Richard Dalam Daya Paksa saat Eksekusi Brigadir J, Jaksa: Penasihat Hukum Berkesimpulan Sendiri
Jaksa menilai bahwa penasihat hukum Richard Eliezer berkesimpulan sendiri bahwa kliennya berada dalam daya paksa saat terjadinya eksekusi Brigadir J
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum menilai bahwa penasihat hukum Richard Eliezer berkesimpulan sendiri bahwa kliennya berada dalam daya paksa saat terjadinya eksekusi Brigadir J di Duren Tiga.
Adapun tanggapan tersebut disampaikan jaksa dalam sidang lanjutan terdakwa Richard Eliezer dalam agenda menjawab pledoi atau replik dari terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (30/1/2023).
"Terdakwa berada dalam pengaruh daya paksa sebagaimana dimaksud pasal 48 KUHP sehingga perbuatan terdakwa Richard Eliezer tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana yang dinyatakan pada pledoi tim penasehat hukum halaman 33," kata jaksa di persidangan.
"Dalil pledoi penasehat hukum terdakwa Richard Eliezer tidak tepat dan prematur. Penasihat hukum berkesimpulan sendiri dengan mengatakan terdakwa Richard Eliezer berada dalam pengaruh daya paksa sebagaimana masuk dalam pasal 46 KUHP," sambung jaksa.
Jaksa melanjutkan penasehat hukum tidak memperhatikan fakta hukum yang sudah tidak dapat terbantahkan lagi.
Bahwa terdakwa Richard Eliezer bersedia untuk menembak korban Nofriansyah Yosua Hutabarat ketika diminta oleh saksi Ferdy Sambo yang akan dilaksanakan di rumah dinas Duren Tiga 46.
"Hingga pada akhirnya terdakwa Richard Eliezer menembak korban Nofriansyah Yosua Hutabarat saat mendengar permintaan saksi Ferdy Sambo dengan kata-kata woy tembak woy, cepat kau tembak," jelas jaksa.
Kemudian dikatakan jaksa lalu terdakwa Richard Eliezer menembak korban Nofriansyah Yosua Hutabarat hingga terjatuh mengerang kesakitan. Yang mana tembakan terdakwa Richard Eliezer mengenai dada korban Nofriansyah Yosua merupakan salah satu penyebab kematian.
"Berdasarkan fakta hukum tersebut tidak dapat adanya paksaan atau daya paksa yang dapat digolongkan sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf," tegas jaksa.
Adapun sebelumnya dalam persidangan Jaksa Penuntut Umum juga menyebutkan bahwa tuntutan 12 tahun penjara untuk terdakwa Richard Eliezer sudah memenuhi rasa keadilan, termasuk penghargaan saksi pelaku yang bekerjasama.
"Kami berpendapat tinggi rendahnya tuntutan yang kami ajukan kepada majelis hakim terhadap terdakwa Richard Eliezer sudah sesuai dengan asas kepastian hukum dan rasa keadilan," kata jaksa di persidangan.
Baca juga: Jaksa Sebut Tembakan Bharada E ke Brigadir J Sempurna dan Terencana
"Bahwa selain itu tim penuntut umum mempertimbangkan peran terdakwa Richard Eliezer sebagai eksekutor atau pelaku yang melakukan perbuatan penembakan kepada korban Noviansyah Yosua Hutabarat sebanyak 3 sampai 4 kali," sambung jaksa.
Jaksa melanjutkan sehingga berdasarkan hal tersebut tim penuntut umum menuntut terdakwa Richard Eliezer selama 12 tahun penjara.
"Tuntutan tersebut kami ajukan dengan mempertimbangkan kejujuran dalam memberikan keterangan dari terdakwa Richard Eliezer yang telah membuka Kotak Pandora sehingga terungkapnya kasus pembunuhan terhadap korban Nofriansyah Yosua Hutabarat," lanjut jaksa.
Kemudian jaksa juga mengungkapkan bahwa tuntutan tersebut termasuk penghargaan saksi pelaku yang bekerjasama.
"Bahwa tim penuntut umum juga telah mempertimbangkan rekomendasi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pemberian hak penghargaan sebagai saksi pelaku yang bekerjasama bagi terlindung LPSK saudara Richard Eliezer," jelas jaksa.