Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kamaruddin Simanjuntak Serahkan Bukti Baru Usut Laporan Pemalsuan Akta Kelahiran di Bareskrim

Jadi Kuasa Hukum Freddy Widjaja, Kamaruddin Simanjuntak serahkan bukti baru usut laporan Pemalsuan Akta Kelahiran.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Kamaruddin Simanjuntak Serahkan Bukti Baru Usut Laporan Pemalsuan Akta Kelahiran di Bareskrim
Tribunnews.com/Igman Ibrahim
Freddy Widjaja, anak pendiri Sinarmas Group Eka Tjipta Widjaja menyerahkan barang bukti baru dalam kasus dugaan pemalsuan akta kelahiran oleh tiga saudara tirinya kepada Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Senin (7/11/2022). Penyerahan barang bukti itu dilakukan oleh Kuasa Hukum Freddy, Kamaruddin Simanjuntak. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Freddy Widjaja, anak pendiri Sinarmas Group Eka Tjipta Widjaja menyerahkan barang bukti baru dalam kasus dugaan pemalsuan akta kelahiran oleh tiga saudara tirinya kepada Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Senin (7/11/2022).

Penyerahan barang bukti itu dilakukan oleh Kuasa Hukum Freddy, Kamaruddin Simanjuntak.

Adapun Kamaruddin Simanjuntak yang juga kuasa hukum Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J merupakan pengacara baru yang ditunjuk Freddy.

Menurut Kamaruddin Simanjuntak, penyerahan bukti baru agar perkara yang dihentikan polisi tersebut kembali dibuka. 

"Hari ini kami datang kembali bersama klien saya, berdasarkan surat kuasa yang diserahkan kepada saya dan rekan saya Martin Lukas, meminta membuka kembali perkara ini dan kami melampirkan bukti-bukti baru atau novum," kata Kamaruddin Simanjuntak di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (7/11/2022).

Baca juga: Bareskrim Tegaskan Masih Selidiki Dugaan Kasus Penggelapan Dua Bos Sinarmas

Kamaruddin Simanjuntak menyatakan bahwa barang bukti yang diserahkan berupa akta kelahiran terlapor, akta yang terdaftar di kantor pendudukan dan pencatatan sipil (dukcapil) yang tidak digunakan terlapor, malah menggunakan akta-akta lain yang tidak sah atau tidak terdaftar. 

Selain itu, kata Kamaruddin Simanjuntak, bukti ketiga terlapor bukan warga negara Indonesia (WNI) atau tidak terdaftar sebagai WNI. 

BERITA TERKAIT

"Perlu diketahui bahwa di zaman orde baru itu warga-warga negara asing itu harus dinaturalisasi, harus terdaftar sebagai warga negara Indonesia, itu juga kami jadikan sebagai bukti," ungkap Kamaruddin Simanjuntak

Lebih lanjut, Kamaruddin menyatakan dirinya juga membawa bukti keterangan dari ahli hukum soal kasus yang dilayangkan kliennya termasuk pidana murni.

Hal itu guna meluruskan pendapat Bareskrim Polri yang menyebut kasus bukan termasuk pidana. 

"Penyidik kita ingatkan, jangan gara-gara penyidik berpendapat bahwa pemalsuan akta autentik dan atau menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik bukan merupakan peristiwa pidana, nanti masyarakat jadi heboh semua, memalsukan semua kan bahaya negara ini," jelas Kamaruddin. 

Di sisi lain, Kamaruddin menambahkan pihaknya menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan ( SP2HP) dari penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri beberapa waktu lalu. 

Menurutnya, isi SP2HP itu berkaitan penghentian laporan kliennya. Kini, dia berharap Polri kembali membuka perkara tersebut. 

"Indonesia adalah negara hukum, maka kejahatan terhadap pemalsuan atau dugaan pemalsuan akta autentik yaitu akta negara atau akta amtenar harus diusut dong, karena mengakibatkan kerugian bagi klien saya," jelas Kamaruddin. 

Baca juga: Bareskrim Sudah Periksa 21 Saksi Terkait Kasus Dugaan Penggelapan Dua Bos Sinarmas

Di siai lain, dia juga menyesalkan pihak kepolisian tidak memfasilitasi restorative justice terhadap kliennya dan tiga terlapor. Begitu pula pihak terlapor tidak ada iktikad baik untuk berdamai. 

Padahal, kata dia, Freddy Widjaja membuka peluang untuk berdamai.  

"Oleh karena itu kami minta kepada penyidik, tangkap, tahan. Jangan kalau warga negara biasa misalnya mohon maaf maksudnya tidak kuat dua-duanya ditangkapi karena bukan pemalsuan," tukas Kamaruddin. 

Diberitakan sebelumnya, Bareskrim Polri melakukan gelar perkara terkait kasus dugaan pemalsuan akta kelahiran tiga anak pendiri Sinar Mas Group. 

Adapun laporan itu didaftarkan oleh Freddy Widjaja dengan nomor LP/B/0705/XI/2021/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 24 November 2021.

Tiga terlapor di kasus itu adalah Indra Widjaja, Muktar Widjaja dan Franky Oesman Widjajake.

"Gelar perkara mengenai laporan dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan atau pemalsuan akta otentik dan atau menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik," kata Freddy Widjaja dalam keterangan tertulis, Sabtu (17/9/2022).

Dalam laporan tersebut tiga anak pendiri Sinar Mas Group diduga melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 jo Pasal 264 ayat 1 dan 2 jo Pasal 266 ayat 1 dan 2 KUHP.

Freddy mengharapkan penyidik Bareskrim Polri dapat segera meningkatkan status perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan seusai gelar perkara tersebut.

"Agar ketiga terlapor bisa dijadikan tersangka karena dengan sengaja menggunakan akta lahir atas nama Oei Pheng Lian (Indra Widjaja) dan Oei Jong Nian (Franky Oesman Widjaja) yang diduga palsu," jelasnya.

Dijelaskan Freddy, dugaan akta kelahiran palsu itu dibuat terlapor sebagai bukti untuk pengajuan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 36/PDT.P/2020/PN.JKT.PST guna membatalkan status anak Freddy Widjaja.

Menurut Freddy, akta lahir itu tidak tercatat di buku Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Makassar. Namum, akta itu dipakai sebagai bukti lampiran memori kasasi ke Mahkamah Agung.

Sementara akibat perbuatan kedua terlapor itu, status Freddy Widjaja sebagai anak Eka Tjipta Widjaja dengan Lidia Herawati Rusli dibatalkan lewat putusan Nomor 3561 K/Pdt/2020 tertanggal 10 Desember 2020.

Baca juga: Hukuman Pemalsuan Ijazah, Pidana Penjara Paling Lama Lima Tahun hingga Denda 500 Juta

Lebih lanjut, Freddy menduga terlapor yang juga merupakan kakak tirinya memiliki niat jahat untuk menguasai seluruh harta kekayaan baik aset, saham dan uang tunai mendiang ayahnya.

"Para terlapor dengan sengaja dalam hal ini diartikan sebagai memahami apa yang dilakukan (mens rea), dan menghendaki konsekuensi dari perbuatan tersebut (actus reus)," tuturnya.

"Dan juga niat jahat untuk menguasai seluruh harta Almarhum Eka Tjipta Widjaja menjadi beralasan. Dengan demikian unsur pidana telah terpenuhi," imbuhnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas