Eks Ketua KPK Nilai Pemangkasan Hukuman Koruptor di KUHP Sebagai Kemunduran
Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mendapat sorotan terkait berbagai isu.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mendapat sorotan masyarakat,
Satu diantaranya yaitu berkurangnya hukuman minimum koruptor di dalam KUHP baru.
Dalam KUHP baru, ketentuan mengenai korupsi ada di Pasal 603 sampi 606.
Pada Pasal 603 disebutkan bahwa hukuman minimal bagi koruptor yaitu penjara dua tahun.
Sementara di dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tipikor disebutkan bahwa pelaku korupsi dihukum minimal empat tahun penjara.
Baca juga: Setelah KUHP, Pemerintah Harap KUHAP Direvisi pada 2023
Pengurangan itu dinilai mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad sebagai bentuk kemunduran dalam penegakan hukum.
"Ini kemunduran menurut saya, sangat mundur," ujarnya saat ditemui usai acara Peluncuran Aplikasi Cek Pemilu 2024 pada Selasa (20/12/2022).
Dengan mengurangi masa hukuman, dia menilai bahwa negara seolah ingin berdamai dengan kasus korupsi.
"Seolah-olah yang saya tangkap, negara ingin berdamai. Padahal kan seharusnya negara melakukan perlawanan terus menerus tanpa henti-hentinya terhadap kejahatan korupsi," kata Abraham.
Tak hanya dalam urusan sanksi, Abraham juga menyoroti masuknya tindak pidana khusus ke dalam undang-undang yang bersifat umum.
"Undang-undang yang sifatnya lex spesialis menjadi udang-undang yang sifatnya umum, ditarik ke induknya di KUHP," katanya.
Padahal, korupsi merupakan bentuk kejahatan yang bersifat extra ordinary atau luar biasa.
Bahkan di luar negeri, korupsi disebut-sebut sebagai white colour crime atau kejahatan yang dilakukan oleh orang berkerah putih.