Di Hadapan Majelis Hakim, Ricky Rizal Tak Merasa Bersalah Atas Tewasnya Brigadir J, Hanya Menyesali
Di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Ricky Rizal hanya mengaku menyesali atas kejadian tewasnya Brigadir J saat itu.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J yakni Ricky Rizal Wibowo alias Bripka RR tidak mengungkapkan rasa bersalah atas tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J dalam insiden penembakan 8 Juli 2022 lalu.
Di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Ricky Rizal hanya mengaku menyesali atas kejadian tewasnya Brigadir J saat itu.
"Kamu tidak merasa bersalah apa tidak?" tanya anggota majelis hakim PN Jakarta Selatan.
"Saya menyesali," jawab Ricky .
"Jangan, pertanyaan saya dijawab! Kamu merasa bersalah apa tidak?"
"Mohon izin yang mulia, bersalah atas apa?" timpal Ricky Rizal.
"Atas kejadian ini ada bersalah gak?" tanya lagi majelis hakim.
"Kalau bersalah saya lebih menyampaikan ke menyesali kejadian seperti ini," jawab Ricky.
"Menyesali ya?"
"Baik yang mulia," ucap Ricky.
Baca juga: Ricky Rizal Heran Ferdy Sambo Mampir ke Duren Tiga Padahal Ingin Main Badminton Bareng Idham Aziz
Tak hanya menyesal atas kejadian ini, Ricky juga menyebut merasa bersedih karena harus terlibat dalam perkara ini.
Rucky juga tidak menyangka kejadian penembakan itu harus terjadi dan melibatkan dirinya serta para terdakwa yang lain.
"Kami ingin tau bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya majelis hakim.
"Saya merasa sedih atas semua yang saya alami," jawab Ricky.
"Hanya sedih?" tanya lagi majelis hakim.
"Siap yang mulia," jawab Ricky.
"Selain itu selian merasa sedih?" tanya lagi majelis hakim.
"Saya tidak menyangka saya harus mengalami seperti ini," tukas dia.
Sebelumnya, Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo disebut tidak mengeluarkan perintah hajar kepada terdakwa Ricky Rizal Wibowo alias Bripka RR saat berbincang di rumah pribadi di Jalan Saguling III, Kalibata Jakarta Selatan sebelum mengeksekusi Brigadir J.
Hal itu diungkapkan Ricky Rizal dalam sidang lanjutan perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Ricky didengarkan keterangannya sebagai terdakwa.
Mulanya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso menanyakan kepada Ricky soal kondisi dirinya yang dipanggil Ferdy Sambo di rumah Saguling usai tiba dari Magelang.
Saat itu, Ricky menyebut kalau dirinya hanya seorang diri menemui Ferdy Sambo di lantai 3 rumah Saguling.
"Kemudian saudara masuk untuk bertemu terdakwa Ferdy Sambo, saudara tahu keberadaan Eliezer dimana?" tanya majelis hakim Wahyu dalam persidangan, Senin (9/1/2023).
"Saat di lantai 3 saya tidak melihat Eliezer," kata Ricky.
"Terdakwa Kuat?" tanya lagi hakim Wahyu.
"Tidak ada juga," jawab Ricky.
"Terdakwa Putri?" kembali menanyakan Hakim Wahyu.
"Tidak ada," timpal Ricky.
"Saudara hanya bertemu terdakwa Ferdy Sambo?" tanya lagi Hakim Wahyu.
"Betul yang mulia," kata Ricky menegaskan.
Setelah itu, Ricky mengaku mendapat pertanyaan dari Ferdy Sambo soal kondisi di rumah Magelang yang memegang diketahui dia merupakan ajudan yang bertanggungjawab di rumah tersebut.
Kepada Ferdy Sambo, Ricky mengaku tidak mengetahui apapun yang terjadi, namun akhirnya, atasannya itu bercerita kalau telah terjadi pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi yang dilakukan oleh Brigadir Yoshua.
"Kemudian apa yang disampaikan terdakwa Ferdy Sambo pada saat itu?" tanya Hakim Wahyu.
"Saya duduk terus bapak (Ferdy Sambo) menanyakan 'ada kejadian apa di Magelang'. Saya jawab tidak tahu, terus bapak diam, tiba-tiba menangis sambil kelihatan emosi sekali," kata Ricky.
"Terus menyampaikan kalau ibu sudah dilecehkan Yoshua. terus beliau menyampaikan mau panggil Yoshua," timpalnya.
Setelah itu, Ricky Rizal menyatakan, Ferdy Sambo meminta untuk dibantu jika nantinya Brigadir Yoshua melakukan perlawanan.
Saat itu, Ferdy Sambo meminta kepada Ricky untuk menembak Yoshua jika perlawanan itu benar terjadi.
Namun, karena merasa tidak kuat mental, Ricky secara tegas menentang perintah dari mantan jenderal polisi bintang dua itu.
"Saya diminta untuk backup dan mengamankan, kamu backup saya amankan saya, kalau dia melawan kamu berani gak tembak dia," kata Ricky.
"Setelah itu saya jawab, saya tidak berani pak saya tidak kuat mentalnya," sambungnya.
Dari situ, Hakim Wahyu menegaskan kembali perintah menembak dari Ferdy Sambo kepada Ricky.
Ricky juga membenarkan kalau Ferdy Sambo memintanya menembak bukan menghajar.
"Artinya terdakwa Ferdy Sambo, kalau dia melawan kamu berani tembak dia atau tidak?" tanya hakim Wahyu.
"Betul yang mulia," jawab Ricky Rizal.
"Kalimatnya begitu? bukan hajar?" tanya Hakim Wahyu.
"Betul yang mulia. Tidak ada kalimat hajar," jawab Ricky memastikan.
"Tapi tembak?" tanya lagi Hakim Wahyu.
"Kalau dia melawan kamu berani gak tembak dia. Kalau dia melawan," jawab Ricky seraya meniru pernyataan Ferdy Sambo.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.