Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perbandingan Pembelaan Richard Eliezer Vs Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi, Kuat Maruf & Ricky Rizal

perbandingan pembelaan lima terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua Nopriansyah Hutabarat alias Brigadir J.

Editor: Wahyu Aji
zoom-in Perbandingan Pembelaan Richard Eliezer Vs Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi, Kuat Maruf & Ricky Rizal
Kloase Tribunnews.com
Lima terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J (dari kiri ke kanan) Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, Bripka Ricky Rizal dan Bharada Richard Eliezer aliasa Bharada E. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lima terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua Nopriansyah Hutabarat alias Brigadir J, telah membacakan nota pembelaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Terdakwa Ferdy Sambo, Ricky Rizal dan Kuat Maruf masing-masing membacakan sendiri nota pembelaan yang disusun pribadi dan oleh kuasa hukumnya, Selasa (24/1/2023).

Sementara sidang pleidoi Putri Candrawathi dan Richard Eliezer digelar, Rabu (25/1/2023) kemarin.

Berikut perbandingan pembelaan masing-masing terdakwa.

1. Kuat Maruf

Kubu Kuat Ma’ruf membeberkan 14 poin dalam nota pembelaan atau pledoi mengenai tuntutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Pledoi itu dibacakan oleh Kuasa Hukum Kuat Ma'ruf.

Berita Rekomendasi

Pertama, Kuat Maruf disebut hanyalah supir yang merangkap asisten rumah tangga (ART) keluarga Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

“Kedua, tuduhan perselingkuhan antara Putri Candrawathi dan Yosua hanyalah majinasi picisan penuntut umum karena didasarkan pada alat bukti hasil pemeriksaan test poligraf dan tidak berkesesuaian dengan keterangan terdakwa dan saksi Susi yang menemukan saksi Putri Candrawathi tergeletak lemas dan tak berdaya akibat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Korban,” kata kuasa hukum Kuat Maruf.

Baca juga: Dalam Pleidoi, Kuasa Hukum Kuat Maruf Minta Hakim Vonis Bebas Kliennya

Ketiga, Kuat tidak memiliki motif pribadi atas terjadinya pembunuhan terhadap Yosua.

Hal ini berkesesuaian dengan keterangan Kuat dan saksi Daden Miftahul Haq sebab sebelum kejadian para ART dan ADC masih bersenda gurau di depan rumah Saguling.

“Empat, terdakwa tidak mengetahui adanya pengamanan senjata milik Korban yang dilakukan oleh saksi Ricky Rizal Wibowo. Hal ini berkesesuaian dengan keterangan saksi Ricky Rizal Wibowo, saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan Terdakwa,” paparnya.

Kelima, terdakwa tidak pernah berkomunikasi dengan Ferdy Sambo selama berada di Magelang dan dalam pejalanan dari Magelang menuju rumah Saguling.

Hal ini berkesesuaian dengan keterangan Ferdy Sambo dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu.

Keenam, Kuat tak mengetahui adanya pembicaraan antara Ricky Rizal Wibowo dan Richard Eliezer dengan Ferdy Sambo di lantai tiga rumah Saguling.

Ketujuh, Kuat Maruf tidak pernah bertemu dengan Ferdy Sambo di lantai tiga rumah Saguling guna mempersiapkan merampas nyawa Yosua.

Hal ini berkesesuaian dengan keterangan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dan Kuat serta didukung dengan rekaman CCTV.

Kedelapan, Kuat Maruf tidak mengetahui adanya pembicaraan antara Ricky Rizal, Richard Eliezer dengan Ferdy Sambo di lantai 3 rumah Saguling.

Hal ini berkesesuaian dengan keterangan Sambo, Putri dan Kuat.

Kesembilan, Kuat Maruf hanya satu kali berkomunikasi dengan Ferdy Sambo di rumah Duren Tiga yaitu pada saat Sambo memerintahkan Kuat untuk memanggil Ricky dan Yosua.

Hal ini berkesesuaian keterangan Ferdy Sambo dan Kuat.

Kesepuluh, Kuat baru menerima arahan terkait dengan skenario tembak menembak saat berada di lantai tiga Biro Provost dari Ferdy Sambo.

Hal ini berkesesuaian dengan keterangan saksi Ricky Rizal, Ferdy Sambo dan Kuat.

"Keselebas, Kuat berangkat dari Magelang menuju rumah Saguling dan berangkat dari rumah Saguling ke rumah Duren Tiga atas permintaan dari Ricky Rizal. Hal ini berkesesuaian dengan keterangan Ricky, Putri dan Kuat," jelasnya.

Kedua belas, Kuat membawa pisau dapur semata-mata hanya untuk melindungi diri dan bukan untuk mempersiapkan pelaksanaan pembunuhan di rumah Duren Tiga.

Hal ini berkesesuaian dengan keterangan Kuat, saksi Adzan Romer, Ridwan R. Soplanit dan Ricky Rizal.

Tiga belas, Kuat tidak pernah dijanjikan sesuatu oleh Ferdy Sambo sebelum terjadinya tindak pidana.

Hal ini berkesesuaian dengan keterangan Ferdy Sambo Kuat.

"Empat belas, terdakwa tidak memiliki sifat yang manipulatif. Hal ini berkesesuaian dengan hasil Apsifor yang diterangkan oleh Ahli Dra. Reny Kusumawardhani,” tukas Kuasa Hukum Kuat.

Sebagai informasi, dalam sidang tuntutan yang dibacakan pada Senin (16/1/2023) lalu, Kuat Ma'ruf telah dituntut pidana 8 tahun penjara.

Baca juga: Pengacara Minta Hakim Putus Bebas Richard Eliezer di Kasus Pembunuhan Berencana Brigadir J

Jaksa menyatakan perbuatan terdakwa Kuat Ma'ruf terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta merampas nyawa seseorang dengan perencanaan terlebih dahulu sebagaimana yang didakwakan.

Dalam tuntutannya jaksa menyatakan, Kuat Ma'ruf bersalah melanggar Pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

"Menyatakan terdakwa Kuat Ma’ruf terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana turut serta merampas nyawa orang lain yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana yang diatur dalam dakwaan pasal 340 KUHP."

2. Ricky Rizal

Setidaknya ada tiga poin utama dalam pledoi Ricky yang dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Selasa, 24 Januari 2023.

Pertama, tak tahu rencana pembunuhan.

Dirinya tidak pernah sedikitpun menginginkan, menghendaki, merencanakan, dan mempunyai niat menghilangkan nyawa almhrhum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Ricky juga sama sekali tidak mengetahui rencana pembunuhan terhadap almarhum Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Ricky Rizal melanjutkan bahwa dirinya sama sekali tidak pernah mengetahui ada rencana pembunuhan terhadap almarhum Joshua. Serta dirinya tidak pernah melakukan perbuatan bersama-sama atau turut serta menghilangkan nyawa almarhum Joshua.

"Jasa Penuntut Umum meminta Yang Mulia Majelis Hakim untuk memutus perkara ini. Demikian juga saya memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk memeriksa dan memutuskan perkara ini secara adil," kata Ricky Rizal.

"Saya sangat berharap kepada Yang Mulia Majelis Hakim menggunakan kedudukannya sebagai wakil Tuhan untuk berikan putusan seadil-adilnya bukan hanya untuk saya, istri, putri-putri dan keluarga saya," jelasnya.

Kedua, bantah terima uang tutup mulut.

Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, Bripka Ricky Rizal membantah menerima uang dari Ferdy Sambo usai peristiwa pembunuhan.

Bantahan itu disampaikannya saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan di persidangan pada Selasa (24/1/2023).

Diakuinya pada saat itu memang Ferdy Sambo menunjukkan amplop berisi uang.

Amplop tersebut diperlihatkan usai dirinya menjalani pemeriksaan di Biro Provos Propam Polri.

Baca juga: Tetap Bantah Niat Celakai Brigadir J dengan Menabrakkan Mobil, Ricky Rizal: Tak Masuk Akal 

Saat itu, Ferdy Sambo terlebih dulu menanyakan proses pemeriksaan Ricky Rizal.

"Beliau menanyakan apakah saya masih menyampaikan sesuai skenario yang disampaikan di ruang Provost kepada penyidik," ujarnya dalam persidangan pada Selasa (24/1/2023).

Kemudian barulah dirinya diperlihatkan amplop oleh Ferdy Sambo.

Dia pun mengaku tak mengetahui maksud dari amplop tersebut.

"Tanpa tahu maksud dan tujuannya apa, saya ditunjukkan amplop yang katanya berisi uang," ujarnya.

Namun amplop tersebut tak pernah diterimanya hingga kini.

"Tidak pernah saya terima, dan tidak pernah saya harapkan hingga saat ini," kata Ricky.

Sebagai informasi, adanya pemberian hadiah berupa uang oleh Ferdy Sambo pertama kali muncul dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

Pemberian hadiah itu disebut sebagai ucapan terimakasih Ferdy Sambo dan isterinya, Putri Candrawathi kepada para ajudan karena telah memiliki keselarasan niat untuk membunuh Brigadir J.

Nominal yang diberikan pun berbeda-beda. Untuk Bharada Richard Eliezer disiapkan uang senilai Rp1 Miliar, sedangkan untuk Bripka Ricky Rizal dan Kuwat Maruf masing-masing dijanjikan uang Rp 500 miliar.

Ketiga, pesan untuk tiga putri kecilnya.

Terdakwa Ricky Rizal menyampaikan pesan kepada tiga puteri kecilnya seusai terlibat dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Dia pun meminta maaf karena belum bisa pulang ke rumah.

Awalnya, Ricky Rizal mengungkapkan dia adalah seorang kepala keluarga yang masih memiliki tiga puteri kecil.

Adapun usia anaknya yang paling besar masih berusia 7 tahun.

"Selain sebagai seorang anak, saya juga memiliki peran dan tanggung jawab sebagai seorang kepala keluarga. Saya mempunyai isteri yang merupakan seorang Ibu Rumah Tangga, dan memiliki 3 orang puteri. Puteri pertama saya berusia 7 Tahun dan 2 puteri saya masih berusia balita," kata Ricky Rizal.

Ia menuturkan bahwa dirinya merupakan tulang punggung keluarga bagi istri dan tiga puteri kecilnya.

Karena itu, isterinya pastilah berat untuk menjalani semuanya.

"Saya yang merupakan tulang punggung bagi isteri dan ketiga puteri saya, berharap semoga Allah SWT selalu memudahkan saya dalam menunaikan kewajiban saya untuk memberikan nafkah kepada keluarga. Pasti sangat berat bagi isteri saya untuk menjalani ini semua, berjuang membesarkan dan mendampingi ketiga puteri kami seorang diri," jelas Ricky Rizal.

Selanjutnya, Ricky Rizal barulah menyampaikan pesan kepada ketiga puteri kecilnya. Dia pun memohon maaf karena belum bisa pulang kembali ke rumah untuk menemuinya.

"Untuk ketiga puteri kecil ayah yang selalu ayah rindukan, maafkan ayah karena sudah sekian lama ayah tidak pulang, semoga kalian selalu ingat dan rindu ayah juga. Ayah berdoa agar kalian tumbuh sehat dan bahagia, semoga ayah bisa selalu ada untuk kalian, melindungi, dan mendampingi setiap langkah kalian dalam bertumbuh," tukasnya.

Dalam kesempatan itu, Ricky berharap kepada majelis hakim dapat memutus perkaranya secara adil.

Baca juga: Bela Ajudannya, Ferdy Sambo: Ricky Rizal Tak Setuju Backup Saya

"Saya memohon kepada Yang Mulia majelis hakim dapat mencari kebenaran dalam persidangan ini berdasar kepada fakta dan bukti-bukti yang ada," ujarnya.

3. Ferdy Sambo

Terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo memohon ampun kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kekacauan yang terjadi.

Dalam permohonan ampun itu, Ferdy Sambo mengutip ayat di Kitab Mazmur serta Kitab Wahyu.

Sambo mengaku hanya manusia biasa dan tak luput dari dosa. Dia ingin bertobat setelah terlibat dalam kasus kematian Brigadir J.

"Sebagai manusia biasa saya juga tak luput dari salah dan dosa, kiranya Tuhan maha pengasih berkenan mengampuni saya, memberikan kesempatan kepada saya untuk bertobat dan memperbaiki diri, sebagaimana juga termuat dalam kitab Mazmur 51 ayat 13, 'janganlah membuang aku dari hadapanmu dan janganlah mengambil rohmu yang kudus daripada ku'," kata Ferdy Sambo.

Terdakwa Ferdy Sambo saat menjalani sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (24/1/2023). Ferdy Sambo membacakan nota pembelaan atau pleidoi dengan judul Setitik Harapan dalam Ruang Sesak Pengadilan. Tribunnews/Jeprima
Terdakwa Ferdy Sambo saat menjalani sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (24/1/2023). Ferdy Sambo membacakan nota pembelaan atau pleidoi dengan judul Setitik Harapan dalam Ruang Sesak Pengadilan. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

"Demikian pula termuat dalam kitab Wahyu 3 ayat 19, 'barang siapa ku kasihi, ia ku tegor dan ku hajar, sebab itu relakan lah hatimu dan bertobatlah'. Dan, masa lalu adalah pengalaman berharga, hari ini adalah kehidupan kepastian, hari esok adalah pengharapan," tambahnya.

Dari kasus penembakan ke Brigadir J ini, Ferdy Sambo meminta maaf ke keluarga Yosua, Presiden Joko Widodo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, serta seluruh masyarakat Indonesia.

Eks Kadiv Propam Polri ini juga meminta maaf ke istrinya, Putri Candrawathi.

"Saya juga menyampaikan sujud dan permohonan maaf kepada istri saya yang terkasih Putri Candrawathi dan anak-anak kami, saya telah lalai menjalankan tugas sebagai seorang suami, sebagai seorang ayah yang baik," ucapnya.

Ferdy Sambo berharap agar majelis hakim bisa memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya. Dia pun memaparkan 10 hal saat membacakan nota pembelaannya.

Berikut 10 hal nota pembelaan Ferdy Sambo.

Pertama, Bahwa sejak awal saya tidak merencanakan pembunuhan terhadap korban Yosua karena peristiwa tersebut terjadi begitu singkat dan diliputi emosi mengingat hancurnya martabat saya juga istri saya yang telah menjadi korban perkosaan.  

Kedua, Dalam pemeriksaan saya telah berupaya untuk menyajikan semua fakta yang saya ketahui, termasuk mendorong saksi atau terdakwa lain sebagaimana dalam keterangan Kuat Maruf untuk mengungkap skenario tidak benar pada saat pemeriksaan oleh Patsus di tingkat penyidikan.

Ketiga, Saya telah mengakui cerita tidak benar mengenai tembak-menembak di rumah Duren Tiga 46.

Keempat, Saya telah menyesali perbuatan saya, meminta maaf dan siap bertanggungjawab sesuai perbuatan dan kesalahan saya.

Kelima, Saya telah berupaya untuk bersikap kooperatif selama menjalani persidangan, menyampaikan semua keterangan yang memang saya ketahui.  

Keenam, Saya telah mendapatkan hukuman dari masyarakat (atau) social punishment yang begitu berat tidak saja terhadap diri saya, namun juga terhadap istri, keluarga, bahkan anak-anak kami. 

Ketujuh, Baik saya maupun istri saya telah didudukkan sebagai terdakwa dalam persidangan ini dan berada di dalam tahanan, sementara empat orang anak-anak kami terkhusus yang masih balita juga punya hak dan masih membutuhkan perawatan juga perhatian dari kedua orang tuanya.  

Kedelapan, Sebelumnya saya tidak pernah melakukan tindak pidana di masyarakat, melakukan pelanggaran etik maupun disiplin di kepolisian.

Kesembilan, Saya telah 28 tahun mengabdikan diri kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepada nusa dan bangsa, sehingga atas kesetiaan dan dharma bakti tersebut saya telah dianugerahi Bintang Bhayangkara Pratama yang diberikan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia. Saya juga telah mendapatkan penghargaan tertinggi dari Polri berupa 6 pin emas Kapolri atas pengungkapan berbagai kasus penting di kepolisian, antara lain: pengungkapan kasus narkoba jaringan internasional dengan penyitaan barang bukti 4 ton 212 kilogram (kg) sabu. Pengungkapan kasus Djoko Chandra, pengungkapan kasus tindak pidana perdagangan orang yang menyelamatkan pekerja migran Indonesia di luar negeri, dan banyak pengungkapan kasus besar lainnya. 

Kesepuluh, atas perkara ini saya telah dijatuhi hukuman administratif dari Polri berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota Polri, akibatnya saya telah kehilangan pekerjaan, dan tidak lagi mendapatkan hak-hak apapun termasuk uang pensiun, sehingga saya telah kehilangan sumber penghidupan bagi saya dan keluarga.

Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ferdy Sambo dihukum pidana seumur hidup dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Dengan begitu, Sambo lolos dari ancaman hukuman mati.

Diketahui, pembunuhan berencana Brigadir J itu diotaki oleh Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo. Adapun pembunuhan itu dilakukan di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.

Dalam kasus ini, JPU meyakini Sambo bersalah dalam kasus pembunuhan yang membuat Brigadir J tewas dalam kondisi tertembak. Perbuatan Sambo pun juga telah memenuhi rumusan perbuatan pidana.

Baca juga: Ferdy Sambo: Media Framing dan Produksi Hoax Terhadap Saya Sebagai Terdakwa!

"Kami Penuntut Umum menuntut mohon agar majelis hakim yang memeriksa dan memutuskan menyatakan Ferdy Sambo secara terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana telah terbukti melakukan pembunuhan berencana," ujar JPU saat membacakan surat penuntutan di PN Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).

Atas hal tersebut, JPU menuntut agar Majelis Hakim PN Jakarta Selatan untuk menyatakan Ferdy Sambo terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana dalam pembunuhan Brigadir J.

"Tidak ditemukan alasan pembenar maupun pemaaf, sehingga terdakwa Ferdy Sambo dapat dimintai pertanggungjawaban pidana," jelas JPU.

Akibat perbuatannya itu, JPU pun menuntut Ferdy Sambo agar dijatuhkan pidana seumur hidup penjara. Dia dinilai melanggar pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo seumur hidup," jelas JPU.

Putri Candrawathi

Putri Candrawathi menyampaikan lima poin terkait dengan peristiwa kematian Brigadir J.

Pertama, Putri mengklaim dirinya merupakan korban kekerasan seksual.

"Saya adalah korban kekerasan seksual, pengancaman, dan penganiayaan yang dilakukan oleh almarhum Yosua," ujar Putri dalam persidangan pada Rabu (25/1/2023).

Kedua, Putri mengaku tidak turut serta meencanakan pembunuhan terhadap Bigadir J.

Ketiga, kedatangan Ferdy Sambo ke Rumah Duren Tiga disebut Putri tanpa sepengetahuan dirinya.

Keempat, Putri mengaku tak mengetahui penembakan Brigadir J. Padahal saat itu dirinya sedang berada di sebuah kamar di Rumah Duren Tiga.

"Saya sedang istirahat di dalam kamar dengan pintu tertutup," katanya.

Baca juga: Bacakan Pleidoi, Putri Candrawathi Minta Maaf ke Orang Tua Brigadir J, Richard, hingga Jokowi

Kelima, pergantian pakaian diklaimnya bukan merupakan bagian dari skenario pembunuhan.

Menurutnya, pergantian pakaian merupakan kebiasaannya setelah bepergian.

"Saya berganti pakaian piyama hingga memakai kemeja dan celana pendek yang masih sopan dan sama sekali tidak menggunakan pakaian seksi sebagaimana disebut Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutan," kata Putri.

Sebagai informasi, dalam pembelaannya, Puri masih bersikukuh mengklaim adanya kekerasan seksual yang dialami di Rumah Magelang.

Sembari menangis, Putri bercerita bahwa dirinya tak hanya dirudapaksa, Putri juga mengaku menglami penganiayaan oleh ajudan suaminya, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

"Yosua melakukan perbuatan keji. Dia memperkosa, menganiaya saya," katanya.

Kemudian Putri juga mengaku diancam oleh Brigadir J.

Menurutnya, Brigadir J mengancam akan membunuh Putri dan anak-anaknya.

"Dia mengancaman akan membunuh saya jika ada orang lain yang mengetahui apa yang dia lakukan. Dia mengancam membunuh anak-anak yang saya cintai," ujar Putri.

Putri pun tak menyangka bahwa ajudan yang dipercayainya melakukan perbuatan seperti itu.

Sebab menurutnya, Brigadir J telah dianggap sebagai keluarga olehnya.

"Yang lebih sulit Saya terima, pelakunya adalah orang yang kami percaya, orang yang kami tempatkan sebagai bagian dari keluarga dan bahkan Kami anggap anak."

Sebelumnya, Putri Candrawathi telah dituntut delapan tahun penjara oleh JPU terkait kasus ini pada Rabu (18/1/2023).

Putri dianggap melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

“Terdakwa wajib mempertanggungjawabkan dan untuk itu terdakwa harus dijatuhi hukuman setimpal dengan perbuatannya,” ujar JPU.

Kemudian, JPU juga mengungkapkan hal yang meringankan dan memberatkan Putri Candrawathi.

JPU menyebut hal yang meringankan adalah Putri Candrawathi dinilai sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum.

Sementara hal yang memberatkan adalah tindakan Putri mengakibatkan hilangnya nyawa Brigadir J hingga tidak menyesali perbuatannya.

Richard Eliezer

Richard Eliezer memohon agar nota pembelaannya dapat diterima.

Richard pun berpasrah dan menyerahkan putusan seluruhnya kepada Ketua Majelis Hakim.

"Saya memohon kepada Ketua dan seluruh Anggota Masjelis Hakim, sudilah kiranya menerima pembelaan saya ini."

"Apakah saya harus bersikap pasrah atas kejujuran dan keadilan? Saya akan tetep berpegangan kejujuran dan kepatuhan adalah segala-galanya dan keadilan nyata bagi mereka yang mencarinya."

"Apabila Ketua dan seluruh Anggota Masjelis Hakim sebagai wakil Tuhan memiliki pendapat lain, maka kiranya saya memohon diberikan putusan seadil-adilnya."

"Kalaulah pengabdian saya sebagai seorang ajudan menjadi soerang terdakwa, kini saya serahkan masa depan saya pada putusan Hakim dan kehendak Tuhan," kata Richard Eliezer.

Pertama, cerita Eliezer jadi anggota Brimob

Richard Eliezer mengatakan bahwa pihaknya telah tiga kali mengalami kegagalan mendaftar anggota Brimob.

Hingga pada akhirnya, ia berhasil di pendaftan keempat.

"Setelah saya keempat kalinya mencoba mengikuti tes, akhirnya saya lolos dengan menjadi peringkat pertama di Polda Sulut."

"Hal yang sangat mebahagiakan dan membanggakan bagi saya sekeluaga. Cita-cita saya hampir tercapai mejadi seorang anggota Brimob," jelas Richard Elliezer.

Dengan diterimanya menjadi anggota Brimob, orang tua bangga Richard telah mengangkat derajat keluarga.

Untuk diketahui, pekerjaan ayah Richard Eliezer adalah sopir sementara ibunya adalah ibu rumah tangga yang senantiasa menjalankan kegiatan di Gereja.

"Lalu pada 30 November 2021 saya dipanggil ke Mako Brimob dan dipilih menjadi sopir Ferdy Sambo," sambung Richard Eliezer.

Namun, ia tak menyangka pengabdiannya kepada Ferdy Sambo justru membuat kemalangan pada diri dan masa depannya.

"Saya tidak pernah mengharapkan kejadian ini terjadi pada saya, sebagai seorang ajudan tugas saya menjaga dan mengawal atasan."

"Tidak pernah terpikirkan dibenak atasan saya bahwa saya sampai saat ini mengabdi kepadanya, kepada seorang Jendral Bintang Dua yang sangat saya hormati."

"Hingga saya harus mentaati segala perintahnya, saya diperalat, dibohongi dan disia-siakan, bahkan kejujuran saya tak dihargai dan saya justru dimusuhi."

"Saya tak menyangka saya harus mengalami peristiwa yang menyakitkan dalam hidup saya, tapi saya tetap akan tegar," jelas Richard.

Baca juga: Richard Eliezer Dituntut Hukuman 12 Tahun Penjara, Begini Tanggapan Politisi PDIP

Kedua, Richard Eliezer minta maaf.

Atas peritiwa yang menimpanya ini, Richard mengaku bersalah dan memohon maaf kepada seluruh pihak, termasuk keluarga Brigadir J.

"Saya sekali menyampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya dan pengampunan terutama kepada keluarga Bang Yos."

"Tak ada kata-kata lain yang saya katakan selain permohonan maaf dan penyesalan yang mendalam atas apa yang telah terjadi pada Bang Yos," jelas Richard.

Tak hanya itu, Richard juga meminta maaf kepada keluarga dan orang tuanya.

"Mohon maaf mama dan papa atas peristiwa yang terjadi ini membuat keluarga bersedih."

"Ma maafkan kalau karena kejujuran saya ini, sudah membuat mama sedih karena melihat saya di sini."

"Saya tau mama sedih, tapi saya juga tau mama bangga pada saya yang terus berjuang untuk terus menjalankan perkataan mama untuk menjadi anak yang baik dan jujur. Terimakasih telah mendukung saya di sini."

"Pa maaf kan saya karena akibat peristiwa ini papa harus kehilangan pekerjaan papa."

"Terimaksih kepada mama dan papa yang telah memberikan saya banyak ilmu tentang kebaikan dan kejujuran dan kerja keras dalam hidup saya," kata Richard Eliezer dihadapan Ketua Majelis Hakim.

Baca juga: Mendapatkan Kabar Richard Eliezer Tembak Joshua, Putri Candrawathi: Saya Sangat Kaget 

Ia juga meminta maaf kepada tunangannya yang harus menerima kenyataan pahit ini.

"Saya juga meminta maaf juga kepada tunangan saya karena harus menunda rencana pernikahan kami, saya berterimaksih atas kesabaran, perhatian dan cinta kasih."

"Kalaulah kamu bisa menunggu, tunggulah saya sampai menjalani proses hukum ini. Kalau terlalu lama, saya akan hormati keputusanmu, kebahagiaanmu, kebahagiaanku juga," ujar Richard.

Paham kasusnya ini menyita pejabat publik dan seluruh masyarakat Indonesia, Richard Eliezer meminta maaf sekaligus mengucapkan terima kasih atas dukungan yang diberikan.

Bahkan kepada Presiden Joko Widodo pun, Richard menyampaikan rasa terimakasihnya.

"Saya menyampaikan terimakasih kepada Bapak Jokowi, Menkopolhukam dan Kapolri yang telah memberikan dukungan dan memberikan kepercayaan pada saya untuk mengungkap kebenaran."

"Terimaksih kepada LPSK yang memberikan perlindungan pada saya," kata Richard Eliezer. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas