Berkaca pada Kasus Syahril Japarin, Kriminalisasi Direksi BUMN Dinilai Jangan Sampai Terulang
Webinar itu membedah kasus terhadap kasus dugaan korupsi yang menimpa eks Direktur Utama Perum Perindo Syahril Japarin.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
"Saya pikir pokok persoalannya di situ. Ketika pak Syahril menjabat sebagai Dirut, membuat kebijakan, menerbitkan MTN, kemudian ternyata eksekusinya pasca pak Syahril tidak menjabat dipergunakan untuk hal-hal yang diduga merugikan keuangan negara," tandasnya.
Observer persidangan dari Sequoia Associate, Agust Saputra Doloksaribu, mengatakan berdasarkan fakta persidangan, hampir seluruh saksi, kecuali satu orang, baik dari internal maupun eksternal Perum Perindo, menyatakan betapa tingginya integritas Syahril dalam memimpin Perum Perindo.
"Keuntungan perusahaan sangat signifikan di bawah kepemimpinannya," tuturnya.
Agust menambahkan, tiga dakwaan yang ditimpakan jaksa kepada Syahril dinilai tidak terbukti.
Karena itu, jika diperkenankan memberikan uraian yang objektif, dengan adagium pidana dimana apabila salah satu unsur dakwaan terbantahkan, maka demi hukum terdakwa harus dibebaskan atau dilepaskan.
"Demikianlah SJ (Syahril Japarin) sepatutnya diperlakukan dalam perkara ini," ucap Agust.
Mantan Hakim Pengadilan Tipikor Sofialdi mengungkapkan, berdasarkan Laporan Audit Investigatif BPK tahun 2017-2018 secara gamblang sudah menyatakan, perbuatan yang merugikan keuangan negara terjadi setelah Syahril tidak menjabat sebagai Dirut Perum Perindo.
Syahril hanya menjabat selama Januari 2016 sampai Desember 2017. Sehingga dengan demikian, kata Sofialdi, kesalahan yang ada ketika dia tidak lagi menjabat tidak bisa lagi dibebankan kepadanya.
"Terlihat majelis hakim telah mengesampingkan Tempus delicti atau waktu tindak pidana dilakukan, juga mengabaikan fakta-fakta persidangan dari saksi-saksi yang dihadirkan JPU dan penasehat hukum. Direksi hanya bertanggungjawab sampai akhir masa jabatannya. Setelah digantikan, maka tanggung jawab ada pada yang menggantikan," katanya.
Sementara Ahli Hukum Pidana dari Universitas Al-Azhar, Supardji Ahmad, menyatakan ada indikasi-indikasi kriminalisasi dalam kasus yang menimpa beberapa Direksi BUMN, termasuk Syahril.
"Itu salah satu fakta yang tak bisa dipungkiri. Persoalannya adalah apa yang menyebabkan terjadinya kriminalisasi itu?" tuturnya.
Berdasarkan pengamatannya, Supardji menyebut, pertama, soal regulasi yang tidak sinkron.
"Berbagai regulasi itu membuat BUMN berada dalam posisi dilematis. Pada satu sisi dituntut produktif sebagai entitas bisnis pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat, tapi di sisi lain ada jeratan-jeratan tindak pidana korupsi," ungkapnya.
Penyebab kedua, adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan keuangan BUMN adalah keuangan negara yang dikelola dengan prinsip business judgement rules.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.