Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Negara Akhirnya Akui 12 Peristiwa Masa Lalu Sebagai Pelanggaran HAM Berat

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Negara Akhirnya Akui 12 Peristiwa Masa Lalu Sebagai Pelanggaran HAM Berat
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Maria Catarina Sumarsih, ibu dari Bernardinus Realino Norma Irmawan atau Wawan, korban peristiwa Semanggi I mengikuti aksi Kamisan membawa payung hitam di depan Istana Merdeka Jakarta Pusat, Kamis (22/11/2012). Aksi yang dilakukan setiap Kamis sore ini ditujukan kepada pemerintah agar segera menyelesaikan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk peristiwa Semanggi. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.

Presiden mengakui adanya pelanggaran HAM setelah menerima laporan akhir Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (11/1/2023).

“Saya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022,” katanya.




“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” katanya.

Sebelumnya negara belum pernah mengakui adanya pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Presiden  sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat tersebut.

Peristiwa yang diakui sebagai pelanggaran HAM Berat di antaranya yakni:

BERITA TERKAIT

1) Peristiwa 1965-1966,
2) Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985,
3) Peristiwa Talangsari, Lampung 1989,
4) Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989,
5) Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998,
6) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998,
7) Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999,
8) Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999,
9) Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999,
10) Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002,
11) Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan
12) Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

Massa mahasiswa Universitas Trisakti menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Arjuna Wijaya atau Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (12/5/2022). sejumlah mahasiswa Universitas Trisakti menyampaikan orasi mereka dalam rangka memperingati 24 tahun reformasi yang jatuh pada 12 Mei 2022. Tribunnews/Jeprima
Massa mahasiswa Universitas Trisakti menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Arjuna Wijaya atau Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (12/5/2022). sejumlah mahasiswa Universitas Trisakti menyampaikan orasi mereka dalam rangka memperingati 24 tahun reformasi yang jatuh pada 12 Mei 2022. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Presiden menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban peristiwa tersebut.

Sebelumnya pada 29 Desember 2022, Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) yang dipimpin Makarim Wibisono menyarankan Presiden Joko Widodo mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu.

Dalam laporan akhir dan rekomendasi yang telah diserahkannya kepada Menko Polhukam RI Mahfud MD, kata Makarim, ada dua hal penting.

Pertama, soal laporan mengenai hasil kerja Tim PPHAM yang telah dikerjakan sesuai Keppres nomor 17 tahun 2022 tentang pembentukan Tim PPHAM. Laporan tersebut, pada pokoknya mengungkap dan memberi analisa pada pelanggaran HAM masa lalu.

Kedua, rekomendasi mengenai pemulihan korban. Ketiga, rekomendasi agar masalah pelanggaran HAM tidak terjadi lagi di Indonesia.

Baca juga: Mahfud MD, Kiai, dan Pimpinan PBNU Bahas Penyelesaian Non Yudisial Kasus Pelanggaran HAM Berat 1965

Lebih jauh, Makarim menjelaskan inti dari pertemuan-pertemuan yang dilakukan Tim PPHAM dengan korban, keluarga korban, pendamping, dan unsur LSM adalah mereka menginginkan negara mengakui kasus-kasus pelanggaran HAM berst tersebut.
Karena sampai sekarang, kata dia, tidak ada satupun pengakuan negara terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM.

Oleh karena itu, kata Makarim, mereka sangat mengharapkan adanya pengakuan dari negara bahwa telah terjadi peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM berat tersebut.
Ia berharap saran tersebut bisa diterima oleh pemerintah dan bisa dijadikan pegangan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas