Wakil Ketua KPK Usul Kepala Daerah Tak Dipilih Masyarakat, Tapi Ditunjuk Pemerintah, Ini Alasannya
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengusulkan agar kepala daerah tidak lagi dipilih masyarakat, melainkan ditunjuk langsung pemerintah.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengusulkan agar kepala daerah tidak lagi dipilih masyarakat, melainkan ditunjuk langsung pemerintah.
Menurut Alexander Marwata, saat ini masih ada sejumlah daerah yang belum siap menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Menurutnya, lebih baik pemerintah menunjuk seorang profesional yang mumpuni untuk memimpin suatu daerah.
Apalagi, kata Alexander marwata, peta persoalan di masing-masing daerah semuanya sudah tersedia.
Ia memberi contoh, peta persoalan daerah di wilayah timur Indonesia biasanya terkait dengan masalah stunting atau gizi buruk, serta tingkat kualitas pendidikan dan fasilitas kesehatan yang rendah.
Sehingga, dengan semua peta persoalan itu, yang perlu dilakukan tinggal menunjuk manajer yang baik atau profesional.
Baca juga: KPK Klaim Kantongi 4 Alat Bukti untuk Tetapkan AKBP Bambang Kayun Sebagai Tersangka Suap
“Bisa dibayangkan di Papua sana. Saya ambil contoh saja dan saya yakin banyak di daerah yang lain. Saya yakin jauh lebih efektif, jauh lebih efisien, ketika kepala daerah di daerah-daerah yang masyarakatnya belum siap untuk pilkada langsung itu, kepala daerahnya ditunjuk langsung,” kata Alex dalam acara Puncak Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2022 di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Selasa (13/12/2022).
Alex berpendapat bahwa ketika kepala daerahnya adalah seorang profesional yang memiliki kapabilitas, akan jauh lebih efektif dan efisien bagi tercapainya kemajuan dan penyelesaian sejumlah persoalan di daerah dimaksud.
Baca juga: Hakim Tolak Praperadilan AKBP Bambang Kayun soal Penetepan Tersangka oleh KPK
Jika nantinya pihak yang ditunjuk pemerintah tidak menunjukkan performa sesuai harapan, katanya, langsung bisa dicopot.
“Kita punya semua peta persoalan di daerah, tinggal tunjuk saja ‘kan manajer yang baik, gaji setiap bulan Rp500 juta. Bila tidak perform, satu tahun ganti, pecat. Selesai ‘kan kalau begitu,” kata Alex.
Sementara dengan sistem yang berlaku saat ini, lanjut Alex, masyarakat harus menunggu selama lima tahun atau periode jabatan habis untuk menggantinya, meski kinerja kepala daerah bersangkutan buruk.
Baca juga: KPK Sita Dokumen Administrasi Kepegawaian Gazalba Saleh Lewat Sekretaris MA Hasbi Hasan
“Sialnya nanti dia (bisa) kepilih (lagi). Akibatnya 10 tahun duit habis, masyarakat nggak tambah sejahtera,” imbuhnya.
Dalam kesempatan itu, Alex menyatakan bahwa Pilkada yang diselenggarakan selama ini belum mampu menghasilkan kepala daerah yang berintegritas dan punya kapabilitas.
“Ini faktanya. Apalagi, tahun 2024 kita menghadapi pilkada serentak dengan pileg (pemilu legislatif) dan pilpres (pemilihan presiden/wakil presiden). Kami selalu mewanti-wanti kepada KPU dan Bawaslu, pusat maupun daerah,” katanya.