Lie Detector Kuat Ma'ruf Bisa Dijadikan Bahan Rujukan Penyidik, Ahli Hukum Pidana Beri Penjelasan
Lie detector atau alat uji kebohongan, kata Arif itu adalah satu instrumen untuk keperluan penyidikan.
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Ahli Hukum Pidana, Muhammad Arif Setiawan mengatakan jika ada syarat yang tidak terpenuhi saat tes poligraf atau uji kebohongan, maka itu melanggar prosedur.
Hal itu disampaikan ahli saat dihadirkan di persidangan terdakwa Kuat Maruf, Senin (2/1/2023).
Lie detector atau alat uji kebohongan, kata Arif itu adalah satu instrumen untuk keperluan penyidikan.
"Lie detector dalam pasal 184 KUHAP itu kan tidak termasuk ada di sana, karena itu kalau ahli memahami lie detector yang asal muasalnya itu kalau dasarnya itu berasal dari Peraturan Kapolri, maka Ahli memahami Lie detector itu adalah satu instrumen untuk keperluan penyidikan."
"Bagaimana (alat ini membantu) penyidik bisa lebih memahami perkara yang sedang dihadapi."
"(Apalagi) berkaitan dengan pemeriksaan para saksi dan juga tersangka, apakah keterangan yang diberikan oleh para saksi itu punya konsistensi tertentu yang disebut tadi ada kebohongan atau tidak," jelas Arif dikutip dari tayangan Kompas.tv.
Meskipun demikian, penerjemahan hasil pemeriksaan menggunakan lie detector ini juga bisa digunakan sebagai bahan rujukan penyidik.
Baca juga: Tutup Semua Pintu Saat Brigadir J Dieksekusi, Ahli Pidana Nilai Sikap Kuat Maruf Harus Dipastikan
"Itu hanya instrumen di dalam pemeriksaan tetapi Ahli memahami itu bukan salah satu alat bukti."
"Tetapi kalau hasil dari lie detector itu dilakukan dengan prosedur yang benar, maka masih mungkin dimanfaatkan untuk dinilai oleh ahli yang mempunyai kompetensi membaca dan menerjemahkan hasil dari lie detector itu."
"Dengan demikian yang dipakai sebagai alat bukti bukan hasil dari laporan lie detector-nya tadi, tetapi pembacaan terjemahan dari pemeriksaan itu," lanjut Arif.
Adapun syaratnya adalah pemeriksaan tetap dilakukan sesuai dengan prosedur.
Arif mengatakan yang namanya hukum, segala sesuatunya harus dilakukan dengan prosedur, termasuk tatkala melakukan pemeriksaan.
Jika salah satu prosedur tidak diamini, maka pemeriksaan tersebut dinilai tidak sah.
"Prinsip di dalam hukum acara pidana itu kan tidak boleh ada satu proses tanpa prosedur."
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.