Pakar: Nyali Kapolri Diuji Jalani Arahan Jokowi Soal Tindak Kabareskrim di Kasus Tambang Ilegal
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dinilai tengah diuji untuk menjalani arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar berani menindak anggota Polri
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dinilai tengah diuji untuk menjalani arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar berani menindak anggota Polri yang diduga melakukan pelanggaran tanpa pandang bulu di isu tambang ilegal.
Demikian disampaikan oleh Pakar Hukum Pidana, Faisal Santiago. Hal ini untuk menanggapi terkait beredarnya dokumen laporan hasil penyelidikan (LHP) Divisi Propam Polri adanya penambangan batu bara ilegal di wilayah Polda Kalimantan Timur.
Temuannya itu diduga terjadi pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan oknum anggota Polri dan pejabat utama Polda Kalimantan Timur.
Salah satu nama yang disebut diduga menerima uang koordinasi kegiatan penambangan batu bara ilegal adalah Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto.
Menurut Faisal, laporan hasil penyelidikan yang diserahkan Kepala Divisi Propam Polri, saat itu dijabat Ferdy Sambo kepada Kapolri Nomor: R/1253/WAS.2.4/2022/IV/DIVPROPAM, tanggal 7 April 2022 tentu sah-sah saja sepanjang dilakukan sesuai prosedur yang berlaku di Polri.
Kini, kata dia, peran Kapolri harus menindaklanjuti laporan hasil penyelidikan tersebut demi memulihkan citra Kepolisian Republik Indonesia dimata masyarakat.
Dalam LHP, ada nama Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto yang diduga terima uang koordinasi dari kegiatan tambang ilegal tersebut.
“Ini saatnya polisi harus membangun citra kembali untuk mendapat dukungan dari masyarakat sebagai pelindung dan pengayom. Ketegasan dan keberanian sangat diperlukan dalam hal ini,” kata Faisal kepada wartawan, Rabu (9/11/2022).
Menurutnya, Presiden Jokowi sudah sering memerintahkan Kapolri untuk bertindak tegas kepada jajarannya yang melakukan pelanggaran hukum. Bahkan, Jokowi sudah mengumpulkan seluruh Kapolres, Kapolda hingga pejabat utama di lingkungan Mabes Polri.
Baca juga: Soal Isu Tambang Ilegal, Eks Kabareskrim Polri Ito Sumardi: Perlu Ketegasan Kapolri
“Presiden sudah seringkali memerintahkan ke Kapolri untuk bertindak tegas tanpa pandang bulu dan jangan takut. Itu juga sudah diingatkan kembali oleh Presiden waktu mengumpulkan para pejabat polisi di Istana,” tukasnya.
Sebelumnya, Mahfud MD menyinggung adanya perang bintang di Polri dalam isu mafia tambang ilegal. Perang bintang yang dimaksud, yaitu saling serang para Pati Polri terkait dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan.
"Isu perang bintang terus menyeruak. Dalam perang ini para petinggi yang sudah berpangkat bintang saling buka kartu truf. Ini harus segera kita redam dengan mengukir akar masalahnya," kata Mahfud kepada wartawan pada Minggu (6/11/2022).
Dalam isu tambang ilegal, Mahfud melihat adanya keanehan terkait video testimoni mantan anggota Polri, Ismail Bolong yang tersebar. Keanehan disebabkan adanya klarifikasi dari video yang juga dilakukan oleh Ismail Bolong.
Diketahui Ismail Bolong mengklaim bahwa video testimoninya dibuat berdasarkan tekanan dari Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri yang kala itu dipimpin Brjgjen Pol Hendra Kurniawan.
Setelah itu, Ismail Bolong pun resmi pensiun dini per 1 Juli 2022.
"Aneh ya. Tapi isu mafia tambang memang meluas dengan segala backing-backing-nya," kata Mahfud.
Isi Testimoni Ismail Bolong Soal Mafia Tambang Ilegal
Awalnya, sebuah video yang menampilkan pengakuan Ismail Bolong menyetor duit tambang ilegal kepada Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto muncul dalam diskusi bertajuk Mengungkap Persengkokolan Geng Tambang di Polisi dengan Oligarki Tambang di kafe Dapoe Pejaten, Jakarta Selatan pada Kamis (3/11/2022).
Baca juga: Kabareskrim Komjen Agus Dilaporkan ke Propam Polri Buntut Dugaan Gratifikasi Tambang Ilegal
Dalam video itu, Ismail Bolong tampak sedang membacakan sebuah surat pengakuan yang menyatakan dirinya bekerja sebagai pengepul dari konsesi tambang batu bara ilegal di Desa Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutaikartanegara, Kalimantan Timur.
"Terkait adanya penambangan batu bara di wilayah Kalimantan Timur, bahwa benar saya bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin," kata Ismail Bolong di dalam video tersebut.
Menurut pengakuannya dalam video itu, dia memperoleh keuntungan dari hasil pengepulan dan penjualan tambang batu bara ilegal mencapai Rp 5-10 miliar setiap bulan.
Keuntungan tersebur terhitung sejak Juli 2020 hingga November 2021.
Setahun lebih mengeruk perut bumi tanpa izin, Ismail mengaku telah berkoordinasi dengan Kabareskim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto. Koordinasi itu diduga untuk membekingi kegiatan ilegal yang dilakukan Ismail dan perusahaan tambang batubara agar tak tersentuh kasus hukum.
Koordinasi itu tak gratis. Ismail mengaku harus menyerahkan uang kepada Agus sebesar Rp 6 miliar.
Uang tersebut telah disetor sebanyak tiga kali, yaitu pada September 2021 sebesar Rp 2 miliar, Oktober 2021 Rp 2 miliar, dan November 2021 Rp 2 miliar.
"Uang tersebut saya serahkan langsung kepada Komjen Pol Agus Andrianto di ruang kerja beliau setiap bulannya."
Tak hanya Agus, Ismail Bolong jjga mengaku menyetorkan uang kepada pejabat reserse Polres Bontang.
"Saya pernah memberikan bantuan sebesar Rp 200 juta pada bulan Agustus 2021 yang saya serahkan langsung ke Kasatreskrim Bontang, AKP Asriadi di ruangan beliau," katanya.
Berikut isi pengakuan lengkap Ismail Bolong:
Terkait adanya penambangan batu bara di wilayah Kalimantan Timur, bahwa benar saya bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin, dan kegiatan tersebut tidak dilengkapi surat izin di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kukar, wilayah hukum Polres Bontang, sejak bulan Juli tahun 2020 sampai dengan bulan November 2021.
Dalam kegiatan pengepulan batu bara ilegal ini, tidak ada perintah dari pimpinan. Melainkan atas inisiatif pribadi saya. Oleh karena itu, saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas tindakan yang saya lakukan.
Baca juga: Presiden Jokowi Didesak Turun Tangan Tuntaskan Perang Bintang di Polri Terkait Isu Tambang Ilegal
Keuntungan yang saya peroleh dari pengepulan dan penjualan batu bara berkisar sekitar Rp 5 sampai 10 miliar dengan setiap bulannya.
Terkait kegiatan yang saya laksanakan, saya sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim, yaitu ke Bapak Komjen Pol Agus Andrianto dengan memberikan uang sebanyak tiga kali. Yaitu pada bulan September 2021 sebesar Rp 2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp 2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp 2 miliar.
Uang tersebut saya serahkan langsung kepada Komjen Pol Agus Andrianto di ruang kerja beliau setiap bulannya, sejak bulan Januari 2021 sampai dengan bulan Agustus yang saya serahkan langsung ke ruangan beliau.
Sedangkan untuk koordinasi ke Polres Bontang, saya pernah memberikan bantuan sebesar Rp 200 juta pada bulan Agustus 2021 yang saya serahkan langsung ke Kasatreskrim Bontang AKP Asriadi di ruangan beliau.
Saya mengenal saudara dan Tampoli yang pernah menjual batu bara ilegal yang telah saya kumpulkan kepada saudari Tampolin sejak bulan Juni 2020 sampai dengan bulan Agustus tahun 2021. Demikian yang saya sampaikan. Terima kasih, jenderal.
Klarifikasi Ismail Bolong Terhadap Video Testimoninya
Kemudian belum lama ini, Ismail Bolong melakukan klarifikasi terhadap video tersebut.
Dalam pengakuan terbaru Ismail Bolong, disampaikan bahwa dirinya tidak pernah bertemu dan memberikan uang kepada Kabareskrim.
"Saya tidak pernah memberikan uang ke Kabareskrim, apalagi ketemu sama Pak Kabareskrim," kata Ismail Bolong dikutip dari Tribunnews.com.
Ismail menyebut, video yang sebelumnya viral itu diambil pada Februari 2022 lalu.
Dikatakannya, saat itu ia dalam situasi tertekan lantaran mendapat intimidasi dari Brigjen Hendra Kurniawan.
"Saya mengajukan permohonan maaf ke Pak Kabareskrim. Saat testimoni itu saya dalam tekanan dari Brigjen Hendra dari Mabes," ujarnya.
Dia mengungkapkan video itu direkam oleh anggota polisi Paminal Mabes Polri yang datang khusus ke Balikpapan.
Pemeriksaan pun berlangsung selama beberapa jam, mulai pukul 22.00 WITA hingga pukul 02.00 WITA.
Dirinya terus diintimidasi karena tak bisa berbicara dan dibawa ke hotel.
"Saya ingat, saya di hotel sampai subuh, dikawal 6 anggota dari Mabes. Karena tak bisa ngomong, dan dalam tekanan, akhirnya terus intimidasi dan dibawa ke hotel," ujarnya.
Saat sampai di kamar hotel, dia pun langsung disodorkan sebuah tulisan yang harus dia baca.