Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kasus Campak Melonjak di Indonesia, IDAI Ungkap Kemungkinan Penyebabnya 

Untuk jumlah konfirmasi pada tahun 2022 mencapai 3341 kasus campak atau meningkat 32 kali lipat dibandingkan periode di 2021.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
zoom-in Kasus Campak Melonjak di Indonesia, IDAI Ungkap Kemungkinan Penyebabnya 
Kolase Tribun Pekanbaru/Nasuha Nasution dan Catatan Mini
ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus campak melonjak tajam di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, saat ini sudah ada 53 Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak di 34 kabupaten/kota pada 12 provinsi.

Untuk jumlah konfirmasi pada tahun 2022 mencapai 3341 kasus atau meningkat 32 kali lipat dibandingkan periode di 2021.

Menurut Ketua Unit Kerja Koordinasi Penyakit Infeksi Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr dr Anggraini Alam, SpA(K), peningkatan kasus campak kemungkinan disebabkan karena menurunnya cakupan imunisasi anak selama pandemi COVID-19.

"Betul sekali, memang cakupan imunisasi turun, menumpuk selama pandemi Covid-19 ," ungkapnya pada media briefing virtual, Kamis (19/1/2023). 

Cakupan vaksinasi campak sebenarnya mulai tampak turun sejak tahun 2015. 

Namun semakin signifikan ketika memasuki di tahun 2020 karena terjadinya pandemi Covid-19. 

Baca juga: Kemenkes: 12 Provinsi Tetapkan KLB Kasus Campak

Berita Rekomendasi

"Artinya, memang cakupan kita se-Indonesia sudah rendah. Mulai kapan? Mulai di 2015 utamanya, apalagi ditambah adanya COVID-19. Secara global memang imunisasi menjadi turun cakupannya,"papar dr Anggraini lagi.

Situasi ini pun diperparah dengan masyarakat yang sudah menganggap sepele pada campak

"Sudah berpikir wah tidak ada lagi penyakitnya, malah takut disuntik dan juga mungkin kalau dulu suka ada difteri, campak begitu ya, karena tidak ada lagi jadi tidak ada takutnya," jelasnya lagi. 

Sebelumnya pemerintah juga telah menyelenggarakan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN).

Tapi kata dr Anggraini tidak dilakukan serempak atau satu waktu. 

"Sedikit demi sedikit, padahal yang terbaik untjk menghentikan suatu wabah harus serentak, agar virusnya tidak 'menclok' ke mana-mana," tegasnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas