DPR Papua Barat Tolak PMK 206 Soal Alokasi Transfer Anggaran, Pemerintah Pusat Diminta Tinjau Lagi
DPR Papua Barat dapil Sorong menyampaikan 4 poin pernyataan sikap kepada pemerintah pusat melalui Kemendagri.
Penulis: Reza Deni
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR Papua Barat mempertanyakan kebijakan pemerintah pusat terhadap wilayahnya, khususnya soal Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 206 tahun 2022 tentang alokasi transfer daerah ke Papua Barat dan Papua Barat Daya tahun anggaran 2023.
Diketahui, DPRPB menolak PMK 206 yang syarat dengan kepentingan yang merugikan.
Wakil Ketua IV DPR Papua Barat, Cartenz Malibela, menjelaskan hal itu ketika Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) memfasilitasi pertemuan antara DPR Papua Barat dengan Pemprov Papua Barat Daya di Aula lantai 6 Hotel Vega Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.
Malibela mengatakan pertemuan antara Pj Gubernur Papua Barat Daya dengan anggota DPR Papua Barat hasil pemilu 2019 dapil cakupan Sorong Raya ini membahas tentang penggunaan anggaran serta dampak dari PMK 206 tahun 2022 tentang transfer anggaran dari Papua Barat sebagai provinsi induk kepada Papua Barat Daya.
Dalam pertemuan yang dipimpin Wamendagri John Wempi Wetipo didampingi Pj Gubernur Papua Barat Daya itu, DPR Papua Barat dapil Sorong menyampaikan 4 poin pernyataan sikap kepada pemerintah pusat melalui Kemendagri.
Dia menyampaikan pernyataan sikap yang ditujukan kepada Mendagri bahwa berdasarkan amanat UU nomor 2 Tahun 2021 dan PP nomor 106 tentang kewenangan dan kelembagaan pelaksanaan kebijakan Otsus dan PP nomor 107 tentang penerimaan, tapi pengelolaan, pengawasan dan rencana induk percepatan Pembangunan, di mana kewenangan pemerintah provinsi merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah.
"Untuk itu, maka perlu disampaikan kepada Mendagri Tito Karnavian dan Menkeu Sri Mulyani bahwa sebelum terjadi pembahasan rancana revisi undang-undang nomor 21 tahun 2001, terjadi pro kontra antar provinsi Papua dan Papua Barat, di mana bekerja sama dengan pemerintah pusat melahirkan UU nomor 2 Tahun 2021 yang telah disahkan," kata Malibela dalam keterangannya, Minggu (5/2/2023).
Dengan mengacu Undang-Undang nomor 29 Tahun 2022 tentang pembentukan Provinsi Papua Barat Daya sebagai DOB di Papua Barat, Malibela menyampaikan kepada Mendagri dan Menkeu tentang keberadaan 29 anggota DPR-PB dapil Sorong Raya soal hak mereka.
"Anggota DPR Papua Barat dapil se-Sorong Raya ini dibiayai oleh pemerintah Provinsi Barat atau pemerintah provinsi Papua Barat Daya?" kata dia.
Pasalnya, dia menilai 29 orang terdiri dari anggota partai politik dapil 2,3 dan 4 serta anggota legislatif mekanisme pengangkatan Sorong Raya dalam pemilu 2024 masih mempunyai hak politik dan mempunyai tanggung jawab moral dan politis.
"Pimpinan dan anggota DPR Papua Barat meminta kepada Bapak Menteri Dalam Negeri dan ibu Menteri Keuangan agar meninjau kembali surat PMK nomor : 206/PMK.07/2022 tentang alokasi transfer ke daerah untuk Provinsi Papua Barat dan provinsi Papua Barat Daya tahun anggaran 2023 dan memohon meninjau kembali pemotongan dana sebesar 36 persen yang berasal dari APBD Provinsi Papua Barat," kata Malibela.
Setelah aspirasi yang disampaikan secara birokrasi, DPR Papua Barat juga akan menempuh politik melalui mekanisme partai politik secara berjenjang dan juga menyelesaikan secara hukum untuk membatalkan Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 206/PMK.07/2022 itu.
Setelah membacakan, pimpinan DPR Papua Barat dari mekanisme pengangkatan itu menyerahkan pernyataan sikap tersebut kepada Wamendagri John Wempi Wetipo didampingi Pj Gubernur Papua Barat Daya Dr Muhammad Musa'ad dan Ketua DPR Papua Barat Orgenes Wonggorl
Wamendagri John Wempi Wetipo mengatakan akan menyerahkan aspirasi dari DPR Papua Barat kepada Mendagri untuk ditindaklanjuti kepada Menteri keuangan di jakarta.
"Segera saya serahkan aspirasi ini ke Pak Mendagri untuk ditindaklanjuti," tandas John