Soal Saksi Ahli di Sidang Kasus Brigadir J, Ini Kata Pakar Hukum Pidana Soal 'Subjektivitas'
Dalam sidang kali ini, terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menghadirkan saksi ahli yang meringankan.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).
Dalam sidang kali ini, terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menghadirkan saksi ahli yang meringankan.
Pakar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho mengatakan bahwa dalam konteks hukum suatu persidangan, para saksi ahli yang dihadirkan penasihat hukum terdakwa akan bersaksi berdasar pada otoritas keilmuannya.
Baca juga: Dukung Pembuktian Ferdy Sambo dan Putri, Ahli Pidana Dihadirkan Jadi Saksi Meringankan Hari Ini
"Dalam konteks hukum di suatu persidangan, suatu ahli memang diberikan suatu otoritas keilmuannya. Standard keilmuan yang dipakai, itu sumpahnya begitu," kata Hibnu, dalam tayangan Kompas TV.
Namun karena saksi ahli dihadirkan oleh penasihat hukum, maka tentunya kesaksiannya akan cenderung memihak pihak yang menghadirkannya di persidangan, dalam hal ini penasihat hukum terdakwa.
Namun tetap berpegang pada aspek keilmuan yang dikuasainya.
"Tapi dalam benak kecilnya, karena ini yang disampaikan oleh penasihat hukum, pasti akan condong dari kepentingan penasihat hukum, itu yang pertama," jelas Hibnu.
Kendati demikian, perlu dipahami bahwa kesaksian yang diberikan ini terkait dengan hukum.
Sehingga harus ada bukti yang disampaikan di persidangan.
"Dan yang kedua, karena ini bicara masalah hukum, adalah bicara bukti, disinilah makanya ada teori 'siapa yang menuduh, harus membuktikan'," papar Hibnu.
Hibnu pun menekankan bahwa yang disampaikan tersebut berupa bukti, bukan hanya asumsi maupun prediksi
Oleh karena itu, dalam tahap ini, saksi ahli yang dihadirkan di persidangan harus bisa mengungkapkan bukti yang memiliki nilai kuat.
Karena kalau tidak bisa menyampaikan bukti, maka tentu akan memberatkan pihak yang menghadirkannya.
"Ini bicara bukti, bukan asumsi dan prediksi, bukti-bukti yang disampaikan itu bernilai atau tidak. Dengan demikian nanti kalau ahli yang disampaikan itu ternyata tidak bisa mengungkapkan bukti, justru akan memberatkan pada yang mengajukan," tegas Hibnu.