Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Napak Tilas Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Non-Blok, PDIP: Membangun Tata Dunia Baru yang Adil

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto pun mengatakan hal itu yang menjadi inti semangat acara 'Bandung-Belgrade-Havana'

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Napak Tilas Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Non-Blok, PDIP: Membangun Tata Dunia Baru yang Adil
WARTA KOTA/WARTA KOTA/HENRI LOPULALAN
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (tengah), bersama pengurus PDI P di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Minggu (31/7/22). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Indonesia ingin mengajak dunia kembali melihat semangat pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Gerakan Non Blok (GNB), mengenai pentingnya membangun tata dunia baru yang lebih adil.

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto pun mengatakan hal itu yang menjadi inti semangat acara 'Bandung-Belgrade-Havana' yang mengundang akademisi dari berbagai negara untuk napak tilas digelar dari Jakarta hingga Bali.

Napak tilas itu sendiri menyangkut pelaksanaan KAA 1955 yang menghasilkan Dasa Sila Bandung.

Menurut Hasto, rangkaian acara ini menggunakan momentum KAA tahun 1955 yang kemudian menjadi roh gerakan Non Blok tahun 1961.

“Dan Gerakan Non Blok ini juga satu nafas dengan apa yang disampaikan dalam pidato Bung Karno yang berjudul ‘to build the world a new’ pada tanggal 30 September 1960,” kata Hasto, Rabu (9/11/2022).

“Jadi Gerakan Non Blok itu lah yang menjawab bahwa struktur dunia yang tidak adil dipengaruhi oleh perang dingin antara blok Barat dan blok Timur, yang kedua-duanya mengandung benih-benih kolonialisme sebagai suatu hal yang ditentang oleh Indonesia,” tegasnya.

BERITA REKOMENDASI

Penentangan Indonesia atas benih kolonialisme itu karena dalam UUD 1945 mengamanatkan bahwa sesungguhnya kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan karena itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Menurut Hasto, apa yang dilakukan Indonesia lewat pidato ‘to build the world a new’, lewat KAA dan GNB, yang kemudian menjadikan dunia berubah. Yakni dari bipolar menjadi multipolar. 

Maka dari iru, lewat kegiatan Bandung-Belgrade-Havana, para akademisi diundang untuk mencoba merasakan kembali api semangat yang dimaksud.

Baca juga: Wakil Ketua MPR: Pertemuan Delegasi Asia Afrika Momentum Gelorakan Semangat Persatuan KAA 1955

Para peserta akan diajak juga berziarah ke makam Bung Karno di Blitar, yang kemudian akan lanjut melakukan sidang di Surabaya.

“Karena Bung Karno lahir di Surabaya. Dan setelah itu baru bergerak ke Bali mengikuti puncak momentum G20,” pungkas Hasto.


Acara tersebut digagas oleh Prof. Darwis Khudori. Pembukaan kegiatan dilakukan di Jakarta pada tiga hari lalu, dan kini peserta sudah berada di Bandung. Kegiatan di Bandung ini bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran (Unpad).

Para peneliti yang diajak dalam program ini antara lain Annamaria Artner (Hungaria), Connie Rahakundini Bakrie (Indonesia), Isaac Bazie (Burkina Faso), Beatriz Bissio (Brasil), Marzia Casolari (Italia), Gracjan Cimek (Poland), Bruno Drweski (Polandia), Seema Mehra Parihar (India), Jean-Jacques Ngor Sene (Senegal), Istvan Tarrosy (Hungaria), Rityusha Mani Tiwary (India), Nisar Ul Haq (India).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas