KPK Duga Prof Karomani 'Palak' Sejumlah Pihak agar Calon Mahasiswa Baru Bisa Masuk Unila
Prof. Karomani selaku Rektor Universitas Lampung (Unila) diduga meminta uang kepada sejumlah pihak untuk meluluskan calon mahasiswa baru.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Prof. Karomani selaku Rektor Universitas Lampung (Unila) meminta uang kepada sejumlah pihak untuk meluluskan calon mahasiswa baru.
Materi pemeriksaan itu didalami tim penyidik dari enam saksi.
Pada Rabu (23/11/2022), tim penyidik memeriksa Bupati Lampung Tengah Musa Ahmad dan dua unsur swasta, M. Alzier Dhianis Thabrani dan Thomas Azis Riska.
Sehari sebelumnya, Selasa (22/11/2022), penyidik KPK memeriksa PNS Jaka Adiwiguna, wiraswasta Asep Sukohar, dan swasta Mahfud Santoso.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya permintaan uang dari tersangka KRM [Karomani] untuk meluluskan calon mahasiswa baru," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (24/11/2022).
"Termasuk didalami juga terkait adanya aliran uang tersangka KRM ke beberapa pihak," Ali menambahkan.
Harusnya KPK juga memeriksa Anggota DPR RI Muhammad Kadafi, Bupati Lampung Timur M. Dawam Rahardjo, dan wiraswasta Sihono. Namun, ketiga saksi tidak hadir.
Baca juga: KPK Tambah Masa Penahanan Rektor Unila Karomani 30 Hari
"Ketiga saksi tidak hadir dan penjadwalan dan pemanggilan ulang segera disampaikan Tim Penyidik," kata Ali.
Sebanyak empat orang telah diproses hukum KPK atas kasus dugaan suap terkait penerimaan calon maba pada Unila tahun 2022.
Mereka ialah Rektor Unila periode 2020-2024 Karomani, Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, Ketua Senat Unila Muhammad Basri, dan pihak swasta bernama Andi Desfiandi. Dari nama-nama ini, baru Andi yang tengah diadili di meja hijau.
Dalam kasus ini, jumlah uang yang disepakati untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan diduga bervariasi dengan kisaran minimal Rp100 juta sampai Rp350 juta.
Lembaga antirasuah memastikan bakal mengembangkan kasus ini karena meyakini penyuap tidak hanya satu orang saja.