Terima Laporan TPF Kasus Gagal Ginjal Akut, Pimpinan Komisi VI DPR: Kami Akan Terus Kawal
Martin Manurung beserta beberapa anggota menerima laporan Tim Pencari Fakta (TPF) Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VI DPR Martin Manurung beserta beberapa anggota menerima laporan Tim Pencari Fakta (TPF) Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang menyelidiki kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak.
Komisi VI mengapresiasi BPKN yang telah menindaklanjuti hasil RDP Komisi VI dengan BPKN pada 3 November 2022 terkait pembentukan posko pengaduan dan pembentukan TPF BPKN kasus GGAPA.
"Komisi VI akan terus mengawal dan mendorong perlindungan konsumen terhadap kasus ini," ujar Martin usai menerima Kepala BPKN Rizal E Halim di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Legislator Partai NasDem ini juga meminta pemerintah serius membongkar tragedi ini.
Selain itu, pemerintah diminta untuk memperhatikan dan menindaklanjuti hasil temuan serta rekomendasi TPF BPKN.
"Jika kami masih melihat ada ketidaksinkronan atau ada yang ditutup-tutupi, maka kami akan mengusulkan pembentukan Pansus (Panitia Khusus) untuk kasus ini," papar Martin.
Ia menegaskan, perlindungan konsumen terhadap kasus gagal ginjal ini harus betul-betul dijalankan secara maksimal.
"Pemerintah perlu memperhatikan pemberian santunan, kompensasi, serta ganti rugi bagi korban dan keluarga korban yang telah meninggal dunia maupun yang dirawat. Kami tidak ingin melihat konsumen Indonesia dalam kasus seperti ini selalu terpinggirkan. Kita ingin memastikan perlindungan konsumen betul betul dipenuhi," pungkasnya.
Kepala BPKN Rizal E Halim menyampaikan hasil RDP dengan Komisi VI pada 3 November 2022, BKPN mendapat instruksi memberi perhatian serius terhadap kasus GGAPA yang menimpa anak-anak.
"Hasil RDP itu memberikan instruksi kepada BPKN untuk membuka posko pengaduan serta membentuk tim untuk menyelidiki persoalan lonjakan GGAPA," katanya.
Adapun beberapa fakta terbaru mengenai kasus GGAPA pada anak di antaranya, Pertama, tim pencari fakta kasus GGAPA menemukan adanya ketidakharmonisan komunikasi dan koordinasi antar-instansi di sektor kesehatan dan kefarmasian dalam penanganan lonjakan kasus GGAPA.
"Sehingga di 2 minggu pertama di bulan oktober terjadi kesimpangsiuran, dan terjadi kegamangan di ruang publik,” kata Rizal.
Kedua, adanya kelalaian instansi atau otoritas sektor kefarmasian dalam pengawasan bahan baku obat dan peredaran produk jadi obat.
Baca juga: Pimpinan Komisi VI DPR Martin Manurung Apresiasi BPKN, Buka Posko Aduan Korban Gagal Ginjal Akut
Ketiga, ketidaktransparanan terkait penindakan penegak hukum yang dilakukan kepada industri farmasi.
Keempat, sinkronisasi antara pusat dan daerah karena kurang berjalan karena tidak adanya protokol khusus penanganan krisis darurat di sektor kesehatan terkait persoalan darurat di sektor kesehatan seperti lonjakan kasus GGAPA.
Kelima, belum adanya kompensasi yang diberikan kepada keluarga korban GGAPA dari pihak pemerintah.
“Kami mencoba mendatangi korban dan diketahui korban belum mendapatkan kompensasi sesuai amanat UU nomor 8 tahun 1999," katanya.
Keenam, belum adanya ganti rugi kepada korban kasus gagal ginjal akut progresif atipika dari pihak industri farmasi.
Ketujuh, bahan kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) merupakan bahan yang termasuk dalam kategori berbahaya bagi kesehatan dan memerlukan pengaturan khusus.
Kedelapan, belum dilibatkannya instansi atau otoritas lembaga perlindungan konsumen dalam permasalahan sektor kesehatan dan kefarmasian.
“Ada kelalaian instansi otoritas di sektor kefarmasian dalam pengawasan, peredaran bahan baku dan produk jadi obat," katanya.
Terakhir, tidak dilibatkannya instansi otoritas lembaga perlindungan konsumen dalam permasalahan sektor kesehatan dan kefarmasian. Ini temuan yang dihasilkan tim setelah melakukan pengumpulan data, penelusuran.observasi dan investigasi lapangan.
Dari temuan itu, lanjut Rizal, pihaknya merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan empati, simpati kepada korban dengan pemberian santunan dan kompensasi serta ganti rugi bagi korban dan keluarga korban yang telah meninggal dunia, yang saat ini masih dirawat di rumah sakit, atau yang sudah pulang tetapi masih melalui proses rawat jalan sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap korban GGAPA.
Kedua, pihaknya juga meminta pemerintah untuk segera menugaskan Badan pengawasan keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit secara keseluruhan terkait pengawasan dan peredaran baik dari bahan baku hingga bahan jadi di sektor kefarmasian.
Ketiga, BPKN merekomendasikan pemerintah untuk melakukan penindakan tegas kepada para pihak yang bertanggung jawab serta melakukan pengembangan kasus secara terang benderang.
Baca juga: Profil Martin Manurung, Ketua DPP Bidang Hubungan Luar Negeri Partai NasDem yang Juga Pendiri YPSEA
Keempat, mengingat persoalan kesehatan menyangkut kepentingan keselamatan publik yang sangat luas maka untuk menjamin pemenuhan hak publik secara umum diperlukan penguatan lembaga yang melindungi konsumen secara mandiri.