Ahli sebut Ketenangan Bharada E Meningkat usai Didampingi LPSK: Awalnya Cemas & Hanya Mainin Tangan
tingkat ketenganan Richard Eliezer atau Bharada E membaik usai mendapat pendampingan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Wahyu Aji
"Ada tanda tanda yang menunjukkan ada tingkat kejujuran yang cukup tinggi dalam arti ceritanya runut. Kemudian gestur tubuhnya juga kita bisa membedakan mana gestur yang sedang berbohong atau tidak benar," tegas Lisa.
Seperti diketahui, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan mengabulkan permohonan status justice collaborator yang dilayangkan Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.
Dengan begitu, maka Richard Eliezer mendapat perlindungan dan pendampingan selama berporses hukum.
Adapun syarat seseorang korban, saksi atau tersangka untuk mendapatkan status justice collaborator itu yakni mau bekerja sama dengan aparat penegak hukum.
Tak hanya itu, yang bersangkutan juga harus memberikan keterangan yang sesungguhnya dalam persidangan sehingga kasus menjadi terang.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Baca juga: Seragam Polri yang Dikenakan Ferdy Sambo Saat Eksekusi Brigadir J Dinilai Semakin Menekan Bharada E
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.