Sejarah Wayang di Indonesia dan Jenis-Jenisnya dalam Data Warisan Budaya Tak Benda
Simak sejarah wayang di Indonesia dan jenis-jenisnya dalam data Warisan Budaya Tak Benda, serta asal-usul penatapan Hari Wayang Nasional oleh Jokowi.
Penulis: Muhammad Alvian Fakka
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Berikut sejarah wayang di Indonesia dan jenis-jenisnya dalam data Warisan Budaya Tak Benda.
Wayang merupakan puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya.
Dalam wayang terdapat beberapa unsur seni yang terkandung di dalamnya.
Yaitu seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan seni perlambang.
Dikutip dari laman jendela.kemdikbud.go.id, wayang terus berkembang dari zaman ke zaman dengan berbagai fungsi.
Fungsi wayang di Indonesia berdasarkan perkembangannya adala sebagai media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, dan hiburan.
Baca juga: Hari Wayang 2022 Diperingati Tiap 7 November, Simak Sejarah dan Maknanya
Oleh karena itu wayang memiliki nilai berharga dalam pembentukan karakter dan jati diri bangsa serta peradaban Indonesia.
Lantas, bagaimana sejarah wayang di Indonesia?
Sejarah Wayang di Indonesia
Wayang diperkirakan mulai dikenal dan berkembang di Nusantara sejak 1500 SM.
Fungsi wayang pada mulanya sebagai bagian ritual.
Nenek moyang bangsa Indonesia percaya bahwa roh atau arwah orang yang meninggal tetap hidup serta bisa memberi pertolongan kepada yang masih hidup.
Roh-roh tersebut lantas dipuja dengan sebutan “hyang” atau “dahyang”.
Kemudian “hyang” atau “dahyang” diwujudkan dalam bentuk patung atau gambar.
Dari sinilah asal usul pertunjukkan wayang, walaupun masih dalam bentuk yang sederhana.
Pada perkembangannya, fungsi wayang itu juga mengalami perkembangan.
Ketika masa Hindu-Buddha di Indonesia, cerita Ramayana dan Mahabarata berkembang pesat.
Penambahan tokoh-tokoh dalam cerita tersebut lalu berakulturasi dengan budaya masyarakat setempat.
Hingga kemudian muncul cerita Panji yang berasal dari era Kerajaan Kediri atau periode klasik di Jawa.
Cerita Panji menceritakan tentang kepahlawanan dan cinta yang berpusat pada dua orang tokoh utamanya.
Tokoh utama dalam cerita Panji yaitu Raden Inu Kertapati atau Panji Asmarabangun dan Dewi Sekartaji atau Galuh Candrakirana.
Cerita itu kemudian berkembang dan mempunyai banyak versi, lalu menyebar di beberapa tempat di Nusantara serta mancanegara.
Di antaranya Jawa, Bali, Kalimantan, Malaysia, Thailand, Kamboja, Myanmar dan Filipina.
Cerita dalam pertunjukan wayang tidak menutup kemungkinan juga menampilkan kisah-kisah lain di luar cerita-cerita klasik.
Pada masa penyebaran agama Islam, wayang dijadikan sebagai media dakwah dengan penambahan tokoh-tokoh dan pengembangan cerita.
Termasuk penyesuaian alur cerita agar tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Bahkan, pada era yang lebih modern, wayang juga digunakan sebagai media propaganda politik.
Pada perkembangannya, wayang tetap bertahan hidup dan terus mengalami perkembangan yang dipengaruhi oleh agama.
Serta nilai-nilai budaya yang masuk dan berkembang di Indonesia.
Proses akulturasi ini berlangsung sejak lama sehingga seni wayang memiliki daya tahan dan daya kembang tinggi.
Baca juga: 30 Link Twibbon Hari Wayang 2022, Cocok Dibagikan di Media Sosial
Jenis-jenis wayang di Indonesia
Diketahui kurang lebih terdapat 100 jenis wayang tumbuh dan berkembang di wilayah Indonesia.
Seperti wayang kulit Purwa di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta.
Serta wayang golek Sunda yang berkembang di Jawa Barat dan wayang kulit Parwa di Bali.
Selain itu wayang juga berkembang di Nusa Tenggara Barat dengan sebutan wayang Sasak.
Hingga ada Wayang Banjar di Kalimantan Selatan dan Wayang Palembang di Sumatera Selatan.
Baca juga: Jokowi Diusulkan Sebagai Bapak Wayang Indonesia
Berikut adalah 60 jenis wayang yang tercatat dalam warisan budaya tak benda Indonesia:
- Wayang Garing,
- Wayang Beber Kyai Remeng,
- Wayang Beber Pacitan,
- Wayang Kulit Betawi,
- Wayang Suket,
- Wayang Thengul,
- Wayang Wong Mataraman,
- Wayang Wong Sriwedari,
- Dramatari Wayang Wong,
- Wayang Sampir,
- Wayang Catur,
- Wayang Pantun,
- Wayang golek Cepak Indramayu,
- Wayang Golek Lenong betawi,
- Wayang Topeng Tengger,
- Wayang Gung,
- Wayang Menak Sasak,
- Wayang Ajen,
- Wayang Ceplak,
- Wayang Kulit Majalengka,
- Wayang Landung,
- Wayang Parwa,
- Wayang Sapuh Leger,
- Wayang Wong Parwa,
- Wayang Kulit Sekar Kedaton,
- Wayang Mbah Gandrung,
- Wayang Rai Wong,
- Wayang Wong Topeng,
- Wayang Kancil,
- Wayang Orang Ngesti Pandowo,
- Wayang Potehi,
- Wayang Obrol,
- Wayang Krucil,
- Wayang Timplong,
- Wayang Topeng Malang,
- Wayang Golek Lebak,
- Wayang Golek Blora,
- Wayang Apem,
- Wayang Gandrung,
- Wayang Kulit Banjar, dan
- Wayang Sukadana.
Hari Wayang Nasional
Peringatan Hari Wayang Nsional pertama kali ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2018.
Berdasarkan surat Kepres tertanggal 17 Desember 2018 tersebut, pemerintah resmi menetapkan 7 November sebagai Hari Wayang Nasional.
Presiden Joko Widodo langsung menandatangani Keputusan Presiden tentang penetapan Hari Wayang Nasional di hadapan para perwakilan budayawan dan seniman di Istana Merdeka.
Penetapan tersebut atas dasar UNESCO menetapkan wayang sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity pada 7 November 2003.
Kemudian masuk dalam daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO untuk kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity dengan judul The Wayang puppet theater tertanggal 4 November 2008.
Alasan penetapan UNESCO tersebut adalah karena wayang merupakan seni edipeniadiluhung, artinya seni yang selain indah juga mengandung nilai-nilai keutamaan hidup.
Penetapan Hari Wayang Nasional berasal dari usulan masyarakat, ekosistem komunitas pewayangan Indonesia melalui Senawangi (Sekretariat Nasional Wayang Indonesia).
(Tribunnews.com/Muhammad Alvian Fakka)