KPK Dalami Peran Para 'Pembantu' Hakim Agung Gazalba Saleh di MA
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami peran para pembantu Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh di Mahkamah Agung (MA).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami peran para pembantu Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh di Mahkamah Agung (MA).
Tiga pegawai MA sekaligus staf Gazalba Saleh diperiksa pada Selasa (31/1/2023).
Mereka antara lain, Susi, Reny, dan Ika Hapsari.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan tupoksi dalam membantu tugas dari tersangka GS sebagai Hakim Agung di MA," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Rabu (1/2/2023).
KPK telah menetapkan 14 orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di MA.
Mereka adalah Hakim Yustisial Edy Wibowo, Hakim Agung Gazalba Saleh (GS), Hakim Yustisial Prasetio Nugroho (PN), dan Redhy Novarisza (RN) selaku staf Gazalba Saleh.
Baca juga: KPK Segera Jadwalkan Pemanggilan Windy Idol Terkait Kasus Suap Hakim Agung
Tersangka lainnya adalah Hakim Agung Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yudisial atau Panitera Pengganti Elly Tri Pangestu (ETP), dua Aparatur Sipil Negara (ASN) Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua ASN di MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Kemudian, pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), dan debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Sebanyak delapan tersangka di antaranya telah dilimpahkan kepada tim jaksa untuk segera disidangkan, delapan tersangka tersebut yakni Sudrajat Dimyati, Elly Tri Pangestu, Desy Yustria, Nurmanto Akmal, Albasri, Muhajir Habibie, Heryanto Tanaka, dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto.
Baca juga: KPK Periksa Budiman Gandi, Pengurus KSP Intidana yang Terlibat Kasus Suap Hakim Agung Gazalba Saleh
Penahanan akan tetap dilakukan untuk masing-masing tersangka selama 20 hari ke depan, terhitung 20 Januari hingga Februari 2023.
Adapun konstruksi perkara yang menjerat Gazalba dan kawan-kawan, KPK mengungkapkan bermula di awal 2022 perihal adanya perselisihan di internal Koperasi Simpan Pinjam Intidana.
Kemudian, terjadi pelaporan perkara pidana dan gugatan perdata yang berlanjut hingga proses persidangan di Pengadilan Negeri Semarang.
Lalu, Yosep Parera dan Eko Suparno ditunjuk oleh Heryanto Tanaka sebagai pengacara untuk mendampingi selama dua proses hukum tersebut berlangsung.
Baca juga: KPK Periksa 4 Hakim Agung di Gedung MA
Terkait perkara pidana, Heryanto melaporkan Budiman Gandi Suparman selaku pengurus KSP Intidana, karena adanya pemalsuan akta dan putusan di tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Semarang dengan terdakwa Budiman dinyatakan bebas.
Adapun langkah hukum selanjutnya, yaitu jaksa mengajukan upaya hukum kasasi ke MA.
Heryanto kemudian menugaskan Yosep dan Eko untuk turut mengawal proses kasasi di MA agar pengajuan kasasi dikabulkan.
Dikarenakan Yosep dan Eko telah mengenal baik dan biasa bekerja sama dengan Desy Yustria sebagai salah satu staf di Kepaniteraan MA untuk mengondisikan putusan, maka digunakan melalui jalur Desy dengan adanya kesepakatan pemberian uang sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura (setara dengan Rp2,2 miliar).
Untuk proses pengondisian putusan, Desy turut mengajak Nurmanto Akmal yang juga staf di Kepaniteraan MA.
Selanjutnya, Nurmanto mengomunikasikan lagi dengan Redhy Novarisza selaku staf Hakim Agung Gazalba dan Prasetio Nugroho selaku asisten Hakim Agung Gazalba sekaligus sebagai orang kepercayaan dari Gazalba.
Salah satu anggota majelis hakim yang ditunjuk untuk memutus perkara terdakwa Budiman saat itu adalah Gazalba.
Keinginan Heryanto, Yosep, dan Eko terkait pengondisian putusan kasasi terpenuhi dengan diputusnya terdakwa Budiman dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana penjara selama 5 tahun.
KPK menduga dalam pengondisian putusan kasasi tersebut, sebelumnya juga telah ada pemberian uang pengurusan perkara melalui Desy yang kemudian uang tersebut dibagi kepada Desy, Nurmanto, Redhy, Prasetio, dan Gazalba.
Sementara, sumber uang yang digunakan Yosep dan Eko selama proses pengondisian putusan di MA berasal dari Heryanto.
Berikutnya, sebagai realisasi janji pemberian uang, Yosep dan Eko juga menyerahkan uang pengurusan perkara di MA tersebut secara tunai sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura melalui Desy.
Sedangkan mengenai rencana distribusi pembagian uang 202 ribu dolar Singapura dari Desy ke Nurmanto, Redhy, Prasetio, dan Gazalba masih terus dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.