VIDEO Mahfud MD Ungkap Proses Penangkapan Lukas Enembe: Setiap Hari Pantau Transaksi Katering
Proses hukum terhadap Lukas, menurut Mahfud MD, sudah didiskusikan sejak lama.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan proses di balik penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe pada Selasa (10/1/2023) kemarin.
Proses hukum terhadap Lukas, menurut Mahfud, sudah didiskusikan sejak lama.
Hingga pada akhirnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri berkonsultasi dengan Mahfud terkait kasus Lukas pada 5 Januari 2023 lalu.
Setelahnya, kata Mahfud, Firli kemudian memutuskan untuk melakukan penangkapan terhadap Lukas.
Dalam prosesnya, Mahfud mengungkapkan sebagian cara yang dilakukan untuk menangkap Lukas mengingat ketika pengumuman Lukas sebagai tersangka oleh KPK, banyak pendukungnya berjaga di kediaman Lukas di Papua.
Salah satu caranya, kata Mahfud, adalah dengan memantau transaksi katering Lukas untuk pendukungnya tersebut.
Hal tersebut diungkapkannya ketika konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam RI Jakarta Pusat pada (11/1/2023).
"Gampang untuk tahu pendukungnya Lukas itu berapa."
"Hari pertama dia beli nasi bungkus misalnya 5 ribu, besok turun 3 ribu, terakhir tinggal 60."
"Ini sudah tidak ada orang yang jaga di sana."
"Kita tahu, masa kita tidak tahu yang begitu."
"Makanya terus dihitung cara menangkapnya gimana. Gampang kan menangkapnya," kata Mahfud.
"Kita punya juga catatan dari katering untuk makanan yang suka duduk-duduk di depan rumah itu, sehari turun, sehari turun, kita menghitung setiap hari ada catatannya. Sehingga nangkapnya lebih gampang," sambung dia.
Mahfud mengatakan ketika Lukas ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, pendukung Lukas banyak yang berjaga di kediamannya di Papua.
Namun demikian, kata dia, jumlahnya berangsur berkurang.
"Sesudah itu kita jelaskan, makin hari makin bekurang sampai akhirnya juga tidak ada kecuali masyarakat adat kan cuma gitu aja, bekurang-berkurang," kata dia.
Selain itu, kata dia, pemerintah juga mengantisipasi pengamanan proses penangkapan tersebut secara maksimal.
"Tapi kita tetap harus pengamanan maksimal meskipun kita tahu, karena kita tahulah," kata Mahfud.
Kronologi Penangkapan Lukas Enembe
Berdasarkan kronologi yang diungkapkan Ketua KPK Firli Bahuri, tim penyidik dibantu Brimob Polda Papua menangkap Lukas pada pukul 12.27 WIT, Selasa (10/1/2023).
Firli menyebut pihak mendapat informasi bahwa Lukas Enembe akan menuju Mamit Tolikara melalui Bandara Sentani.
Diduga, Lukas Enembe akan meninggalkan Indonesia.
"KPK mendapatkan informasi tersangka LE (Lukas Enembe) akan ke Mamit Tolikara pada hari Selasa tanggal 10 Januari 2023 melalui Bandara Sentani (bisa jadi cara tersangka LE akan meninggalkan Indonesia)," ungkap Firli lewat keterangan tertulis, Selasa (10/1/2023).
Setelah mendapatkan informasi dimaksud, kata Firli, pihaknya langsung berkoordinasi denga Menghub Wakapolda, Dansat Brimob, dan Kabinda untuk membantu upaya penangkapan Lukas Enembe.
Pada akhirnya, KPK beserta sejumlah aparat penegak hukum (APH) berhasil meringkus Lukas Enembe di sebuah restoran di distrik Abepura.
"Selanjutnya saudara LE dibawa ke Mako Brimob Papua untuk diamankan menunggu evakuasi ke Jakarta, segera paling lambat pada pukul 15.00 WIT (sekitar 13.00 WIB) dengan menggunakan pesawat Trigana Air melalui Manado-Sulawesi Utara untuk selanjutnya dibawa ke Jakarta," kata Firli.
Dari restoran tersebut, Lukas Enembe dikawal Dansat Brimob dan Irwasda Polda Papua menuju Bandara Sentani, yang selanjutnya diberangkatkan ke Jakarta via Manado dengan pesawat Trigana Air.
Setelah tiba di Manado, Firli mengontak Kapolda Sulawesi Utara untuk perbantuan pengamanan.
"Selanjutnya akan diterbangkan ke Jakarta dan setibanya di Jakarta saudara LE akan dilakukan pemeriksaan kesehatan di RSPAD dengan didampingi oleh tim KPK," ujar Firli.
KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka bersama dengan Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka.
Lukas diduga menerima suap dari Direktur PT TBP Rijatono Lakka sebesar Rp1 miliar terkait proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.
Selain itu, Lukas turut diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah.
Atas perbuatannya, Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Sedangkan Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Tipikor.(Tribunnews.com/Gita Irawan)