Perjalanan Kasus Korupsi Asabri & Alasan Pengadilan Tipikor Tolak Vonis Hukuman Mati Benny Tjokro
Apa alasan majelis hakim menjatuhkan vonis nihil kepada Benny Tjokro dan bukan vonis seumur hidup seperti tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU)?
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak menjatuhkan pidana mati kepada Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro.
Alih-alih menjatuhkan vonis mati, majelis hakim justru menjatuhkan vonis nihil kepada Benny Tjokro.
Apa alasan majelis hakim menjatuhkan vonis nihil kepada Benny Tjokro dan bukan vonis seumur hidup seperti tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU)?
Berikut penjelasan ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat IG Eko Purwanto.
Baca juga: Kejaksaan Bantah Tudingan Benny Tjokro Soal Tebang Pilih Penanganan Kasus Asabri
Benny Tjokro Sudah Mendapat Vonis Seumur Hidup pada Kasus Jiwasraya
Eko Purwanto mengungkapkan bahwa vonis nihil diberikan hakim karena Benny sudah mendapat vonis seumur hidup dalam kasus Jiwasraya.
"Karena terdakwa sudah dijatuhi pidana seumur hidup dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya, maka pidana yang dijatuhkan dalam perkara a quo adalah pidana nihil," kata ketua majelis hakim IG Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (12/1/2023).
Hakim menyebut Benny Tjokro memang terbukti bersalah melakukan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri tahun 2012-2019 yang merugikan keuangan negara hingga Rp 22,7 triliun.
Namun Benny tidak bisa dijatuhkan pidana lain karena sudah mendapat hukuman maksimal dalam perkara lain.
Keputusan tidak Boleh Keluar dari Surat Dakwaan Penuntut Umum
Eko Purwanto mengatakan Hakim juga menolak menjatuhkan pidana mati kepada Benny Tjokro karena putusan yang dijatuhkan tidak boleh keluar dari surat dakwaan penuntut umum.
Dalam hal ini hakim menyoroti ketiadaan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang mengatur ancaman pidana mati dalam surat dakwaan jaksa.
"Majelis hakim tidak sependapat dengan penuntut umum yang menuntut pidana mati," ujar hakim saat membacakan pertimbangan hukum.
Hakim menjelaskan surat dakwaan merupakan landasan rujukan serta batasan dalam memeriksa dan memutuskan perkara pidana.
Baca juga: 164.000 Meter Persegi Lahan Benny Tjokro di Tigaraksa Disita Negara
Lantaran ada aturan tersebut, jaksa penuntut umum diminta tidak melampaui kewenangan.
"Penuntut umum telah melanggar asas penuntutan karena menuntut di luar pasal yang didakwakan," kata hakim.
Benny Harus Bayar Uang Pengganti Rp 5,7 triliun
Meski menolak menjatuhkan hukuman mati, majelis hakim tetap menjatuhkan hukuman tambahan kepada Benny yakni membayar uang pengganti Rp 5,7 triliun.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 5.733.250.247.731," ujar hakim IG Eko Purwanto.
Apabila uang pengganti tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan inkrah, maka harta benda Benny
akan disita dan dilelang jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Hakim menilai Benny terbukti turut serta melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer dan tindak pidana pencucian uang dalam dakwaan kedua primer.
Dalam pertimbangan yang memberatkan, hakim menilai perbuatan Benny Tjokro menyebabkan kerugian negara yang sangat besar, tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sementara yang meringankan, Benny Tjokro dianggap kooperatif dan bersikap sopan dalam persidangan.
JPU Pikir-pikir
Menanggapi putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta itu, seorang anggota dari jaksa penuntut umum (JPU), Sophan mengatakan bahwa pihaknya akan berpikir terlebih dahulu untuk mengajukan banding.
Baca juga: Kejaksaan Agung Sita 27 Hektar Tanah Benny Tjokro di Tangerang
"Kami hormati putusan hakim, kami pikir-pikir dulu selama 7 hari untuk menyatakan sikap nanti," kata Sophan.
Sementara Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menyatakan Kejaksaan Agung menghormati putusan majelis hakim tersebut.
"Kita ini menghormati putusan hakim terkait tindak pidana oleh Benny Tjokro. Akan tetapi kita harus pelajari dulu lengkapnya seperti apa," tutur Ketut.
Menurutnya, pihaknya akan kembali mempelajari berkas putusan tersebut untuk nantinya memutuskan pengajuan banding.
Perjalanan Kasus Asabri Benny Tjokro
Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) telah melayangkan tuntutan terhadap Benny Tjokrosaputro.
Benny Tjokro dituntut hukuman mati oleh jaksa karena merugikan keuangan negara Rp 22,788 triliun terkait dugaan korupsi pengelolaan dana PT Asabri (Persero).
Jaksa menyebut Benny terbukti melakukan korupsi bersama-sama dengan terdakwa lain dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Hal ini sebagaimana dakwaan kesatu primer Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Menurut jaksa, Benny Tjokrosaputro terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Benny Tjokrosaputro diduga melakukan perbuatannya bersama-sama dengan tujuh terdakwa lain.
Di antaranya, Direktur Utama PT Asabri periode Maret 2016–Juli 2020 Letjen Purn Sonny Widjaja, Dirut PT Asabri 2012–Maret 2016 Mayjen Purn Adam Rachmat Damiri.
Baca juga: Imbas Kasus Jiwasraya, Kejaksaan Sita 152 Hektar Lahan Benny Tjokro di Bogor dan Lebak
Kemudian, Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri Juli 2014–Agustus 2019 Hari Setianto dan Dirut PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP) Lukman Purnomosidi.
Lalu, Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relation Jimmy Sutopo, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, serta Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri periode 2012–Juni 2014, Bachtiar Effendi.
Selain itu, terdapat satu terdakwa yakni, Kepala Divisi Investasi PT Asabri (Persero) periode 1 Juli 2012-29 Desember 2016 Ilham Wardhana Bilang Siregar.
Namun Ilham sudah meninggal dunia pada 31 Juli 2021.
Pembelaan Benny Tjokro
Melalui nota pembelaannya atau pleidoi, Benny Tjokro mengklaim telah memberikan keuntungan kepada PT Asabri atas pengelolaan keuangan dan dana investasi tersebut.
Ia balik menuding jaksa tidak mempertimbangkan usaha yang telah dilakukan untuk memberikan keuntungan terhadap PT Asabri.
"Bagaimana tidak, saya memberikan keuntungan keuntungan nyata kepada PT Asabri berupa Rp 2.654.427.717.847 maupun Rp 1.295.991.763.000 dan dengan nilai estimasi harga Rp 1.441.223.300.000 sampai dengan Rp 5.516.200.000 yang memiliki nilai ekonomi, justru dituntut atas dosa-dosa yang dilakukan oleh internal PT Asabri," kata Benny dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, pada 16 November 2022.
"Saya juga menengarai, penuntut umum berusaha untuk menghapuskan keuntungan triliunan rupiah yang diterima PT Asabri dari saya, caranya dengan hanya menyebutkan uang keluar dari PT Asabri tanpa menyebutkan adanya uang diterima oleh Asabri," ujarnya.
Atas pembelaan yang telah disampaikan tersebut, Benny Tjokro berharap majelis hakim dapat menjatuhkan putusan terhadap kasus yang menjeratnya dengan seadil-adilnya.
Ia juga berharap majelis hakim mempertimbangkan seluruh dalil yang dituangkan dalam nota pembelaan yang telah diserahkan melalui penasihat hukum.
"Kami mendoakan semoga yang mulia majelis hakim diberikan hikmat oleh Tuhan agar dapat memutuskan dengan seadil-adilnya," kata Benny Tjokro.
Adapun sejumlah aset telah disita dari Benny Tjokrosaputro dalam kasus ini.
Benny Tjokro Divonis Seumur Hidup dalam Kasus Korupsi Jiwasraya
Sebelumnya, 2,3 tahun lalu tepatnya 26 Oktober 2020, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman pidana penjara seumur hidup terhadap Direktur Utama PT Hanson International, Benny Tjokrosaputro alias Benny Tjokro.
Majelis Hakim menyatakan Benny Tjokro terbukti secara sah dan meyakinkan bersama sejumlah pihak lain bersalah telah melakukan korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya.
Tak hanya itu, Majelis Hakim menyatakan Benny Tjokro telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang," kata Ketua Majelis Hakim Rosmina saat membacakan amar putusan terhadap Benny Tjokro di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/10/2020) malam.
Tak hanya pidana penjara seumur hidup, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan terhadap Benny Tjokro berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 6.078.500.000.000.
"Jaksa akan menyita harta benda Benny Tjokro dan melelangnya untuk menutupi uang pengganti jika dalam waktu sebulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap Benny Tjokro belum juga membayar uang pengganti," kata Hakim Rosmina.
Hukuman terhadap Benny sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung.
Dalam menjatuhkan hukuman tersebut, Majelis Hakim mempertimbangkan sejumlah hal.
Untuk hal yang memberatkan, Majelis Hakim menilai perbuatan Benny Tjokro merupakan tindak pidana korupsi secara terorganisir dengan baik sehingga sulit untuk diungkap.
Selain itu, Benny Tjokro menggunakan pihak lain dalam jumlah banyak dan nominee.
"Bahkan terdakwa menggunakan KTP palsu untuk menjadikan nominee," kata Hakim Rosmina.
Tak hanya itu, perbuatan Benny Tjokro dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan menimbulkan kerugian keuangan negara.
Selain itu, Benny dinilai telah menggunakan pengetahuan yang dimilikinya untuk merusak pasar modal dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap dunia perasuransian.
"Terdakwa bersikap sopan, menjadi kepala keluarga, namun terdakwa tidak mengakui perbuatannya. Maka perlakuan sopan dan kepala keluarga hilang," kata Hakim Rosmina.
(Tribun Network/Ilham Rian Pratama/Ashri Fadilla) (Kompas.com)