Soal Ricky Rizal yang Amankan Senjata Brigadir J saat Kejadian, Ahli Psikologi: Upaya Kurangi Risiko
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, Ricky Rizal, mengamankan senjata Brigadir J saat kejadian atas inisiatif sendiri untuk mengurangi risiko.
Penulis: Rifqah
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Ahli Psikologi Forensik Universitas Indonesia (UI), Nathanael Sumampouw, menyinggung soal sikap Ricky Rizal mengamankan senjata Yosua Hutabarat (Brigadir J) ketika mereka berada di Magelang, Jawa Tengah.
Kala itu, Ricky Rizal mengaku mengamankan senjata Brigadir J karena mengetahui almarhum dan Kuat Maruf sempat bersitegang.
Tindakan Ricky Rizal mengamankan senjata Brigadir J, dinilai Nathanael sebagai upaya untuk mengurangi risiko.
Hal tersebut disampaikan Nathanael saat menjadi saksi ahli meringankan dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir J pada Senin (2/1/2023), di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Memang betul dari keterangan yang disampaikan Ricky Rizal secara langsung kepada saya sebagai tim pemeriksa."
"Saya pikir Ricky Rizal paham betul bahwa ia secara usia dan kepangkatan adalah bisa dikatakan senior di antara perangkat yang lain di Magelang," ungkap Nathanael.
Baca juga: Ricky Rizal Amankan Senjata Yosua Ketika di Magelang, Psikolog Forensik: untuk Mengurangi Masalah
Nathanael juga mengungkapkan, Ricky Rizal bingung harus bersikap bagaimana kala itu.
"Dalam situasi ambigu tersebut Ricky Rizal, saya pikir yang bersangkutan melakukan suatu inisiatif tindakan untuk mitigasi risiko (ambil senjata Brigadir J) mengurangi suatu kemungkinan masalah lebih lanjut," ujarnya.
Atas Inisiatif Pribadi
Terdakwa Ricky Rizal diketahui mengamankan senjata Brigadir J atas inisiatif pribadi dan tidak ada hubungannya dengan Ferdy Sambo maupun Putri Candrawathi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kuasa Hukum Ricky Rizal, Erman Umar, setelah persidangan selesai digelar.
Erman mengatakan Ricky Rizal sebagai senior, tak ingin disalahkan jika terjadi sesuatu di Magelang.
Oleh karenanya Ricky Rizal berinisiatif untuk menyimpan senjata Brigadir J untuk menghindari keributan.
"Penyimpanan senjata itu insiatif pribadi dalam kondisi jangan sampai mereka berdua ribut."
"Ricky Rizal paling senior di situ, pasti takut disalahkan juga," ungkap Erman.
"Tidak ada ada hubungannya juga dengan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi."
"Itu hanya insiatif pribadi agar tidak terjadi apa-apa," tutupnya.
Erman juga mengungkapkan alasan mengapa dirinya menanyakan fakta kejadian yang ada di Magelang.
Lantaran, di dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), meyebut Ricky Rizal mengamankan senjata Brigadir J atas perintah.
Baca juga: Pengacara Minta Ricky Rizal Dibebaskan Jika Tak Ditemukan Fakta Kliennya Sebagai Pelaku
"Kenapa kita tanyakan fakta kejadian di Magelang? Karena bagaimanapun antisipasi memindahkan senjata itu kan diduga dalam dakwaan saudara JPU itu disuruh," kata Erman.
"Ini 'kan situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya kemudian yang bersangkutan merespons."
"Saya pikir respons tersebut (mengambil senjata Brigadir J) didukung juga dengan potensi profil psikologi Ricky Rizal maka yang bersangkutan mengambil langkah tersebut," imbuhnya.
Sebagai informasi, Brigadir J diketahui tewas ditembak pada 8 Juli 2022 lalu, dalam pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo.
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Penembakan ini dilakukan lantaran Brigadir J diduga telah melecehkan Putri Candrawathi.
Karena hal tersebut, Ferdy Sambo merasa marah dan menyusun strategi untuk membunuh Brigadir J.
Dalam kasus ini, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal (Bripka RR), Kuat Ma'ruf, dan Richard Eliezer (Bharada E).
Kelima terdakwa tersebut didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tambahan hukuman untuk Ferdy Sambo juga dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama dengan Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rachman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa tersebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Kompleks Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar pasal 49 juncto pasal 33 subsidiar Pasal 48 ayat (1) j8uncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidiar Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
(Tribunnews.com/Rifqah/Rahmat Fajar Nugraha)