Kejaksaan Agung Akan Banding Terhadap Putusan Kasus Korupsi Minyak Goreng
Keputusan mengajukan banding disebut Ketut karena vonis terhadap lima terdakwa dianggap tak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menjatuhkan vonis penjara terhadap lima terdakwa kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan produk turunannya, termasuk minyak goreng.
Kelima terdakwa dijatuhi hukuman penjara untuk jangka waktu yang berbeda-beda, mulai dari satu hingga tiga tahun.
Namun secara umumnya, vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Sebab, tim jaksa penuntut umum telah mengajukan tuntutan penjara tujuh hingga 12 tahun penjara bagi lima terdakwa.
Oleh sebab itu pihak Kejaksaan telah memutuskan akan mengajukan banding.
"Atas putusan Majelis Hakim tersebut, penuntut umum melakukan upaya hukum banding," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com pada Kamis (5/1/2023).
Keputusan mengajukan banding disebut Ketut karena vonis terhadap lima terdakwa dianggap tak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat.
"Terutama kerugian yang diderita masyarakat, yakni perekonomian negara dan termasuk kerugian negara," kata Ketut.
Sebelumnya di dalam persidangan, tim jaksa penuntut umum menyatakan masih akan mempertimbangkan opsi banding yang ditawarkan Majelis Hakim.
"Kami pikir-pikir dulu. Kami menyatakan pikir-pikir untuk semua terdakwa," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan pada Rabu (4/1/2023).
Saat ditemui usai persidangan, jaksa penuntut umum (JPU), Muhammad mengungkapkan adanya pertimbangan dalam mengajukan banding.
Selain vonis yang jauh lebih ringan daripada tuntutan, Majelis Hakim juga tak melihat adanya kerugian perekonomian negara dalam kasus ini.
Baca juga: Majelis Hakim Sebut Kerugian Negara di Korupsi Minyak Goreng Sebesar Rp 2,9 Triliun
"Yang paling kerasa itu kerugian perekonomian tidak terbukti, seperti itu. Jadi adalah perasaan yang mengganjal dalam pikiran saya. Soalnya yang kami buktikan adalah kerugian perekonomian," ujarnya.
Sebagai informasi, Majelis Hakim memang menyampaikan di persidangan bahwa tak ada kerugian perekonomian negara yang ditimbulkan dari kasus ini.
"Menimbang untuk membuktikan adanya unsur kerugian perekonomian negara masih terlalu luas," ujar Hakim Ketua, Liliek Prisbawono Adi di dalam persidangan pada Rabu (4/1/2023).