Jadi Tersangka KPK di Kasus Suap Dana Hibah Jatim, Sahat Tua P Simandjuntak : 'Saya Salah'
Mengenakan rompi oranye KPK, politikus senior Partai Golkar itu meminta maaf kepada seluruh masyarakat Jawa Timur
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P Simandjuntak setelah sebelumnya diumumkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah senilai Rp7,8 triliun.
Mengenakan rompi oranye KPK, Sahat Tua mengakui perbuatannya.
Politikus senior Partai Golkar itu meminta maaf kepada seluruh masyarakat Jawa Timur.
"Pertama, saya salah. Saya salah. Dan saya minta maaf kepada seluruh, semuanya, khususnya masyarakat Jawa Timur dan keluarga. Doakan kami agar tetap sehat, agar pemeriksaan ini bisa berjalan dengan lancar. Terima kasih," ucap Sahat di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2022) dini hari.
Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya, yakni Rusdi selaku Staf Ahli Sahat , Abdul Hamid selaku Kepala Desa Jelgung sekaligus selaku Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas), dan Ilham Wahyudi alias Eeng sebagai koordinator lapangan Pokmas.
Baca juga: Kekayaan Sahat Tua Simanjuntak, Wakil Ketua DPRD Jatim yang Terjaring OTT KPK, Miliki Harta Rp10,7 M
Keempat tersangka akan menjalani masa penahanan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 15 Desember 2022 hingga 3 Januari 2023.
Sahat ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, Rusdi dan Abdul ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 gedung ACLC, sementara Ilham ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih.
Diketahui, penetapan tersangka ini menindaklanjuti operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar tim penindakan KPK di Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu (14/12/2022) malam.
Saat itu, tim KPK mengamankan barang bukti berupa uang dalam pecahan rupiah, dolar Singapura dan dolar AS dengan nilai seluruhnya Rp1 miliar.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam jumpa pers menjelaskan bahwa konstruksi kasus ini bermula saat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat.
Distribusi penyalurannya antara lain melalui Pokmas untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan.
Johanis berujar pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, satu di antaranya Sahat.
Sahat disebut menawarkan diri untuk membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah dengan kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka (ijon). Abdul Hamid bersedia menerima tawaran tersebut.
“Diduga ada kesepakatan antara tersangka STPS dengan tersangka AH [Abdul Hamid] setelah adanya pembayaran komitmen fee ijon, maka tersangka STPS juga mendapatkan bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan. Sedangkan tersangka AH mendapatkan bagian 10 persen,” kata Johanis, Jumat (16/12/2022) dini hari.
Baca juga: KPK Tetapkan Wakil Ketua DRPD Jatim Tersangka Dugaan Suap Dana Hibah Rp7,8 Triliun
Besaran dana hibah yang difasilitasi dan dikoordinasikan oleh kedua tersangka tersebut yaitu: sebanyak Rp40 miliar tela disalurkan pada 2021 dan Rp40 miliar di tahun 2022.
“Agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan 2024 bisa kembali diperoleh Pokmas, tersangka AH kemudian kembali menghubungi tersangka STPS dengan bersepakat untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp2 miliar,” ungkap Johanis.
Namun, uang yang baru diterima Sahat hanya sebesar Rp1 miliar. Uang ini yang diamankan tim KPK saat menggelar OTT. Sedangkan Rp1 miliar lainnya direncanakan akan diberikan pada Jumat (16/12/2022).
KPK menduga Sahat telah menerima total Rp5 miliar terkait pengelolaan dana hibah tersebut.
“Berikutnya tim penyidik masih akan terus melakukan penelusuran dan pengembangan terkait jumlah uang dan penggunaannya yang diterima tersangka STPS,” kata Johanis.
Atas perbuatannya, Sahat dan Rusdi selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Abdul Hamid dan Eeng selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.