Ini Kata Pakar Hukum Pidana Soal Sidang Tuntutan Kasus Ferdy Sambo: Harus Dimulai dari Pelaku Utama
Dalam sidang kali ini mengagendakan pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa Ricky Rizal dan Kuat Maruf.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (16/1/2023).
Dalam sidang kali ini mengagendakan pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa Ricky Rizal dan Kuat Maruf.
Padahal biasanya, pelaku utama yang pertama menghadapi sidang tuntutan.
Lalu bagaimana tanggapan ahli ?
Pakar Hukum Pidana Jamin Ginting mengatakan bahwa sebenarnya konsep penuntutan dalam sidang itu dilihat dari pelaku utamanya terlebih dahulu.
Itu jika terdapat peran lainnya yang ikut serta dalam melancarkan suatu tindak pidana, ini tertuang dalam Pasal 55 tentang penyertaan (deelneming).
"Jadi konsep penuntutan itu tentu dilihat dari pelaku utamanya dulu kalau ada pasal 55 (tentang) penyertaan," kata Jamin, dalam tayangan Kompas TV.
Namun pengecualian terjadi jika pelaku utama belum ditemukan atau masih menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO).
Baca juga: Ricky Rizal dan Kuat Maruf Jalani Sidang Tuntutan, Ini 5 Momen saat Hakim Ragukan Kesaksian Mereka
Sehingga orang yang menjadi peran penyerta pun dapat menghadapi tuntutan lebih dahulu.
"Nah kadang tidak bisa ditemukan pelaku utamanya sehingga yang orang yang (membantu) melakukan itu selalu diduluankan ya, Tetapi itu jarang terjadi. Kalau memang orang yang dianggap pelaku utamanya itu belum bisa ditemukan atau melarikan diri, DPO dan segala macam ya, itu bisa terjadi," jelas Jamin.
Ia kemudian menjelaskan bahwa terkait kasus sidang pembunuhan terhadap Brigadir J, bisa saja sidang tuntutan JPU digelar bersamaan, atau hanya berbeda hari saja..
"Tetapi kalau dalam kasus ini kan, pelaku utama juga yang membantu melakukan suatu tindak pidana, dalam hal ini turut serta ya, bersama-sama melakukan tindak pidana, itu ada dan berbarengan dan beda hari saja dalam melakukan penuntutan," tegas Jamin.
Namun konstruksinya harus diawali dari tuntutan terhadap pelaku utama atau aktor intelektual dalam kasus tersebut yakni Ferdy Sambo.
"Sehingga seharusnya konstruksinya dalam konteks hukum acara pidana adalah orang yang pelaku utama, dalam hal ini aktor intelektual atau orang yang menyuruh melakukan suatu tindakan pidana,
Kemudian disusul sidang tuntutan terhadap orang yang memiliki peran dalam kasus tersebut, dalam hal ini seperti terdakwa Ricky Rizal dan Kuat Maruf.
"Lalu orang-orang yang turut serta melakukan tindak pidana, jadi tuntutan itu harus runtut, rencana tuntutan itu harus runtut," papar Jamin.
Jika pelaku utama dihukum terberat dalam suatu tindak pidana, maka penyerta dihukum sesuai dengan perannya masing-masing.
"(Peran) yang dianggap atau menurut Jaksa Penuntut Umum memiliki klasifikasi yang berbeda dalam peran serta melakukan tindak pidana tersebut. Sehingga tuntutannya juga berbeda-beda," pungkas Jamin.
Sebelumnya, sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J juga telah digelar pada Senin (17/10/2022), yang mengagendakan pembacaan dakwaan untuk tersangka Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, serta ajudan mereka Ricky Rizal dan Asisten Rumah Tangga (ART) Kuat Maruf.
Kemudian pada Selasa (18/10/2022), terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu menjalani sidang perdananya sebagai Justice Collaborator dengan agenda pembacaan dakwaan.
Dalam berkas dakwaan tersebut, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu disangkakan melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk kasus Obstruction of Justice, Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Baiquni Wibowo, Arif Rahman, Chuck Putranto dan Irfan Widyanto dijerat Pasal 49 Jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat 1 Jo Pasal 32 Ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE.
Mereka juga disangkakan melanggar Pasal 55 Ayat (1) dan/atau Pasal 221 Ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.