Terseret Perintangan Penyidikan Kematian Brigadir J, Irfan Widyanto Merasa Dizalimi Ferdy Sambo
Tindakannya mengganti DVR CCTV Rumah Duren Tiga disebut hanya untuk menjalankan perintah dari Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam pada saat itu.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir J, Irfan Widyanto melayangkan pleidoi dalam persidangan hari ini, Jumat (3/2/2023).
Dalam pleidoi atau nota pembelannya, Irfan merasa terzalimi oleh Ferdy Sambo karena dilibatkan dalam kasus kematian Brigadir J.
"Sejak awal berjalannya kasus ini, saya sangat terpukul, terzalimi, dan merasa bahwa apa yang terjadi ini tidaklah adil untuk saya dan keluarga saya," katanya di dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Baca juga: AKP Irfan Widyanto Minta Maaf Karena Mimpi dan Harapan Ayah dan Ibu Telah Hancur
Tindakannya mengganti DVR CCTV Rumah Duren Tiga disebut hanya untuk menjalankan perintah dari Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam pada saat itu.
"Saya hanyalah seorang Prajurit Bhayangkara yang menjalankan perintah yang dianggap benar karena berasal dari pejabat Polri yang memiliki kewenangan yang sedang melaksanakan tugasnya, yakni Biro Paminal Div Propam Mabes Polri," ujarnya.
Perintah itu dijalaninya karena dia memegang teguh prinsip Satya Haprabu.
Prinsip itu berarti ketaatan para anggota Polri terhadap pimpinan dalam melaksanakan tugas.
"Meskipun kami Polri sudah menjadi civilian police, namun kami tidak terlepas dari struktur rantai komando," kata Irfan.
Dia pun mengungkapkan bahwa DVR CCTV yang digantinya, sempat diambil Ferdy Sambo.
Oleh sebab itu, dia heran dipersalahkan dalam kasus ini.
Baca juga: AKP Irfan Widyanto di Persidangan Kutip Dua Ayat Alquran, Surat Al-Baqarah dan As-Syarh
"Siapakah yang salah disini? Apakah ini adil untuk saya? Apakah ini seimbang dengan perbuatan saya? Saya hanya Prajurit Bhayangkara Yang Mulia, yang hanya menjalankan perintah atasan, sebagaimana doktrin Satya Haparabu, Senioritas, dan kewenangan Propam yang mengikat," katanya.
Pleidoi yang dibacakan Irfan ini merupakan upayanya membela diri dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam kasus ini Irfan Widyanto telah dituntut satu tahun penjara.
Tuntutan itu dilayangkan tim jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (27/1/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama satu tahun penjara," ujar jaksa dalam persidangan.
Tak hanya itu, sang peraih Adhi Makayasa tahun 2010 juga dituntut membayar denda sebesar Rp 10 juta dalam kasus ini.
"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 10 juta subsidair tiga bulan kurungan," kata jaksa.
Dalam tuntutannya, JPU meyakini Irfan Widyanto bersalah merintangi penyidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
JPU pun menyimpulkan bahwa Irfan Widyanto terbukti melanggar Pasal 49 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Terdakwa Irfan Widyanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta dan dengan sengaja tanpa hak melalukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primair," katanya.