Pengamat: Tak Ada Urgensi OJK Jadi Penyidik Tunggal Kasus Pidana Keuangan, Polri Sudah On Track
Pengamat kritik UU PPSK yang beri kewenangan pada OJK jadi satu-satunya yang punya hak melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan.
Penulis: Reza Deni
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Sara Institute Muhammad Wildan mengkritik soal Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang memberikan kewenangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menjadi satu-satunya yang memiliki hak untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan.
Menurut Wildan kewenangan penyidikan ini bertentangan dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), .
"Dan dengan diberikannya Kewenangan tersebut, juga berpotensi abuse of power dan penyalahgunaan wewenang," kata Wildan dalam keterangannya, Selasw (10/1/2023).
Baca juga: IFSOC Soroti Penerbitan Regulasi Terkait Fintech Selama 2022, Mulai UU PDP hingga UU PPSK
Wildan menyampaikan bahwa tidak ada urgensi memberikan kewenangan kepada OJK untuk menjadi satu-satunya yang memiliki hak melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan.
Dirinya menilai justru kerja sama Polri dan OJK harus semakin diperkuat.
"Karena kinerja Polri saat ini dalam menangani kasus pidana di sektor jasa keuangan sudah sangat profesional dan penyidik dari Polri dan PPNS sudah cukup," tandas dia
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) menjadi Undang-undang.
Keputusan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR RI yang digelar Kamis (15/12/2022), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Rapat dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani, didampingi Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F. Paulus dan Rachmat Gobel.
Baca juga: Legislator PDIP Sebut Pembahasan RUU PPSK Alami Kemajuan Siginifikan
Awalnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI sekaligus Ketua Panja RUU PPSK Dolfie OFP menyampaikan laporan hasil pembahasan RUU tersebut.
Dikatakan Dolfie, Komisi XI DPR telah menyepakati dan menandatangani naskah RUU PPSK pada Kamis (8/12/2022) lalu.
Setelah Dolfie menyampaikan laporan hasil pembahasan RUU PPSK, Puan selaku pimpinan sidang meminta persetujuan pengesahan RUU PPSK menjadi UU.
"Selanjutnya kami menayaakan kepada semua fraksi apakah Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-undang?" tanya Puan
"Setuju," jawab peserta rapat.
Adapun rapat paripurna pada hari ini dihadiri oleh 92 anggota DPR yang hadir secara langsung.
Kemudian, yang mengikuti secara virtual sebanyak 240 orang dan izin sejumlah 55 anggota legislatif.
Baca juga: Guru Besar UGM Sebut Aturan Penyidikan OJK Belum Berikan Kepastian Hukum
Untuk diketahui RUU PPSK atau omnibus law di sektor keuangan ini merombak sejumlah aturan yang mengatur Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Lebin rinci, UU yang diubah melalui RUU PPSK di antaranya adalah UU Perbankan, UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK), UU LPS, UU BI, UU OJK, UU Pasar Modal, UU Perdagangan Berjangka Komoditi, UU Surat Utang Negara, UU Perbankan Syariah, UU Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, UU Perasuransian, dan UU Penjaminan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.