Berkaca pada Kasus Syahril Japarin, Kriminalisasi Direksi BUMN Dinilai Jangan Sampai Terulang
Webinar itu membedah kasus terhadap kasus dugaan korupsi yang menimpa eks Direktur Utama Perum Perindo Syahril Japarin.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program Pasca Sarjana Universitas Jayabaya menggelar webinar online bertema "Mencegah Kriminalisasi Direksi BUMN" belum lama ini.
Webinar itu membedah kasus terhadap kasus dugaan korupsi yang menimpa eks Direktur Utama Perum Perindo Syahril Japarin.
Syahril divonis 8 tahun penjara dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan Perum Perindo tahun 2016-2019 oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Baca juga: Bacakan Pleidoi, Eks Dirut Perum Perindo Syahril Japarin Minta Hakim Putus Bebas
Eks kuasa hukum Syahril, Muhammad Rudjito, yang menjadi narasumber dalam webinar ini menyatakan, berdasarkan pengalamannya membela eks Dirut Perum Perindo itu, memang tidak mudah bagi direksi melakukan pencegahan terhadap dugaan penyimpangan yang dilakukan bawahan atau anak buah.
Syahril, tersangkut kasus karena menerbitkan Medium Term Note (MTN) atau surat utang jangka menengah.
Padahal, Rudjito mengklaim, hal itu merupakan itikad baik Syahril untuk mengembangkan Perum Perindo sebagai temasek perikanan di Indonesia.
"Beliau sudah berupaya maksimal bagaimana membuat MTN dan fasilitas kredit lainnya, yang dipergunakan untuk keperluan Perindo, agar koperasi Perindo bisa berkembang, tidak macet sebagaimana yang dialami pengurus-pengurus sebelumnya," ujarnya.
Namun posisinya sebagai Dirut Perum Perindo, membuatnya harus ikut masuk dalam pusaran kasus korupsi tersebut.
Rudjito menyebut, dalam dakwaan, jaksa selalu menyebut bahwa Syahril merupakan penanggungjawab penuh atas pembinaan, pengelolaan, pengendalian operasi pemasaran, administrasi, dan keuangan Perum Perindo.
"Jaksa hanya menumpukan pada posisi Pak SJ sebagai itu tadi, untuk menyatakan bahwa dia terlibat tindak pidana korupsi bersama terdakwa-terdakwa lain," bebernya.
Faktanya, kata dia, Syahril menerbitkan dan menandatangani MTN, berdasarkan surat persetujuan dewan pengawas, serta persetujuan dari Kementerian BUMN atas penerbitan dan penggunaan dana MTN pada tahun anggaran 2017, pada masa Syahril menjabat Dirut.
"Oleh karena itu, apabila pemegang saham, dalam hal ini Kementerian BUMN, sudah menyetujui, seharusnya tidak ada masalah dari sisi pak Syahril," ujar Rudjito.
Persoalannya, kata dia, ada pada eksekutornya, yakni strategic business unit di Perum Perindo.
"Dana-dana itu telah dipergunakan oleh SBU di Perum Perindo, dengan tidak benar. Tapi itu terjadi setelah pak Syahril sudah tidak menjabat Dirut. Itu dikonfirmasi Laporan Kepatuhan BPK yang menyebut kerugian terjadi pasca pak Syahril tidak menjabat," ungkapnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.