DAFTAR Jenderal yang Eksepsinya Pernah Ditolak saat Diadili, dari Kasus Pembunuhan hingga Korupsi
Sebagai seorang Jenderal, Ferdy Sambo diduga dengan sengaja menggunakan kekuasaannya untuk mengajak para ajudannya menghabisi nyawa Brigadir J.
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Belakangan ini publik tengah menyoroti beberapa aparat penegak hukum yang malah terjerat kasus hukum.
Terbaru, publik saat ini sedang ramai menyoroti kasus eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo soal dugaan pembunuhan anak buahnya, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Sebagai seorang Jenderal, Ferdy Sambo diduga dengan sengaja menggunakan kekuasaannya untuk mengajak para ajudannya menghabisi nyawa Brigadir J.
Hingga saat ini, proses peradilan kasus dugaan pembunuhan berencana masih terus berlanjut.
Mengutip tayangan Kompas Tv, hari ini, Rabu (26/10/2022) sidang putusan sela Ferdy Sambo digelar.
Sidang ini membahas nota keberatan atau eksepsi yang diajukan Ferdy Sambo melalui kuasa hukumnya.
Dan pada akhirnya, Majelis Hakim memutuskan bahwa eksepsi Ferdy Sambo, ditolak.
Baca juga: Anak Buah Mengaku Lihat AKP Irfan Dirangkul Kombes Agus Sembari Tunjuk CCTV Dekat Rumah Ferdy Sambo
Selain Ferdy Sambo, beberapa jenderal lainnya juga terjerat kasus hukum.
Mereka juga pernah mengajukan eksepsi, namun pada akhirnya juga ditolak.
Irjen Napoleon Bonaparte
Seorang jenderal, Irjen Napoleon Bonaparte juga pernah terjerat kasus hukum.
Mengutip Kompas.com, Adapun kasusnya adalah kasus penganiayaan pada M Kece.
Dalam persidangan, Napoleon sempat mengajukan nota keberatan atau eksepsi terkait dakwaannya.
Namun, Majelis Hakim menolak eksepsi Napoleon yang diajukan oleh kuasa hukumnya.
Lebih lanjut, majelis hakim memutuskan proses peradilan perkaranya ini tetap dilanjutkan.
Hakim Ketua Djuyamto menjelaskan, para hakim tidak sepakat dengan alasan eksepsi yang diajukan Napoleon.
Dalam eksepsi tersebut, tim kuasa hukum Napoleon menyebut bahwa dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tidak lengkap.
Adapun alasannya karena dakwaan tersebut tidak memasukan tiga surat yang dibuat Kece.
Surat itu adalah permohonan maaf pada umat Islam, surat perjanjian damai dengan Napoleon dan surat pencabutan laporan penganiayaan yang ditujukan untuk Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Baca juga: Anak Buah Mengaku Lihat AKP Irfan Dirangkul Kombes Agus Sembari Tunjuk CCTV Dekat Rumah Ferdy Sambo
Sementara itu, menurut Djuyamto, dakwaan jaksa telah memenuhi syarat formil dan materiil.
Sedangkan tiga surat yang dimaksud kuasa hukum Napoleon itu dirasa tidak berbicara tentang pokok perkara.
“Jadi bukan mengenai fakta tentang pengeroyokan atau penganiayaan itu sendiri,” kata Djuyamto.
Dengan ditolaknya eksepsi ini, maka pemeriksaan perkara harus dilanjutkan.
“Menimbang oleh karena keberatan penasihat hukum terdakwa ditolak maka pemeriksaan perkara harus dilanjutkan,” jelas Djuyamto.
Dalam perkara ini, Napoleon didakwa melakukan penganiayaan pada Kece di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri pada 27 Agustus 2021.
Tindakan itu dilakukan Napoleon bersama empat tahanan lain yakni Dedy Wahyudi, Djafar Hamzah, Himawan Prasetyo dan Harmeniko.
Adapun kejadiannya yakni bermula saat Kece ditahan terkait kasus penistaan agama.
Napoleon yang pada waktu itu tengah bersama empat orang tahanan lainnya, kemudian mendatangi kamar Kece.
Ia lantas melakukan serangkaian tindakan mulai dari pemukulan hingga melumuri kotoran manusia.
Napoleon terjerat Pasal 170 Ayat (2) ke-1, Pasal 170 Ayat (1) KUHP dan dakwaan subsider Pasal 351 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara.
Baca juga: Irjen Napoleon Bonaparte Sindir AKBP Jerry Raymond Siagian: Saya Tidak Ada Tuh Pembelaan dari Polri
Irjen Pol Djoko Susilo
Mengutip Kompas.com, Eks Gubernur Akademi Kepolisian, Djoko Susilo didakwa melakukan tindak pidana korupsi proyek simulator ujian SIM di Korlantas Polri tahun anggaran 2011.
Dari tindakannya itu, Djoko Susilo didakwa menerima keuntungan dari pengadaan proyek tersebut sebesar Rp 32 miliar.
Data dari KPK, kerugian negara akibat pengadaan proyek ini sekitar Rp 144,9 miliar.
Sementara itu, menurut hasil perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan, nilai kerugian negara mencapai Rp 121,3 miliar.
Selain itu, ia juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menyamarkan hartanya yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.
Baca juga: Napoleon Bonaparte Divonis 5,5 Bulan Penjara: Mujahid Bela Agama Dihukum, Bentuk Kedzaliman Hakim
dalam sidangnya, Djoko Susilo meengajukan eksepsi.
Namun pada akhirnya eksepsi itu juga ditolak Majels Hakim.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto menilai, eksepsi tim pengacara Djoko Susilo tidak memuat hal-hal yang substantif.
Menurut Bambang, pemaparan tim pengacara Djoko sudah di luar lingkup eksepsi yang diatur undang-undang.
"Sepanjang yang saya ikuti dari kantor, kami tidak melihat hal-hal yang substantif dan fundamental dalam nota keberatan yang diajukan penasihat hukum karena di luar lingkup eksepsi seperti tersebut dalam pasal 143 ayat (2) KUHAP," kata Bambang, Selasa (30/4/2013) dikutip dari Kompas.com.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)(Kompas.com/Dian Maharani/Icha Rastika)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.