Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Duga Ada Aliran Uang dari Bupati Bangkalan Abdul Latif ke KPUD untuk Rekayasa Hasil Survei

Sairil diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap lelang jabatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in KPK Duga Ada Aliran Uang dari Bupati Bangkalan Abdul Latif ke KPUD untuk Rekayasa Hasil Survei
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Bupati Bangkalan, Abdul Latif Amin Imron (berpeci) bersama tersangka lainnya mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/12/2022) malam. KPK resmi menahan Bupati Bangkalan, Abdul Latif Amin Imron bersama lima tersangka lainnya terkait kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pemkab Bangkalan, Jawa Timur. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada aliran uang dari tersangka R. Abdul Latif Amin Imron (RALAI) ke sejumlah pihak di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bangkalan.

Uang itu disinyalir untuk merekayasa survei elektabilitas Bupati nonaktif Bangkalan itu.

Pendalaman materi itu ditelusuri penyidik KPK dari Sairil Munir Anggota KPU Bangkalan pada Rabu (11/1/2023) di Polda Jatim.

Sairil diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap lelang jabatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan.

"Sairil Munir (Anggota KPU Bangkalan), saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain lain terkait dengan dugaan adanya aliran uang dari tersangka RALAI ke pihak tertentu di KPU Kabupaten Bangkalan untuk membuat survei elektabilitas bagi tersangka dimaksud," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Jumat (13/1/2023).

Baca juga: KPK Ambil Sampel Suara Bupati Bangkalan Dkk

Diketahui, selain terlibat dalam kasus dugaan jual beli jabatan, Bupati Bangkalan R. Abdul Latif Amin Imron disinyalir mengutip fee dari sejumlah proyek.

BERITA TERKAIT

Uang itu diduga dipakai Abdul Latif untuk kepentingan pribadi, salah satunya kebutuhan politik.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan Abdul Latif Amin Imron diduga menerima sejumlah uang dari sejumlah proyek di Pemkab Bangkalan.

"Turut serta dan ikut campur dalam pengaturan beberapa proyek di seluruh dinas di Pemkab Bangkalan dengan penentuan besaran fee sebesar 10 persen dari setiap nilai anggaran proyek," ujar Firli saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (8/12/2022) dini hari.

Firli menerangkan politikus PPP itu diduga menerima uang melalui orang kepercayaannya sebesar Rp5,3 miliar.

Uang itu bersumber dari jual beli jabatan hingga fee proyek tersebut.

"Penggunaan uang-uang yang diterima tersangka RALAI tersebut diperuntukkan bagi keperluan pribadi, di antaranya untuk survei elektabilitas," ucap Firli.

Khusus untuk kasus jual beli jabatan, besaran komitmen fee yang diberikan Abdul Latif bervariasi sesuai dengan posisi jabatan yang diinginkan.

"Untuk dugaan besaran nilai komitmen fee tersebut dipatok mulai dari Rp50 juta sampai Rp150 juta yang teknis penyerahannya secara tunai melalui orang kepercayaan dari tersangka," kata dia.

Dalam kasus dugaan suap terkait jual beli jabatan, Abdul Latif tak sendiri menjadi tersangka di KPK.

Terdapat lima tersangka lainnya yang merupakan kepala dinas di Pemkab Bangkalan, yakni Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Agus Eka Leandy, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Wildan Yulianto, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Achmad Mustaqim, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Hosin Jamili, serta Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Salman Hidayat.

Dalam kasus ini, Agus Eka Leandy, Wildan Yulianto, Achmad Mustaqim, Hosin Jamili, dan Salman Hidayat dijerat sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ra Latif sebagai penerima dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas