Tim Pansel Kompolnas 2024–2028 dan Presiden RI Digugat ke PTUN Jakarta
Tim Panitia Seleksi (Pansel) Calon Anggota Kepolisian (Kompolnas) periode 2024–2028 dan Presiden RI digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Panitia Seleksi (Pansel) Calon Anggota Kepolisian (Kompolnas) periode 2024–2028 dan Presiden RI digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Penggugat adalah Nur Setia Alam Prawiranegara yang menggandeng Firmansyah sebagai kuasa hukum.
Sementara tergugat ialah Prof Hermawan Sulistyo, Komjen Pol Ahmad Dofiri, Dr Yenti Garnasih, Irjen Pol (Purn) Carlo Brix Tewu, Irjen Pol (Purn) Bekto Suprapto, Dr Edi Saputra Hasibuan, Nur Kholis, dan Alfito Deannova Ginting. Serta Presiden Republik Indonesia.
Gugatan yang didaftarkan pada Rabu, 6 November 2024 itu telah teregister dengan nomor perkara: 433/G/TF/2024/PTUN.JKT.
“Status perkara: pemeriksaan persiapan,” tulis laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, Jumat (8/11/2024).
Baca juga: Wakil Ketua MPR RI Ibas Berharap Kompolnas Jadi Penyeimbang Baik Buruknya Wajah Kepolisian RI
Laman SIPP PTUN Jakarta belum menampilkan gugatan lengkap perkara tersebut.
Pada Rabu, 13 November mendatang PTUN Jakarta mengagendakan pemeriksaan persiapan.
Sekadar informasi, Nur Setia Alam Prawiranegara, diketahui merupakan seorang peserta seleksi calon anggota Kompolnas.
Dalam perjalanannya Nur Setia Alam diduga digugurkan sepihak Pansel lantaran ada catatan dari BNPT yang menyatakan dirinya atau keluarga terindikasi ikut terafiliasi intoleran.
Padahal, BNPT memberikan disclaimer untuk melakukan wawancara dan klarifikasi kepada Setia Alam, namun tidak dijalankan oleh Pansel.
Dalam gugatannya disebut Pansel telah melanggar asas kemanfaatan, yakni manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang dan tidak mengedepankan proses seleksi yang jujur dan terbuka.
Pansel juga dinilai telah melanggar asas kecermatan, di mana tidak cermat dalam memahami catatan BNPT.
Selain itu, Pansel juga dianggap bertentangan dengan asas tidak menyalahgunakan kewenangan, di mana Pansel tidak melakukan wawancara dan klarifikasi kepada Setia Alam.