Mahfud MD: Presiden Jokowi Bakal Carikan Gedung Baru untuk Komnas HAM
Mahfud MD mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo bakal mencarikan gedung baru untuk Komnas HAM.
Penulis: Reza Deni
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo bakal mencarikan gedung baru untuk Komnas HAM.
Diketahui, kantor Komnas HAM berada di Jalan Latuharhary Nomor 4b, Menteng, Jakarta Pusat
"Ini (Komnas HAM) lembaga negara tapi gedungnya terselempit sendiri," ujar Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (16/1/2023).
Mahfud MD menambahkan, lembaga-lembaga negara lainnya saat ini sudah punya gedung yang bagus, di antaranya Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara pemilu.
"KPU sudah bagus, ini sudah bagus, Komnas HAM presiden akan carikan," kata Mahfud MD.
Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berharap Presiden Joko Widodo bisa mendukung pihaknya dan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait penyelesaian yudisial sejumlah kasus pelanggaran HAM berat.
Awalnya, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro mengatakan pihaknya ingin fokus soal upaya memperbaiki prosedur penyelidikan dan standar penyelidikan dan penyidikan dengan Kejaksaan Agung.
"Karena memang salah satu yang jadi perdebatan banyak muncul di media juga soal berkas-berkas yang kemudian terhenti di Kejaksaan Agung. Komnas HAM periode 2022-2027 ingin berangkat dari upaya mencari standar penyelidikan dan penyidikan yang disepakati oleh kedua lembaga ini," kata Atnike di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (16/1/2023).
Baca juga: 9 Poin Sikap Komnas HAM atas Pengakuan Negara Terhadap Peristiwa Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Untuk itu, pihaknya pun meminta Presiden Jokowi untuk mendukung Komnas HAM dan Kejagung agak berkoordinasi dengan lebih baik dalam soal penyelidikan dan penyidikan.
"Kita berharap dengan perbaikan standar atau prosedur penyelidikan penyidikan tersebut di antara dua lembaga ini, maka proses yudisial akan dapat berjalan dgn lebih efektif, itu yang kami sampaikan kepada Pak Presiden," tandas Atnike.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan membentuk Satgas untuk mengevaluasi dan memantau pelaksanaan rekomendasi dari Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM).
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Polhukam Mahfud MD usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, (16/1/2023).
“Selain inpres untuk membagi tugas kepada 17 kementerian dan lembaga nonkementerian tadi, presiden juga akan membentuk Satgas baru yang akan mengevaluasi dan mengendalikan pelaksanaan dari setiap rekomendasi ini,” kata Mahfud.
Satgas tersebut kata Mahfud saat ini sedang dirancang. Paling lambat Satgas akan diumumkan akhir Januari oleh Presiden Jokowi.
“Ini semuanya masih diracnang, mungkin tidak akan lewat dari akhir Januari ini nanti sudah diumumkan oleh Presiden,” katanya.
Pemerintah baru menjalankan 1 dari 11 rekomendasi PPHAM. Rekomendasi utama yang telah dijalankan oleh pemerintah yakni mengakui adanya pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Adapun 11 rekomendasi tim PPHAM kepada pemerintah terkait pelanggaran HAM Berat di masa lalu yakni:
1. Menyampaikan pengakuan dan penyesalan atas terjadinya pelanggaran HAM yang berat masa lalu.
2. Melakukan tindakan penyusunan ulang sejarah dan rumusan peristiwa sebagai narasi sejarah versi resmi negara yang berimbang seraya mempertimbangkan hak-hak asasi pihak-pihak yang telah menjadi korban peristiwa.
3. Memulihkan hak-hak para korban atas peristiwa pelanggaran HAM yang berat lainnya yang tidak masuk dalam cakupan mandat Tim PPHAM.
4. Melakukan pendataan kembali korban.
5. Memulihkan hak korban dalam dua kategori, yakni hak konstitusional sebagai korban; dan hak-hak sebagai warga negara.
6. Memperkuat penunaian kewajiban negara terhadap pemulihan korban secara spesifik pada satu sisi dan penguatan kohesi bangsa secara lebih luas pada sisi lainnya. Perlu dilakukan pembangunan upaya-upaya alternatif harmonisasi bangsa yang bersifat kultural.
7. Melakukan resosialisasi korban dengan masyarakat secara lebih luas.
8. Membuat kebijakan negara untuk menjamin ketidakberulangan peristiwa pelanggaran HAM yang berat melalui:
a. Kampanye kesadaran publik.
b. Pendampingan masyarakat dengan terus mendorong upaya untuk sadar HAM, sekaligus untuk memperlihatkan kehadiran negara dalam upaya pendampingan korban HAM.
c. Peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam upaya bersama untuk mengarusutamakan prinsip HAM dalam kehidupan sehari-hari.
d. Membuat kebijakan reformasi struktural dan kultural di TNI/Polri.
9. Membangun memorabilia yang berbasis pada dokumen sejarah yang memadai serta bersifat peringatan agar kejadian serupa tidak akan terjadi lagi di masa depan.
10. Melakukan upaya pelembagaan dan instrumentasi HAM. Upaya ini meliputi ratifikasi beberapa instrumen hak asasi manusia internasional, amandemen peraturan perundang-undangan, dan pengesahan undang-undang baru.
11. Membangun mekanisme untuk menjalankan dan mengawasi berjalannya rekomendasi yang disampaikan oleh Tim PPHAM.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui secara resmi terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu. Presiden mengakui adanya pelanggaran HAM setelah menerima laporan akhir Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (11/1/2023).
“Saya telah membaca dengan seksama laporan dari Tim Pelaksana Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022,” katanya.
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” katanya.
Sebelumnya negara belum pernah mengakui adanya pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Presiden sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat tersebut. Peristiwa yang diakui sebagai pelanggaran HAM Berat diantaranya yakni:
1) Peristiwa 1965-1966,
2) Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985,
3) Peristiwa Talangsari, Lampung 1989,
4) Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989,
5) Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998,
6) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998,
7) Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999,
8) Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999,
9) Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999,
10) Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002,
11) Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan
12) Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.