Polisi Terbitkan Red Notice 2 Tersangka Kasus Pemalsuan Dokumen Bambang Kayun
Red notice tersebut diketahui untuk dua tersangka Emilya Said (ES) dan Hermansyah (H). Keduanya dimungkinkan saat ini tengah berada di luar negeri.
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri menerbitkan permohonan red notice terhadap dua tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen yang melibatkan AKBP Bambang Kayun.
Red notice tersebut diketahui untuk dua tersangka Emilya Said (ES) dan Hermansyah (H). Keduanya dimungkinkan saat ini tengah berada di luar negeri.
"Dimungkinkan yang bersangkutan ada di luar negeri dan kami banyak berkoordinasi baik dengan Hubinter dan beberapa kepolisian di luar negeri," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro kepada wartawan, Jumat (3/2/2023).
Di sisi lain, Djuhandhani mengatakan saat ini surat yang dipalsukan dalam kasus ini tengah diperiksa penyidik di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri.
"Kami masih mendalami melalui Labfor dan lainnya. Penyidikan sudah berjalan dan kami terus koordinasi dengan penyidik dari KPK," jelasnya.
Kronologi kasus
Diketahui, kasus ini bermula dari adanya pelaporan ke Bareskrim Polri terkait dugaan pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT ACM dengan terlapor Emilya dan Herwansyah.
Atas pelaporan tersebut, Emilya dan Herwansyah melalui rekomendasi salah seorang kerabatnya diperkenalkan dengan Bambang Kayun untuk berkonsultasi.
"Pada saat itu BK (Bambang Kayun) dimutasi sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri," ujar Ketua KPK, Firli Bahuri.
Selanjutnya, sekira Mei 2016 di salah satu hotel di Jakarta, Bambang Kayun bertemu dengan Emilya dan Herwansyah.
Baca juga: KPK Telusuri Jejak Pelarian 2 Penyuap AKBP Bambang Kayun yang Jadi DPO Bareskrim Polri
Bambang Kayun kemudian disebut menyatakan siap membantu dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dan barang.
"Tersangka BK lalu memberikan saran di antaranya untuk mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan terkait adanya penyimpangan penanganan perkara yang ditujukan pada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri," kata Firli.
Menindaklanjuti permohonan itu, Bambang Kayun ditunjuk menjadi salah satu personel untuk melakukan verifikasi termasuk meminta klarifikasi pada Bareskrim Polri.
"Sekitar Oktober 2016, dilakukan rapat pembahasan terkait perlindungan hukum atas nama ES dan HW di lingkup Divisi Hukum Mabes Polri dan tersangka BK kemudian ditugaskan untuk menyusun kesimpulan hasil rapat yang pada pokoknya menyatakan adanya penyimpangan penerapan hukum termasuk kesalahan dalam proses penyidikan," tutur Firli.
Firli menjabarkan, dalam perjalanan kasusnya, Emilya dan Herwansyah ditetapkan menjadi tersangka oleh Bareskrim Polri.
Setelah ditetapkan tersangka, atas saran lanjutan dari Bambang Kayun, Emilya dan Herwansyah mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Dengan saran tersebut, tersangka BK menerima uang sekitar Rp5 miliar dari ES dan HW dengan teknis pemberiannya melalui transfer bank menggunakan rekening dari orang kepercayaannya," ungkap Firli.
"Selama proses pengajuan praperadilan, diduga tersangka BK membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum untuk dijadikan bahan materi isi gugatan praperadilan, sehingga hakim dalam putusannya menyatakan mengabulkan dan status penetapan tersangka tidak sah," imbuhnya.
Selain itu, Firli mengungkap Bambang Kayun pada Desember 2016 diduga menerima 1 unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri oleh dirinya.