UMP 2023 Akan Diumumkan 21 November, Buruh Ancam Mogok Nasional Jika Upah Tak Naik 13 Persen
Buruh yang tergabung dalam Partai Buruh dan KSPI berencana menggelar mogok nasional pada Desember mendatang jika upah tidak naik 13 persen.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah akan mengumumkan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 pada November ini.
Menyikapi hal tersebut, buruh yang tergabung dalam Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berencana menggelar mogok nasional pada Desember mendatang jika upah tidak naik 13 persen.
Hal tersebut diungkapkan saat massa buruh berdemo di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan pada Jumat (4/11/2022) lalu.
Ada empat tuntutan yang dibawa buruh.
Dua di antaranya yakni kenaikan UMK 2023 sebesar 13 persen dan menolak UU Cipta Kerja.
"Kita akan mogok nasional bilamana perjuangannya Partai Buruh dan organisasi buruhnya tidak didengarkan,"
tegas presiden Partai Buruh Said Iqbal.
Baca juga: Kemnaker akan Umumkan Kenaikan UMP 2023 pada 21 November 2022
"Seruan kita hanya satu, apa?" teriak Iqbal.
"Mogok nasional!" sahut massa aksi secara serempak.
Said menjelaskan alasan buruh meminta kenaikan upah 13 persen didasari pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Ia menerangkan dasar tuntutan kenaikan upah ini adalah inflasi pada Januari-Desember yang diperkirakan sebesar 6,5 persen.
"Nah sikap kami kepada pemerintah adalah prinsipnya tidak boleh lebih dari inflasi (6,5 persen) dan harus ditambah dengan pertumbuhan ekonomi, memang belum bisa dihitung," kata Said.
Mengenai pertumbuhan ekonomi, prediksi Litbang Partai Buruh sebesar 4,9 persen.
Baca juga: Data UMP Jawa Barat dalam Kurun Waktu 5 Tahun Terakhir, Ini Perbandingannya dengan 34 Provinsi Lain
"Jika jumlah, nilainya 11,4 persen Kami tambahkan alfa untuk daya beli sebesar 1,6 persen. Sehingga kenaikan upah yang kami minta adalah 13 persen," ujar Said Iqbal.
Selain itu, kata Said, buruh juga menolak omnibus law UU Cipta kerja untuk dibahas kembali.
Ia menilai UU itu sudah secara nyata merugikan kaum buruh.
Dia pun optimis Presiden Joko Widodo akan mengeluarkan Perppu untuk membatalkan omnibus law.
"Saya berkeyakinan presiden akan mengeluarkan Perppu karena ini sudah dekat tahun politik, DPR sudah enggak peduli yang begini begini," jelasnya.
"Presiden akan mendengarkan dari pihak buruh dan organisasi lainnya dan juga akan mendengarkan
dari pihak pengusaha. Kami berkeyakinan usulan buruh akan dikabulkan Presiden."
Kaum buruh akan memberi waktu selama satu minggu kepada pemerintah terkait poin tuntutan tersebut.
Jika tuntutan itu tidak direalisasikan, mereka mengancam akan melakukan mogok nasional.
Baca juga: Penetapan Upah Minimum 2023 Akan Diumumkan 21 November, Cek Daftar UMP DIY Tahun 2018-2022
"Partai buruh dan KSPI memberi waktu satu minggu ke depan, bilamana tidak ada kejelasan terkait upah minimum, apalagi bahasannya soal PHK, kita geruduk itu kantor asosiasi tekstil, kalau perlu kita bikin tenda di sana," tegasnya.
"Kita akan mogok nasional pertengahan Desember apabila perjuangan partai butuh dan organisasi buruh tidak didengarkan."
Pemerintah rencananya akan menetapkan upah minimum 2023 pada November ini.
Namun, kabarnya upah minimum tahun 2023 tidak akan naik sampai 13%.
Bahkan, kemungkinan hanya 1-2 persen.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memastikan ada kenaikan pada upah minimum provinsi (UMP) 2023.
Hanya saja, besarannya masih dirahasiakan.
"Ada beberapa (persen kenaikannya)," kata Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam acara Festival Pelatihan Vokasi, Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Minggu (30/10/2022).
Ida mengatakan Kemnaker tengah mempertimbangkan aspirasi para buruh yang menuntut agar upah 2023 naik setelah tidak mengalami kenaikan dalam tiga tahun terakhir.
Kemnaker melalui Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) Indah Anggoro Putri telah menjalin komunikasi dengan kaum buruh untuk memfinalkan besaran kenaikan upah minimum 2023.
"Saya sudah minta ke Bu Dirjen untuk mendengarkan aspirasi para buruh, sekarang dalam proses memfinalisasi pandangan dari aspirasi tersebut," terang dia.
Dirjen PHI dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri menuturkan besaran kenaikan UMP akan disesuaikan dengan data inflasi yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).
"Masih menunggu data BPS," kata Indah seraya memastikan besaran UMP nantinya akan diumumkan pada 21 November ini.
Ekonom Celios Bhima Yudhistira menilai wajar jika pekerja/buruh menuntut kenaikan 13 persen karena efek inflasi yang tinggi masih terjadi pada 2023.
Ia menjelaskan tuntutan pekerja juga mengingatkan kembali kalau sebelum UU Cipta Kerja, ada PP 78/2015 di
mana kenaikan upah mempertimbangkan laju inflasi dan rata-rata pertumbuhan ekonomi.
"Sekarang data inflasi 5,7 persen year on year ditambah pertumbuhan ekonomi 5 persen. Itu artinya upah berkisar kenaikan 10,7 persen," terang Bhima.
Masalahnya, dengan UU Cipta Kerja, pengupahan ini makin tidak berpihak ke pekerja.
"Sudah jaring pengaman sosial dari pemerintah kecil, ditambah kenaikan upah di bawah inflasi. Jadi, idealnya masalah upah dikembalikan lagi ke formulasi PP 78/2015 minimum naik 10,5 persen tahun depan paling tidak bisa mengcover daya beli dari gerusan inflasi dan ketidakpastian daya beli," lanjutnya.
Jika upah buruh berada di bawah inflasi seperti 2022, maka daya beli kelas masyarakat rentan jatuh.
Ujung-ujungnya hal tersebut akan merugikan pengusaha karena permintaan barang domestik bisa turun.
Selain itu, ia menilai kenaikan UMP tak akan memberatkan pelaku usaha. Sebab, mengacu pada pasal 24 ayat (1) PP 36/2021 menyebut bahwa upah minimum hanya berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun.
Sementara, upah bagi pekerja dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih harus berpedoman pada struktur dan skala upah yang wajib disusun dan diterapkan oleh perusahaan.
"Karena sifatnya upah minimum sebenarnya hanya melindungi pekerja yang baru masuk ya, jadi bukan berarti semua pekerja upahnya naik setara kenaikan UMP," katanya. (tribun network/ras/fal/dod)