Kuasa Hukum Irfan Widyanto Tanggapi Gestur Jaksa Acungkan Jempol ke Bawah dalam Persidangan
Pengacara Irfan Widyanto mengaku tersinggung dengan gestur Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengacungkan jempol ke bawah saat sidang.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengacara Irfan Widyanto mengaku tersinggung dengan gestur Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengacungkan jempol ke bawah saat terlibat adu mulut dengan pihaknya dalam sidang di pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (16/12/2022) kemarin.
Tim pengacara Irfan Widyanto, Yusan Ragahdo Yosodinigrat mengatakan bahwa perdebatan antara kuasa hukum dan JPU merupakan hal yang biasa dalam persidangan.
Namun, gestur acungkan jempol ke bawah dinilai tak tepat.
"Perdebatan antara penasehat hukum dan JPU dalam persidangan adalah hal yang biasa, namun kami tersinggung dan sangat menyayangkan atas sikap JPU yang tidak menghargai kami di persidangan dengan gestur seperti itu," kata Ragahdo kepada wartawan, Sabtu (17/12/2022).
Ragahdo menuturkan tindakan yang dilakukan oleh jaksa senior tersebut dinilai tidak etis.
Baca juga: Hakim Sindir Ferdy Sambo: Punya Kedudukan Bagus, tapi Tidak Bisa Tahan Emosi
Namun, pihaknya enggan memperpanjang masalah itu lebih lanjut dengan mengadukan ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan.
"Adalah hal yang sangat tidak etis dan tidak elok bagi seorang Jaksa senior melakukan hal tersebut. Belum ada keputusan apa-apa dari kami, kemarin juga di sela-sela break sidang sudah kami sampaikan secara langsung kekecewaan kami," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Perdebatan cukup panas terjadi antara jaksa penuntut umum dengan kubu terdakwa Irfan Widyanto dalam sidang perkara obstruction of justice kasus kematian Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Jumat (16/12/2022).
Baca juga: Hendra Kurniawan: Ferdy Sambo Minta Setop Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Putri di Magelang
Perdebatan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu bermula saat jaksa hendak menunjukan surat hasil pemeriksaan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Hendra Kurniawan.
Untuk informasi, majelis KKEP memutuskan memberi sanksi pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) ke Hendra Kurniawan.
"Mau memperlihatkan surat yang terlampir dalam berkas perkara yang mulia, mengenai hasil pemeriksaan kode etik atas yang bersangkutan, saksi. Ini ada dalam berkas perkara tentu saja relevan, saksi Hendra Kurniawan," kata jaksa.
Namun, tim kuasa hukum terdakwa Irfan Widyanto tidak menyetujuinya karena kapasitas Hendra saat ini hanya sebagai saksi mahkota bukan sebagai terdakwa.
Baca juga: Ferdy Sambo Akui Anak Buahnya Tak Bersalah dalam Kasus Tewasnya Yosua: Bagaimana Membalas Dosa Saya?
"Izin yang mulia, ini kan, saksi ini kan di sini kan dihadirkan untuk memberi kesaksian ke terdakwa, vonis beliau tentang etik itu kan tidak memiliki korelasi kesaksian terhadap terdakwa (Irfan)," kata pengacara Irfan.
"Mohon jaksa penuntut untuk tidak bergeser ke persidangan ini menjadi pemeriksaan terdakwa, itu majelis," sambung pengacara.
Namun, JPU tetap kekeh untuk menyampaikan ingin membacakan poin-poin penting dari hasil sidang KKEP Hendra.
Jaksa pun bertanya apakah Hendra mengetahui hasil sidang KKEP-nya dan dijawab tidak pernah tahu oleh eks Karopaminal Divpropam Polri ini.
"Saya ingin tanyakan ini Yang Mulia. Apakah saudara saksi diberikan tembusan terhadap hasil pemeriksaan kode etik saudara?," tanya jaksa.
"Tidak pernah diberikan," jawab Hendra.
"Tidak pernah diberikan, tapi saudara mengetahui hasilnya?" ucap jaksa.
"Tidak pernah tahu," ucap Hendra.
"Tapi saudara melakukan upaya hukum?" tanya lagi JPU.
"Jangan buat opini Yang Mulia, ini masih ada upaya hukum," potong pengacara dengan nada tinggi.
"Makanya saya tanya dulu, jangan dipotong saya dulu saudara penasihat hukum," timpal jaksa.
Namun di tengah perdebatan, salah satu jaksa berambut putih yang tidak berdebat langsung menunjukan jempol ke bawah seakan menunjukan gestur 'cemen' ke pihak Irfan Widyanto.
Majelis hakim pun menengahi dan meminta semuanya untuk diam.
"Bukan begitu, kami keberatan makanya kami interupsi!," kata pihak Hendra.
"Anda silakan sampaikan ke majelis hakim, anda silakan sampaikan ke majelis hakim," balas jaksa.
"Santai saja," timpal penasihat hukum Hendra.
"Ini kesempatan saya untuk bertanya," ucap JPU.
"Saudara diam! Saudara diam!," tegas hakim.
Diketahui, Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir Jmenjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Brigadir J.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.