7 Strategi Ferdy Sambo Lolos dari Hukuman Mati, Sengaja Pakai Kaca Mata hingga Tuduh Brigadir J
Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo berupaya melakukan strategi selama persidangan agar terhindar dari hukuman mati dalam kasus Brigadir J.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo mendapatkan ancaman hukuman mati terkait pembunuhan ajudannya Brigadir J pada 8 Juli 2022 lalu.
Namun di persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam beberapa pekan terakhir tampak Ferdy Sambo berupaya meyakinkan Majelis Hakim agar bisa lolos dari hukuman maksimal, hukuman mati.
Tribunnews.com, Rabu (11/1/2023) mengulas sejumlah strategi Ferdy Sambo dari pernyataan Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel dalam berbagai kesempatan.
Berikut ulasannya :
1. Narasi Kekerasan
Reza Indragiri Amriel menilai narasi kekerasan seksual sengaja dipertahankan Ferdy Sambo dan istrinya yakni Putri Candrawathi untuk lolos dari jerat pidana pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Padahal hingga kin, tak ada satu pun bukti konkrit yang menunjukkan bahwa Putri merupakan korban kekerasan dan perkosaan Brigadir Yosua.
"Agar kemudian bisa mendapatkan keringanan hukuman, bahkan syukur-syukur bebas murni, maka diciptakan sebuah alibi yang istilahnya adalah provocative defense. Bahwa pembunuhan berencana yang didakwakan tersebut didahului oleh peristiwa provokatif pendahuluan, yaitu pemerkosaan," kata Reza kepada Kompas.com, Rabu (21/12/2022).
Merujuk Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), pembuktian dugaan kekerasaan seksual memerlukan tiga hal yakni keterangan saksi/korban, keterangan ahli, dan keyakinan majelis hakim.
2. Klaim Melakukan Pembunuhan Karena Istrinya Diperkosa
Dalam hal Putri mengeklaim dirinya diperkosa, menurut Reza, keterangan ahli seharusnya berasal dari bidang kedokteran.
Sebab mengacu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), suatu tindakan disebut sebagai perkosaan jika terjadi penetrasi.
Oleh karenanya, Reza menyebutkan klaim Putri itu harus dibuktikan dengan hasil visum.
Sementara sejak awal kasus ini mencuat, Putri tak melakukan visum.
"Hanya lewat visum sajalah seseorang dapat membuktikan apakah dirinya sungguh-sungguh sudah pernah diperkosa atau tidak diperkosa," ujar Reza.
Masih merujuk penjelasan KUHP, lanjut Reza, keterangan ahli psikologi pun tak cukup dijadikan bukti dugaan kekerasan seksual.
"Hingga hari ini tidak ada satu pun bukti yang bisa menunjukkan kepada kita secara definitif dan tidak multitafsir bahwa PC (Putri Candrawathi) sudah diperkosa," kata Reza.
Reza pun menilai wajar jika seorang terdakwa berupaya membangun strategi yang mungkin meloloskan dia dari jerat hukum.
Apalagi, dalam kasus ini, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi didakwa Pasal 340 KUHP atau pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati.
Dengan bersikukuh mempertahankan narasi kekerasan seksual menurut Reza, Sambo dan Putri berharap mendapat keringanan hukuman atau bahkan lolos dari jerat pidana.
"Andaikan tidak ada pemerkosaan tidak mungkin ada pembunuhan berencana, strategi inilah yang coba dilakukan untuk meyakinkan Majelis Hakim dan juga untuk merebut simpati publik," kata Reza.
Baca juga: Tangis Ferdy Sambo di Persidangan, Ungkap Penyesalan dan Minta Maaf
3. Atribusi Eksternal
Atribusi Eksternal adalah pertanggungjawaban yang harusnya ditanggung oleh Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi justru dilimpahkan ke orang lain.
Strategi ini, kata Reza, tampak saat tim kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menganggap terdakwa lain yaitu Bharada E melakukan kesalahan seperti tidak memahami perintah hingga tidak konsisten dalam memberikan keterangan.
"(Contohnya) Richard salah tafsir, Richard overdosis dalam memahami perintah, Richard memiliki inisiatif kebablasan dan seterusnya," jelas Reza dalam program Kontroversi yang tayang di YouTube Metrotvnews, Jumat (15/12/2022) seperti dikutip Tribunnews.com.
Di depan persidangan, Bharada E menyebut perintah Ferdy Sambo adalah untuk menembak Brigadir J.
"Woy sini kamu (Brigadir J), langsung didorong ke depan, Yang Mulia, berlutut kau."
"Lalu saya di samping kanan (Ferdy Sambo), (Ferdy Sambo memerintahkan) 'woy, kau tembak, kau tembak cepat!," kata Bharada E dalam persidangan pada Selasa (13/12/2022).
Sementara, Ferdy Sambo membantah kalau dirinya memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J.
Ferdy Sambo mengaku memerintahkan Bharada E hanya untuk menghajar eks ajudan Ferdy Sambo tersebut bukan membunuh.
4. Strategi Viktiminisasi
Strategi kedua adalah ironi viktiminisasi yang berarti mengubah pelabelan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di mata masyarakat dan hakim bahwa mereka bukanlah pelaku tetapi korban dalam kasus ini.
"Sehingga dia (Ferdy Sambo -red) katakan, 'Yang Mulia, andaikan saya ini dianggap bersalah karena melakukan pembunuhan berencana tapi pembunuhan berencana ini terjadi karena ada peristiwa pendahuluan (dugaan pelecehan seksual oleh Brigadir J di Magelang ke Putri)," jelasnya.
Reza mengatakan strategi di atas terus dilakukan oleh Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi selama persidangan.
Sebagaimana diketahui, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi bersikukuh Brigadir Yosua melakukan perkosaan terhadap Putri di rumah pasangan suami istri tersebut di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya ini membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Brigadir Yosua.
5. Sengaja Pakai Kaca Mata di Persidangan
Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel menyoroti kaca mata yang digunakan terdakwa Ferdy Sambo sepanjang persidangan perkara tewasnya Brigadir J.
Menurut Reza Indragiri Amriel, Ferdy Sambo tidak konsisten memakai kacamata.
Menjelang sesi-sesi akhir persidangan, dia lebih rutin memakai kacamata.
"Sekian banyak studi menemukan efek kacamata yang dikenakan terdakwa di ruang sidang. Misalnya, dengan memakai kacamata, terdakwa terlihat lebih cerdas, " ujar Reza Indragiri Amriel, Rabu (11/1/2023).
Selain itu terdakwa juga tampak tidak intimidatif sehingga mengurangi kesan ia adalah sosok biadab.
Ujung-ujungnya, berkurang kemungkinan terdakwa divonis bersalah.
Ata, karena ia terkesan lebih manusiawi, hukumannya bisa lebih ringan.
"Dari situlah muncul istilah nerd defense atau strategi pembelaan diri dengan menampilkan diri laiknya si kutu buku, " ucapnya.
Terdakwa yang dalam situasi normal tak memakai kacamata, kemudian memakai kacamata tanpa ukuran.
Bukan sebatas gimmick apalagi untuk gagah-gagahan, faedah kacamata terhadap jalannya persidangan ternyata tak bisa dipandang sebelah mata.
"Nah bagi Ferdy Sambo yang punya raut muka keras jelas butuh "pelembut" guna melembutkan hati hakim. Pertanyaannya, ampuhkah nerd defense meloloskan FS dari lubang jarum?, " tutur Reza Indragiri Amriel.
6. Sebut Almarhum Brigadir J ke Tempat Hiburan Malam
Tim Penasihat Hukum Terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi membeberkan sejumlah barang bukti terkait kasus pembunuhan Brigadir J.
Salah satunya adalah foto dan gambar saat almarhum Brigadir J semasa hidupnya berkumpul di tempat hiburan malam.
Momen itu dibeberkan Tim Penasihat Hukum saat sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (29/12/2022) lalu.
Saat itu mereka menyampaikan 35 bukti, terdapat salah satu foto Brigadir J dan ajudan Sambo Daden Miftahul Haq tengah berkumpul bersama sejumlah orang di sebuah tempat hiburan malam.
"B10 adalah foto saksi Daden bersama almarhum Yosua di sebuah tempat hiburan malam," kata Tim pengacara, Febri Diansyah.
7. Menangis dan Menyesal di Persidangan
Ferdy Sambo tak kuasa menahan tangis mengingat kondisi anak-anaknya yang kini harus menjalani hidup jauh dari dirinya dan istrinya sebagai orangtua.
Ferdy Sambo juga tak kuasa menahan air mata ketika disinggung mengenai kariernya di kepolisian selama 28 tahun kini harus hancur tak bersisa.
Sambo terdiam dan terisak ketika mendapat pertanyaan mengenai karier dan mengenai anak-anaknya itu saat diperiksa sebagai terdakwa dalam persidangan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/1/2023).
Saat menceritakan mencapainya itu, Sambo masih dalam keadaan menahan tangis. Ia pun sempat diberikan tisu oleh tim kuasa hukum. Sambo menyambut tisu itu.
Duduk Perkara Kasus Pembunuhan Brigadir J
Sebagaimana diketahui, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi bersikukuh Brigadir Yosua melakukan perkosaan terhadap Putri di rumah pasangan suami istri tersebut di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya ini membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Brigadir Yosua.
Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.
Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
Dalam kasus ini, lima orang didakwa terlibat pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Kelimanya yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Atas perbuatan tersebut, kelimanya didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com