Partai Reformasi.
"KPU dan Bawaslu telah melakukan kegiatan yang kami sebut sebagai 'Political Genocide' secara terstruktur, masif, dan sistematis," kata Ketua Umum Partai Masyumi, Ahmad Yani dalam keterangan tertulis, Selasa (18/10/2022).
Deklarasi ini, lanjut Ahmad Yani, berangkat dari pemikiran ihwal KPU RI sebagai penyelenggara Pemilu 2024 dan Bawaslu RI sebagai badan pengawas Pemilu 2024 telah melakukan tindakan yang tidak jujur dan tidak adil.
Baca juga: Tak Lolos Jadi Peserta Pemilu 2024, Enam Partai Ini Bentuk Gerakan Bernama GMPG
“Dimulai dengan perampasan hak konstitusional partai politik yang telah mendaftar secara resmi untuk menjadi peserta Pemilu 2024," katanya.
Ahmad Yani merasa KPU sebagai pihak penyelenggara kontestasi politik justru menghambat parpol dalam melakukan pendaftaran Pemilu 2024.
Dia menjelaskan, Parpol yang telah berbadan hukum dan ingin menjadi partai peserta Pemilu 2024 wajib mendaftarkan diri ke KPU RI sebagaimana ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Namun pihaknya menyanyangkan, pendaftaran itu dihambat oleh sitem yang digunakan KPU, yakni melalui Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
Baca juga: Koalisi Partai Amanat Nasional di Pemilu 2019: Bersama Gerindra, PKS hingga Partai Berkarya
Padahal, tambah Ahmad Yani, Sipol tersebut tidak tertera dalam UU Nomor 7 Tahun 2017.
"Akan tetapi dalam pelaksanaanya dihambat oleh Sistem Informasi Parpol (SIPOL) KPU yang tidak diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan hanya bersumber pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2022," ujarnya.
Ahmad Yani menegaskan seharusnya Sipol yang dibuat KPU tidak mengikat parpol calon peserta pemilu.
Menurutnya aturan itu menghalangi hak politik parpol
"Karena KPU adalah pelaksana norma hukum bukan pembuat norma hukum, maka Sipol KPU sebagai bentuk diskresioner KPU tidak bisa dijadikan Norma yang mengikat parpol calon peserta pemilu yang kemudian bisa menghalangi hak parpol utk menjadi peserta pemilu," kata dia.
"Terlebih lagi hal tersebut dilakukan KPU dalam tahap pendaftaran parpol dan bahkan tidak diberi berita acara pendaftarannya," ujarnya.