Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Nilai Ada Pasal Anti Demokrasi, YLBHI Desak Presiden dan DPR Tunda Sahkan Rancangan KUHP

Apabila penyusunan terus dipaksakan dipaksakan, pihak YLBHI melihat hal ini akan memunculkan masalah besar, yakni ancaman kriminalisasi rakyat.

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Nilai Ada Pasal Anti Demokrasi, YLBHI Desak Presiden dan DPR Tunda Sahkan Rancangan KUHP
Tribunnews.com/Chaerul Umam
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pindana (RKUHP) saat ini masih disusun berdasarkan paradigma hukum yang menindas serta diskriminatif.

Pihaknya juga melihat masih banyaknya muatan-muatan pasal anti demokrasi yang masih dipaksakan di dalamnya.

Sehingga pihaknya mendesak Presiden Joko Widodo dan DPR untuk menunda pengesahan RKUHP.

"YLBHI dan 18 LBH Kantor mendesak kepada Presiden dan DPR RI untuk menunda pengesahan RKUHP hingga tidak ada lagi pasal-pasal bermasalah yang diakomodir di dalamnya," kata Ketua YLBHI Muhammad Isnur dalam keterangannya, Kamis (24/22/2022).

Baca juga: Raker Bahas RKUHP, Legislator Gerindra: Kalau Bisa Disahkan Hari Ini

Apabila penyusunan terus dipaksakan dipaksakan, pihak YLBHI melihat hal ini akan memunculkan masalah besar, yakni ancaman kriminalisasi kepada rakyat.

"Persoalan serius yang menjadi sorotan utama adalah RKUHP dapat menjadi instrumen yang mengancam demokrasi dan kebebasan sipil," jelas Isnur.

BERITA REKOMENDASI

Adapun, Isnur menjelaskan beberapa pasal yang dirasa mengancam seperti pasal mengenai ancaman pidana terhadap penghinaan Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 218 sampai Pasal 220).

Pasal penghinaan terhadap pemerintahan yang sah, pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 349 sampai Pasal 351).

Serta pasal mengenai pencemaran nama baik, hingga pasal ancaman pidana kepada penyelenggaraan aksi demonstrasi yang tidak didahului dengan pemberitahuan (Pasal 256).

Pasal tersebut, lanjut Isnur, menjadi contoh konkret ancaman yang dapat digunakan untuk menghantam suara-suara kritis rakyat terhadap penyelenggaraan negara yang ditujukan kepada penguasa.

"Bahkan, pasal-pasal tersebut berpotensi digunakan secara serampangan, mengingat rendahnya etika pejabat negara saat ini," kata Isnur.

"Terutama, karena lebih sering memprioritaskan kepentingan oligarki, ketimbang kepentingan publik," tambahnya.

Bagi YLBHI pemaksaan pasal-pasal anti demokrasi tersebut bertentangan dengan tujuan politik-hukum pemidanaan yang ditetapkan.

Pemerintah dan DPR beragumentasi RKUHP hadir untuk mendekolonialisasi KUHP yang merupakan warisan kolonial. Namun, hal demikian terbantahkan dengan sendirinya karena sifat kolonial justru berasal dari pasal-pasal yang anti demokrasi dan masih diakomodir oleh penguasa.

"Kami juga menganggap bahwa produk hukum ini diskriminatif karena subjek pengaturan pidana hanya ditujukan kepada rakyat dengan segala ketentuan batasan dan larangan-larangannya," tegasnya

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas