AKBP Ari Cahya Mengaku Tak Berani Tanya ke Sambo Soal Kejadian Tewasnya Brigadir J: Dia Kadiv Propam
Acay menjadi satu pihak yang dihubungi Ferdy Sambo usai terjadinya penembakan di rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan anak buah Ferdy Sambo sekaligus mantan anggota Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri AKBP Ari Cahya Nugraha alias Acay dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Jumat (25/11/2022).
Acay menjadi satu pihak yang dihubungi Ferdy Sambo usai terjadinya penembakan di rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan atau tempat kejadian perkara pada 8 Juli 2022.
Saat berada di lokasi, Acay mengaku melihat ada kamera CCTV terpasang di ruang tengah dalam bangunan dua lantai itu.
Namun, saat itu Acay mengaku tidak berani untuk bertanya atau meminta ke Ferdy Sambo melihat rekaman CCTV guna mengungkap peristiwa apa yang sebenarnya terjadi.
Hal itu bermula, saat jaksa menanyakan kepada Acay soal berapa kamera CCTV yang terpasang di rumah dinas Ferdy Sambo itu.
"Ada CCTV atau DVR di dalam rumah?" tanya jaksa dalam persidangan, Jumat (25/11/2022).
"Kalau CCTV (saya lihat) di ruang," jawab Acay.
"Ruang tengah?" tanya lagi jaksa.
"Di dalam rumah," ucap Acay.
Kendati begitu, tak hanya di dalam rumah dinas Ferdy Sambo, Acay juga melihat adanya kamera CCTV terpasang di sebelah rumah tersebut atau tepatnya di kediaman mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ridwan Soplanit.
Baca juga: Simpan Uang Pribadi di Rekening Ajudan, Ferdy Sambo Bisa Dipidana ?
"Selian CCTV itu anda lihat di mana?" tanya jaksa.
"Di rumah pak Ridwan," jawab Acay.
Hanya saja, Acay mengaku tidak berani untuk bertanya kepada Ferdy Sambo soal adanya CCTV itu.
Padahal, Acay dalam keterangannya diberi informasi kalau tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J karena tembak menembak.
Alasan mendasar, dirinya tidak berani bertanya, karena Ferdy Sambo merupakan seorang Jenderal yang menjabat sebagai Kepala Divisi Propam Polri saat itu.
"Kok insting saksi pada saat tiba ada gak penyampaian di duren tiga, kan saksi kan mengetahui tentang ceritanya tembak menembak ada gak saksi tanya CCTV gak mempertanyakan?" tanya jaksa mencecar.
"Nggak berani pak saya nanya Sambo, Kadiv Propam," jawab Acay.
Baca juga: Simpan Uang Pribadi di Rekening Brigadir J dan Bripka RR, Ferdy Sambo Bisa Dijerat Pidana Perpajakan
"Pada saat saksi bilang itu ada CCTV itu kapan saudara mengetahui itu?" tanya lagi jaksa.
"Saya lihat pak (ada CCTV di dalam rumah)," tukas Acay.
Sebagai informasi, AKBP Ari Cahya Nugraha dihadirkan jaksa penuntut umum bersama para saksi lainnya termasuk AKBP Ridwan Soplanit untuk terdakwa Arif Rahman Arifin dalam sidang Jumat (25/11/2022) di PN Jakarta Selatan.
Mereka bersaksi atas kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstraction of justice tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.