Tim Independen Kemenkop UKM Rekomendasikan Dua PNS Pelaku Rudapaksa Pegawai Dipecat
Ketua Tim Independen Pencari Fakta kasus rudapaksa pegawai di lingkungan Kementerian Koperasi dan UMKM, Ratna Batara Munti menyampaikan rekomendasi.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Independen Pencari Fakta kasus rudapaksa pegawai di lingkungan Kementerian Koperasi dan UMKM, Ratna Batara Munti menyampaikan sejumlah rekomendasi berdasarkan temuan fakta-fakta yang telah ditemukan.
Satu di antaranya adalah memberhentikan dua Pegawai Negeri Sipil (PNS) pelaku pemerkosaan terhadap ND yang saat ini masih bekerja di kementerian tersebut.
Ratna mengatakan hal tersebut merupakan hasil evaluasi atas sanksi yang dijatuhkan kepada mereka sebelumnya.
Tim, kata dia, sepakat untuk memperberat sanksi keduanya yang sebelumnya hanya dijatuhi penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama satu tahun.
Kedua pelaku, kata Ratna, merupakan pelaku utama yang tidak hanya melakukan rudapkasa terhadap korban melainkan juga pelecehan seksual kepada korban saat di mobil.
"Itu kita rekomendasikan kedua PNS ini yang sebelumnya dipromosikan dengan sanksinya penurunan masa jabatan satu tahun itu, kita rekomendasikan untuk diberhentikan. Ini adalah sanksi disiplin yang paling berat," kata Ratna saat konferensi pers pada Selasa (22/11/2022).
Sementara itu, kepada satu pelaku lain yang bukan pelaku utama yang merupakan tenaga honorer, kata dia, direkomendasikan untuk diputus kontraknya karena di dalam kontraknya itu juga tunduk pada UU ASN.
"Satu (pelaku) lagi adalah diturunkan masa jabatannya. Kita melihat dari berat ringannya keterlibatan tersebut," kata Ratna.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menegaskan proses hukum terhadap kasus pemerkosaan pegawai di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) dilanjutkan.
Selain itu, kata dia, Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang diterbitkan oleh kepolisian dibatalkan.
Keputusan tersebut, kata Mahfud, dihasilkan dalam rapat gabungan di kantor Kemenko Polhukam yang dihadiri pimpinan LPSK, Kabareskrim, Kompolnas, Kejaksaan, Kementerian Koperasi Usaha Kecil Menengah, dan Kementerian PPPA pada Senin (21/11/2022).
Baca juga: Kabareskrim: Polri Bakal Buka Kembali Kasus Pemerkosaan di Kemenkop UKM
"Memutuskan bahwa kasus perkosaan terhadap seorang pegawai di kantor Kemenkop UKM yang korbannya bernama NDN dilanjutkan proses hukumnya dan dibatalkan SP3-nya," kata Mahfud dalam keterangan video pada Senin (21/11/2022).
Oleh sebab itu, kata Mahfud, empat tersangka yaitu N, MF, WH, ZPA, kemudian tiga saksi yang juga dianggap terlibat yaitu A, T, dan H akan diproses ke pengadilan.
Mahfud menjelaskan alasan SP3 atau penghentian penyidikan karena pencabutan laporan tidak benar secara hukum.
Di dalam hukum, kata dia, laporan tidak bisa dicabut dan yang bisa dicabut adalah pengaduan.
Laporan, kata dia, bisa dihentikan apabila polisi menilai perkara tersebut tidak cukup bukti untuk dilanjutkan.
Mahfud juga mencatat bantahan dari pihak korban telah memberi kuasa kepada seseorang untuk mencabut laporan.
Menurutnya hal tersebut tidak sah.
"Kalau pengaduan, begitu yang mengadu mencabut maka perkara menjadi ditutup," kata Mahfud.
Mahfud juga menyoroti alasan dikeluarkannya SP3 berdasarkan restoratif justice perdamaian antara pihak-pihak yang bersangkutan, selain dibantah oleh korban dan keluarga korban.
Mahfud menegaskan restoratif justice itu hanya berlaku untuk tindak pidana tertentu yang sifatnya ringan misalnya delik aduan.
Dalam kejahatan yang serius, misalnya ancaman hukumannya empat tahun lebih atau lima tahun lebih, kata Mahfud, tidak bisa diterapkan restoratif justice.
Mahfud mengatakan kasus korupsi, pencurian, pembunuhan, perampokan tidak bisa diterapkan restoratif justice dan perkaranya harus terus dibawa ke pengadilan.
Baca juga: Mahfud MD Pastikan Proses Hukum Kasus Rudapaksa Pegawai di Kemenkop UKM Dilanjutkan, SP3 Dibatalkan
"Itu ada pedomannya di Mahkamah Agung, di Kejaksaan Agung, maupun di Polri sudah ada pedomannya. Restoratif justice itu tidak sembarang tindak pidana, orang mau berdamai lalu mau ditutup kasusnya, tidak bisa," kata Mahfud.