Beda Pendapat Ahli Pidana dan Kriminolog soal Pembunuhan Berencana Brigadir J
Silang pendapat antara ahli dari pihak Ferdy Sambo dan ahli dari Jaksa Penuntut Umum terkait pembunuhan berencana Brigadir J.
Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dinilai tak penuhi unsur pembunuhan berencana.
Pernyataan tersebut disampaikan Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Mahrus Ali saat dihadirkan sebagai saksi ahli kubu Ferdy Sambo, Kamis (22/12/2022).
Menurut Ali, jika kematian dikategorikan sebagai pembunuhan berencana, harus ada kesepakatan semua pelaku dan menghendaki kematian seseorang.
Namun dalam kasus ini, ia menilai unsur tersebut tidak terpenuhi.
"Ketika melaksanakan kejahatan itu harus disengaja, harus ada pembagian peran."
"Pembagian peran itu bukan karena kebetulan, memang sudah disepakati sebelumnya," kata Mahrus Ali, Kamis, dikutip dari youTube KompasTv.
Baca juga: Febri Bantah Pertemuan Ferdy Sambo dengan Ricky dan Richard di Saguling soal Rencana Membunuh Yosua
"Ada 3 kemungkinan bentuk kerja sama itu.."
"Satu, tiap pelaku memenuhi semua unsur, dan pembunuhan ini enggak mungkin. Kenapa? karena tidak mungkin korban mati dua kali."
"Kalau pelakunya dua, enggak mungkin maker (perencana) semua. Pasti hanya ada satu perbuatan dari salah satu pelaku yang menjadi sebab timbulnya kematian," tambahnya.
Waktu yang jelas juga menjadi unsur dalam tindak pidana tersebut, sehingga dapat dikategorikan sebagai pembunuhan berencana.
"Kemudian unsur sengaja delik itu berkonsekuensi dan dianggap terbukti perbuatan yang dilarang rumusan pasal."
"Setiap orang yang merampas nyawa, atau dengan kekerasan, penggunaan itu dilakukan sengaja."
"Unsur memang bisa dicantumkan atau tidak dicantumkan dalam KUHP yang Neo-klasik bahkan lebih berat ke klasik," kata Mahrus.
Baca juga: Ferdy Sambo Minta Dimusnahkan, Barang Bukti File CCTV Ternyata Disalin ke Hardisk Baiquni Wibowo
Tak hanya itu, dalam perkara pembunuhan berencana menurut Mahrus, tak dimungkinkan pelaku hanya bersifat pasif.
"Tidak mungkin ada pembunuhan secara rencana itu dilakukan pasif. Tidak mungkin."
"Dari perbuatan dia itu menyebabkan matinya orang. Pembuktian hubungan kausal, matinya korban karena perbuatan pelaku," kata Mahrus.
"Itu kemudian pasal itu yang sama dari pasal 338 dan 340 tapi konteksnya pasal 340 ada penambahan unsur, dengan rencana terlebih dahulu."
"Ini delik berkualifikasi, ada penambahan unsur. Pidananya diperberat. Mati hukumannya bila terencana dilakukannya," sambungnya.
Kriminolog: Tewasnya Brigadir J Merupakan Pembunuhan Berencana
Sementara pendapat berbeda disampaikan Ahli Kriminologi UI, Muhammad Mustofa.
Ia menilai tewasnya Brigadir J di Duren Tiga merupakan pembunuhan berencana.
Pernyataan tersebut dijelaskan Mustofa saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum menjadi saksi ahli di persidangan, Senin (19/12/2022).
"Berdasarkan kronologi yang diberikan penyidik kepada saya. Berdasarkan hal itu saya melihat adanya perencanaan," kata Mustofa.
Kemudian dikatakan Mustofa bahwa dalam kejadian pembunuhan berencana pasti ada aktor intelektualnya.
"Dalam perencanaan itu pasti ada aktor intelektualnya paling berperan dalam mengatur. Kemudian dia akan melakukan pembagian kerja membuat skenario apa yang dilakukan oleh siapa," sambungnya.
Baca juga: Ferdy Sambo: Tak Mungkin Saya Berbohong Karena Menyangkut Istri Saya
Dikatakan Mustofa sang intelektual bekerja mulai dari eksekusi yang bertindak langsung dan setelah itu.
Supaya peristiwa tidak terlihat dan teridentifikasi sebagai suatu peristiwa pembunuhan berencana
Kemudian terkait peran Putri Candrawathi menurut Mustofa sama seperti halnya Ferdy Sambo.
"Peran yang lain kalau istri dari terdakwa dalam taraf kurang lebih sama."
"Sementara itu yang lain diikut sertakan dalam keadaan bawaan sehingga kemungkinan untuk menolak lebih kecil," ungkapnya.
"Tetapi yang jelas selain Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi semuanya hanya diikut sertakan," tutupnya.
(Tribunnews.com/Milan Resti/Rahmat Fajar Nugraha)