Gangguan Ginjal Akut Dipastikan Bukan karena Covid-19, Vaksinasi, dan Imunisasi Rutin
Pemerintah menduga gangguan ginjal akut akibat adanya cemaran senyawa kimia pada obat tertentu yang saat ini sebagian sudah teridentifikasi.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) memastikan, tidak ada kaitan antara gangguan ginjal akut (GGA) misterius pada anak yang terjadi di Indonesia dengan Covid-19, vaksinasi Covid-19, maupun imunisasi rutin.
“Jadi kasus GGA bukan disebabkan oleh Covid-19, vaksinasi Covid-19 atau imunisasi rutin,” kata juru bicara Kementerian kesehatan dr Mohammad Syahril dalam konferensi pers, Rabu (25/10/2022).
Ia menjelaskan, kasus GGA terjadi setiap tahunnya. Namun demikian, jumlahnya kecil yakni 1-2 kasus setiap bulan.
Baca juga: Gangguan Ginjal Akut Dikaitkan Cemaran Obat Sirup Ternyata Bukan Kasus Baru
Kasus GGA baru menjadi perhatian pemerintah setelah terjadi lonjakan pada bulan Agustus dengan jumlah kasus lebih dari 35 kasus.
"Sama halnya seperti kasus hepatitis akut yang tiba-tiba juga melonjak kasusnya walau setiap tahunnya ada,” tambah dr. Syahril
Pihaknya mengungkap, alasan adanya lonjakan kasus GGA.
Pemerintah menduga akibat adanya cemaran senyawa kimia pada obat tertentu yang saat ini sebagian sudah teridentifikasi.
Kementerian Kesehatan bergerak cepat disamping melakukan surveilans atau penyelidikan epidemiologi, terus melakukan penelitian untuk mencari sebab sebab terjadinya GGA.
Diantaranya sudah menyingkirkan kasus yang disebabkan infeksi, dehidrasi berat, oleh perdarahan berat termasuk keracunan makanan minuman.
Dan dengan upaya itu Kemenkes bersama IDAI dan profesi terkait telah menjurus kepada salah satu penyebab yaitu adanya keracunan atau intoksikasi obat.
Update Kasus Ada 251 Kasus, 80 Persen Ada di Jakarta
Hingga Senin (24/10) terdapat 251 kasus gagal ginjal akut yang berasal dari 26 provinsi.
Sekitar 80 persen kasus terjadi di DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatera Barat, Bali, Banten, dan Sumatera Utara. Persentase angka kematian ada di 56 persen atau sebanyak 143 kasus. Penambahan 6 kasus, termasuk 2 kematian, yang dilaporkan bukanlah kasus baru.
“Kasus yang dilaporkan tersebut dalah kasus lama yang terjadi di bulan September dan awal Oktober yang baru dilaporkan pada Senin. Sejak 22 Oktober hingga Senin tidak ada lagi kasus baru,” ujarnya.
“Walau tidak ada penambahan kasus baru, pemerintah tetap waspada dan mengambil langkah-langkah pencegahan lanjutan,” kata dr Syahril.