KPK akan Panggil Semua Pemilik Ruangan di DPRD DKI yang Digeledah, Termasuk Prasetyo Edi
KPK akan memanggil semua pemilik ruangan di Gedung DPRD DKI Jakarta yang sebelumnya telah digeledah tim penyidik.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil semua pemilik ruangan di Gedung DPRD DKI Jakarta yang sebelumnya telah digeledah tim penyidik.
Termasuk pula Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi dan Anggota DPRD DKI Jakarta M. Taufik.
"Siapapun akan kami panggil sebagai saksi untuk kebutuhan nanti. Menerangkan perbuatan dari para tersangka yang ditetapkan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Kamis (19/1/2023).
Baca Juga: Profil M. Taufik
Baca Juga: Profil Prasetyo Edi Marsudi
Ali mengatakan tim penyidik KPK bakal menganalisis hasil penggeledahan dan mengonfirmasi barang bukti kepada para pihak yang ruangannya digeledah.
Dengan demikian, KPK bisa memperjelas apa saja yang dilakukan para tersangka dalam perkara tersebut.
"Tempat-tempat yang digeledah dan ditemukan dokumen-dokumen atau barang bukti elektronik itu akan dikonfirmasi," jelasnya.
Di sisi lain, Ali turut mengaku belum bisa menyebutkan secara spesifik soal bentuk dan di ruangan siapa barang bukti ditemukan.
"Detailnya akan kami konfirmasi pada proses berikutnya. Kami khawatir akan mengganggu penyidikan jika disebutkan," katanya.
Baca juga: Geledah Gedung Dewan, Ketua DPRD DKI Dukung Penuh Proses Penyelidikan KPK
Diberitakan sebelumnya, KPK mengamankan sejumlah dokumen dan alat bukti elektronik dari penggeledahan kantor DPRD DKI yang berlangsung pada Selasa (18/1/2023) malam.
Penggeledahan ini terkait dugaan korupsi pengadaan tanah di Pulo Gebang.
Ada enam ruang kerja yang digeledah penyidik. Terletak di lantai 10, 8, 6, 4, 2, dan staf komisi C DPRD DKI Jakarta.
Tak luput, ruang kerja Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi dan Anggota DPRD DKI Jakarta M. Taufik juga jadi sasaran penggeledahan tim penyidik KPK.
KPK menjelaskan bahwa barang bukti yang diamankan terkait proses pembahasan dan persetujuan penyertaan modal pada Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya di DPRD DKI Jakarta yang kemudian dipergunakan untuk pengadaan tanah di Pulo Gebang.
Gedung Merah Putih menyebut dugaan korupsi ini mengakibatkan kerugian negara hingga miliaran rupiah.
Adapun Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri sebelumnya menjelaskan, modus yang digunakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur sama dengan dengan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon.
Juru bicara bidang penindakan dan kelembagaan KPK ini bilang, kasus Pulo Gebang bukanlah pengembangan dari perkara Munjul.
Menurutnya, KPK menemukan fakta-fakta dugaan korupsi dalam proses pengadaan lahan oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada tahun 2018-2019.
“Kan yang pertama dari Munjul kemudian ditemukan ada fakta-fakta lain pengadaan yang hampir modusnya sama tapi nilainya lebih besar untuk yang di Pulo Gebang,” kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023).
Adapun kasus dugaan korupsi di Munjul menyeret mantan Direktur Utama Perumda Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan ke jeruji besi Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Yoory divonis 6,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Ia dinyatakan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama. Ia juga dinyatakan bersalah telah memperkaya orang lain yaitu PT Adonara Propertindo, Direktur PT Adonara Tommy Adrian, Wakil Direktur PT Adonara Anja Runtuwene, Pemilik PT Adonara Rudy Hartono Iskandar.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.